Saturday, May 27, 2017

Syekh Dahlan dan Putranya; Syekh Ihsan Jampes

Syekh Dahlan dan Putranya; Syekh Ihsan Jampes
Sama-sama Melarat Mondok e

Anak yang baik rata-rata dilahirkan dari orangtua yang baik pula.
Seorang kiai besar, lahir atas "jasa" akumulasi kebaikan orangtua dan dirinya
Walau orangtuanya biasa-biasa, anaknya bisa menjadi kiai besar
Asalkan keduanya sama-sama mengumpulkan kebaikan-kebaikan

Syekh Ihsan Jampes, ulama besar asal Kediri
Karyanya masih menjadi kajian di perguruan tinggi luar negeri
Beliau mengarang kitab Sirajut Tholibin,  Syarah Ihya' Ulumuddin
Juga kitab-kitab lainnya (tidak semua diterbitkan)

Saat mondok, beliau termasuk melarat
Mendapat ujian berat dari kiainya

Pada suatu malam,
Kiai tempat Syekh Ihsan muda mondok keliling asrama
Beliau mendapati para santrinya sedang tidur
Ada salah seorang santri yang dadanya bersinar, menyembur ke langit-langit
Sang kiai pun mengikat sarung si santri
Sebagai penanda

Esok paginya,
Usai Subuh, sang kiai dawuh,
"Poro santri,  sopo seng sarunge cancangan?"

Sontak Syekh Ihsan Jampes muda pun angkat tangan
Setelah itu, Syekh Ihsan dipanggil

"Nak, gini ya...
Cincin Bu Nyai itu jatuh ke jumbleng. Kamu mau gak ambilkan?"
"Nggeh, Kiai..." jawab Syekh Ihsan, suka cita.

Beliau segera menuju ke jumbleng* tempat cincin Bu Nyai terjatuh
*Jumbleng: WC zaman dahulu. Berupa kubangan di tanah, lalu dipasang bambu sebagai tempat nangkring orang yang buang hajat. Bisa dibayangkan sendiri. (Insert: jumbleng, ilustrasi).

Syekh Ihsan Jampes bersiap membuka baju,  namun dilarang kiainya
"Langsung saja, gak perlu dicopot bajunya. Langsung tangan," kata kiai.

Syekh Ihsan lantas jongkok
Menjulurkan tangannya ke jumbleng
Tiap ada barang yang keliatan "mrengkel", ia plutut-plutut
Barangkali ada cincinnya

Semua sudut dan prengkelan, ia remas-remas
Masih tak ketemu jua itu cincin
Akhirnya, Syekh Ihsan nyebur ke jumbleng
Beliau mencari ke semua sudut, sampai ketemu

Dengan gembira beliau menghadap kiai
Melaporkan keberhasilannya menemukan cincin Bu Nyai

Sang Kiai lantas dhawuh,
"Nak, sekarang pulanglah. Ilmuku sudan habis kau serap. Dirikanlah pondok."

Syekh Ihsan pulang, menjadi kiai besar.

Ternyata, orangtua Syekh Ihsan;  yakni Syekh Dahlan juga melarat waktu mau mondok

Syekh Dahlan mau mondok di Mbah Kholil Bangkalan
Beliau menghadap Syaikhona Kholil
"Mau apa kamu?"
"Mau jadi santri Panjenengan, Kiai,"
"Emoh. Aku ora gelem nerimo kowe dadi santriku. Kecuali mau memenuhi syarat dariku."
"Nggeh, Kiai. Syarate nopo?"
"Syaratnya, kalau kamu berangkat mondok, saat menyeberang laut Madura, gak boleh naik kapal. Harus berenang. Begitu pula kalau mau pulang."
"Nggeh, 86 Kiai."

Syekh Dahlan pun berangkat mondok menyeberang laut Madura dengan berenang
(Dulu belum ada jembatan Suramadu lhooo...).

Begitulah,
Karena syarat mondok yang berat, mau gak mau Syekh Dahlan pun banyak menghabiskan waktu di pondok. Tidak sering pulang.

Beda dengan santri sekarang.
Jejak kakinya saja masih ada, ia sudah pulang kampung lagi
Saat liburan sekolah, pondok sepi. Pulang semua
Habiskan waktu di rumah; nonton TV atau main internet

Babat Lamongan
@ms.kholid
1 Ramadhan 1438 H
27 Mei 2017 M

Kenapa Santri Sekarang Sedikit yang Jadi?

Kenapa Santri Sekarang Sedikit yang Jadi?

Dulu,
Seorang yang hendak nyantri akan diuji berat oleh kiainya
Dan ujiannya macam-macam, sak karep sang kiai
Ada yang butuh bertahun-tahun melaratnya
Ada pula yang cuma setahun dua tahun

Rata-rata,
Santri dulu menjadi hebat, karena di pondoknya dia melarat

Lha, kalau santri sekarang yang melarat itu bukan santrinya
Tapi wali muridnya

Bayangkan,
Pas pendaftaran saja sang wali murid sudah disodori
- Biaya pendaftaran
- Uang makan bulanan
- Uang gedung
- Uang Asrama
- Uang Kitab dan buku
- Biaya kesehatan dan sewa almari
Yang melarat orangtuanya, si calon santri mah nunggu aja di luar kantor pondok sambil mainan handphone (yang sebentar lagi akan berpisah darinya).

Saat santri nakal,
Wali murid dipanggil
Santri nakal lagi,
Wali murid lagi yang dipanggil
Melarat lagi kan?

Yang nakal siapa,
Yang dipanggil dan dinasihati siapa?
Wali murid lagi yang melarat.

Anaknya?
Cengengesan wae...

Lha, gimana kelak jadi santri yang berkualitas kalau senengnya bikin melarat orangtua
Hati-hati, ini bisa jadi termasuk uququl walidain
Meskipun bentuknya tidak membentak atau memukul,
Tapi, kelakukan si santri jelas membuat orangtuanya bersedih
Membuat mereka susah dan nelangsa

Santri dulu lulusnya beda-beda
Ada yang butuh 10 tahun baru dinyatakan lulus
Ada yang butuh 3, 5, 7 tahun baru lulus
Ada pula yang baru hitungan bulan lulus
Saat lulus itu, kemampuan santri sudah standar

Kalau santri sekarang,
Mondok 3 tahun dapat ijazah ya lulus semua
Boyong pulang semua
Padahal kemampuannya belum standard
Belum minimal antara satu dengan lainnya

Habis itu, pergi ke kota
Lantas dengan bangga bilang kesana kemari sudah lulus nyantri
Sudah hebat setelah nyantri ke kiai

Padahal, ngajinya;
Fikih baru mabadi'
Aqidahnya baru aqidatul awwam
Haditsnya baru arbain
Tafsirnya baru Jalalain
Nahwunya baru imrithy
Itu pun enggak tau khatam semua apa tidak
Itu pun enggak tau selalu melek atau banyak tidurnya

Babat,
27 Mei 2017
1 Ramadhan 1438 H

Thursday, May 4, 2017

Mengapa Mendadak Ustadz?

Mengapa Mendadak Ustadz?

Mengapa dulur-dulur kita yang telat mempelajari Islam (seperti Pak Felix, Pak Syafi'i, Bu Irene, Caesar, dll.), mengalami peningkatan besar tentang tentang agama ini?
Mereka punya pengetahuan yang amat banyak dibanding sebagian (oknum) dulur yang bertahun-tahun berislam dan mempelajari ilmunya di pesantren-pesantren?

Jawabannya,
SEMANGAT

Beliau-beliau itu punya semangat yang luar biasa dalam belajar
Semangat tinggi mengejar sekian belas (atau puluh) tahun ketertinggalan belajar agama
Semangat tinggi itu pula yang menjadikan otak menyesuaikan diri
Otak menjadi lebih mudah menyerap informasi yang dibaca

Semangat ini pula yang menjadikan kepercayaan diri meningkat berlipat-lipat
Walau ilmu baru nyampe satu ayat, karena semangat, ya pede luar biasa untuk mengisi ceramah atau seminar

Di sisi lain, ilmu itu laksana pedang
Makin banyak dipakai dan diajarkan (baca: diasah) ia semakin tajam
Èfèknya, pengetahuan beliau-beliau pun meningkat bak kilat
Meng-aras dulur-dulur yang sudah bertahun-tahun belajar agama

Nah,
Semangat ini erat kaitannya dengan perasaan
Begitu perasaan anda libatkan dalam proses belajar, maka efeknya luar biasa
Anda merasa begitu enteng mempelajari sesuatu
Begitu mudah menyerap pengetahuan-pengetahuan

Berbeda ketika belajar tanpa perasaan
Belajar hanya karena tekanan agar dapat nilai bagus
Belajar dalam tekanan supaya cepat lulus
Belajar dalam tekanan supaya tidak kena marah orangtua
Pasti suuulit sekali masuknya

Coba deh lihat orang yang sedang dilanda perasaan (asmara)
Karena perasaan cinta, ia jadi punya semangat berlipat
Karena cinta pula, ia bisa melakukan hal-hal mustahil dalam keadaan normal
Cinta pulalah yang menyebabkan pembenci pelajaran sastra bisa menulis puluhan atau ratusan baris puisi yang nyastra

Perasaan cinta pula yang mengubah Dom Toretto sanggup melakukan sekian banyak aksi mustahil, seperti dalam film Fast Furious 8.

Karena itu, tumbuhkan cinta
Semaikan debar dalam dada saat belajar, saat membaca karya
Semaikan debar kerinduan saat membaca ayat-ayat-Nya
Niscaya anda akan terperanjat melihat diri yang berbeda

Bukankah Einstein yang disebut orang paling cerdas itu, hanya baru menggunakan sekira 15% kemampuan otaknya?
Nah, cara paling mudah meningkatkan potensi otak ialah lewat perasaan

Wallahu a'lam

Babat, 4 Mei 2017
@mskholid
@ruanginstalasi


Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)