Thursday, June 11, 2015

Tuduhan Kuburiyyun dan Penyembah Kubur

Tuduhan Kuburiyyun dan Penyembah Kubur

Salah satu ciri khas orang NU adalah ziarah ke makam para wali, ulama, kiai, dan masyayikh mereka.
Motivasinya tak lain adalah mendoakan orang-orang shalih itu, para wali, guru2 kita, syaikh kita yang telah berjasa kepada kita.

Para wali (songo, dkk.) berjasa menjadi perantara islamnya kita. Abad ke 7 atau ke 11 ya (coba cek sejarah). Itu artinya ratusan tahun lampau.

Artinya, zaman itu tidak semudah sekarang. Belum ada pesawat terbang, mobil, atau bahkan helikopter. Tentu saja butuh nyali yang besar dan tekad kuat untuk menyeberang lautan berbulan2 demi berdakwah dan mengajak kita masuk Islam.

Pengorbanan yang amat besar. Gak ada yang ngasih gaji atau uang saku bulanan. Mereka berjuang sendiri.

Juga makam guru2 kami, masyayikh dan ustadz. Kami mendoakan mereka agar dilapangkan kuburnya dan diberikan rahmat seluas2nya oleh Allah swt di alam barzakh.

--------------

Dalam beberapa literatur kelompok sebelah, orang2 yang gemar ziarah itu, disebut قبوريون para pecinta kuburan, atau lebih ekstrim: para penyembah dan peminta2 kubur.

Maka, mereka pun kerap kali posting gambar orang yang bersujud dan "ngelesot" di pinggir makam wali.

Ini yang perlu dijelaskan.
Yang berlaku ghuluw (saya kenal istilah ghuluw juga lho. Alumni Lipia jeee...!), seperti itu hanya satu dua. Hanya mereka-mereka yang awam dan tidak mengerti ajaran agama ini dengan baik. Solusinya, ya bukan diharamkan ziarah, disyirikkan, tapi diberi pengertian, disuruh mengaji #AyoMondok.

Seperti halnya dikalangan teman2 kami tetangga, ada juga beberapa orang yang begitu mudah bilang (klaim) ini haram, sesat, bidah, syirik, kufur, dll.

Saya pikir itu hanya sebagian kecil saja. Yakni mereka (dari kelompok tetangga) yang baru belajar agama, atau yang belum lulus i'dad lipia.
Mereka yang Arbain Nawawiyah saja belum khatam, apalagi Silsilatul Ahadits as-Shahihah dan pasangannya Silsilatul Ahadits ad-Dhaifah, karya muhadditsul ashr *versi mereka* Syaikh Albani.

-------------------

Tentu saja, para masyayikh kami, guru2 kami yang memandu ziarah ke makam wali, saya jamin tak ada satu pun yang sampai sujud2 di depan makam, atau menyembah-nyembah. Tak ada pula yang meminta kepada para wali itu dalam doanya. Tidak pula mengajari jamaahnya seperti itu.

"Mintalah kepada Allah, jangan meminta kepada makhluk"

Itu tulisan peringatan yang lazim kita temukan di makam2 para wali.

Terus, kenapa harus datang ke makamnya? Bukankah sudah cukup mendoakan dari rumah?

Jawabnya, kami sudah amat terbiasa, amat sering berdoa untuk beliau2, hampir 5x sehari, tiap usai shalat. Makanya, perlulah sesekali kami menziarahi malam para wali dan masyayikh kami.

Seperti halnya, kami tiap hari bershalawat kepada Baginda Rasulullah saw hingga ratusan kali. Namun, tetap saja bacaan shalawat itu tak pernah cukup mengobati kerinduan kami pada beliau.

Maka, kami membutuhkan ziarah makam Baginda Rasulullah saw. Membaca shalawat di samping makam Rasulullah, rasanya, benar-benar berbeda dibandingkan saat kami bacakan nun jauh di Tanah Jawa.

-----------

Dalam konteks lain, bagi hidup merantau jauh dari orangtua. Pasti sudah terbiasa mengirimkan uang bulanan untuk bapak-ibunya yang sudah tua. Yang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan harian beliau.

Namun, apakah cukup bagi kita sebagai anak (atau dari sisi mereka sebagai orangtua) andai kita 3 kali lebaran, 3 kali puasa tak pulang2. Tak pernah mudik menemui orangtuanya. Kayak Bang Toyib.

Kira2 seperti itulah...
Jadi, mulai sekarang lebih baik alihkan prioritas dakwah dan tema dakwah anda, agar Islam ini tak semakin asing.

***Dengar islam asing ini saya jadi tergelitik nulis lagi. Karena, ada yang menafsirkan asingnya Islam di akhir zaman ini adalah dalam bentuk fisik seperti cingkrang, jenggot tak terawat, kepala gundul, dan atau dahi gosong. Lain kali aja ditulis ya...

Wallahu a'lam...
Semoga tulisan2 saya adalah sebuah kebaikan yang bernilai ibadah. Saya bertawassul dengan tulisan2 yang tersebar di blog2 dan Sosmed saya.

رب لا تذرني فردا وأنت خير الوارثين

Beda Istilah "Wiridan" dan "Ma'tsurat"

Beda Istilah "Wiridan" dan "Ma'tsurat"

Kalau di NU sudah sejak lama, puluhan tahun, kami mengenal istilah wiridan. Zikir berisi kalimat2 thoyyibah, tasbih, tahlil, tahmid, dan ayat2 alquran ajaran Rasulullah saw.

Wiridan ini, sejak kecil tak kami ketahui asal usulnya. Tak ada buku yang dicetak dengan nama penyusunnya. Tak ada pula buku dengan nama dan alamat penerbitnya. Semua kami hafal begitu saja, di luar kepala, dari guru2 kami, kiai, ustadz, dan para imam sambil mengamalkannya 5x sehari tiap usai shalat.

Lama2 hafal sendiri. Tentu saja dengan suara keras dan bersama2. Sebagaimana kami hafal Qalbul Quran, surah Yasin, tanpa pernah mengingat kapan kami menghafalnya.

Namun, saat besar, saat sudah bisa membaca kitab kuning sendiri, atau kitab berbahasa Arab, atau Shahih Bukhari Muslim dan kutubut tis'ah lainnya, kami paham, bahwa semua bacaan dalam wiridan itu amat besar pahalanya. Semua atas anjuran Rasulullah saw.

Di sisi lain, teman-teman PKS kami juga punya. Dikenal dengan nama "ma'tsurat". Disusun oleh Imam Hasan Al Banna, ulama dari Mesir.

Ma'tsurat ini amat terkenal di kalangan teman2 kami itu. Bukunya dicetak kecil2 dengan tertulis nama penyusun dan penerbitnya. Rata2 teman-teman kami dari PKS selalu membawa buku kecil ini saat bepergian. Bekal untuk "wiridan" ketika usai shalat.

Disebut ma'tsur karena sesuai dengan maksud artinya yakni bersumber dari dalil2, riwayat dari Rasulullah saw.

Saya coba cek, isinya hampir sama persis dengan wiridan yang sejak puluhan tahun diamalkan warga NU. Hanya, ada beberapa pengurangan dan perubahan urutan bacaan zikir.

------------------

Namun, ternyata. Istilah wiridan dan ma'tsurat ini bisa menimbulkan masalah. Bagi yang baru mengenal agama ini kala di kampus negeri, akan dengan mudah menyebut wiridan tidak sunnah, tidak sesuai dalil yang Shahih. Yang Shahih dan ma'tsur adalah buku Wirid kecil yang mereka bawa.

Lha...?????!!!
#AyoMondok

Ini kan bahaya besar.
Mengancam persatuan umat di tengah keterpurukan. Di kala kita sedang berusaha bangkit dari penindasan, kita justru disibukkan oleh soal2 kecil yang tak berguna.

Yang zikir bareng juga dimasalahkan. Padahal, masalah sebenarnya itu kan pada umat yang tidak mau berzikir. Atau mengingkari bahwa zikir itu sunnah.

Sesungguhnya, saudara2 kami dari kampus2 besar negeri ini amat berpotensi. Modal besar kebangkitan umat, jadi kami berharap NU tidak menjauhi mereka, tidak memusuhi mereka. Hanya karena ketidakmengertian agama, mereka bisa salah kecil. Karena dari tangan merekalah ide2 kreatif kebangkitan umat muncul.

Wallahu a'lam
Ruang Instalasi
Barra Kids Wear
Garuda Lestari Konveksi
PIN BB 7ED7A5A4

Imam yang Berputar usai Shalat

Imam yang Berputar Usai Shalat

Sore itu saya terpaksa maghrib di jalan. Langsung saja belok di masjid yang sedang kumandangkan adzan Maghrib.

Rupanya, itu masjid kelompok tetangga. Saya tak pernah pedulikan urusan tetangga atau serumah dalam urusan begini.
Asalkan, bekas saya shalat tidak dipel layaknya bekas dijilat anjing saja, masjid itu akan jadi pilihan untuk shalat saya.

Kali ini saya cerita bukan soal masjidnya. Tapi, soal imamnya. Usai shalat, sang imam langsung balik kanan. Putar menghadap jamaah 180 derajat.

Saya terus perhatikan. Bukannya mewirid (baca aneka zikir anjuran), si imam justru sibuk mengedarkan pandangan ke jamaahnya. Seakan menyelidik siapa saja yang ikut jamaah dan yang tidak. Tatapannya tajam, mengawasi siapa yang membaca zikir atau diam saja.

Sementara, mulut si imam malah tertutup rapat. Tak terlihat bergerak-gerak atau bahkan sekadar berbisik zikir.
Malah, dia meludah kecil ke samping kiri. Sepertinya membuang sisa2 selilit makan sore itu. (Wkwkwk. Untuk momen ini saya benar-benar tertawa dalam hati).

Saya dapat melihat dengan jelas tingkah laku si imam karena posisi shaf saya strategis.

-------------------------

Dalam batin, saya bertanya2.
Apakah seperti ini yang disunnahkan Rasulullah ketika usai shalat?

Ketika di sisi lain kelompok tetangga ini mengolok2 warga NU yang wiridan usai shalat dengan suara keras dan bareng2, dia menawarkan "sunnah" yang dibatin dalam hati gitu?

Ataukah motivasi agar berbeda dengan tetangganya saja yang begitu dominan sehingga ia tak mau sekadar membaca wirid seperti yang dibaca warga NU--walau dengan suara lirih, misalnya.

-------------------------------

Di sisi lain, saya sudah mulai kuatir dengan kebiasaan warga NU kami. Dimana mereka mulai ketularan virus "lamcing" ini. Habis shalat kencing (eh, bukan. Plencing-kabur). Rata2 tak sampai 1 menit sudah bangkit dari duduknya dan pulang.

Padahal, sunnah Rasul amat mutawatir bahwa usai shalat adalah waktu yang amat berharga untuk berdoa, baca wirid (aurad atau ma'tsurat --istilah teman2 PKS).

****** Beda istilah bacaan dzikir ini, ternyata bisa menjadi masalah. Ada yang dibilang sunnah ada yang bidah. Padahal, juga yang dibaca sama2 aja, sama2 dari Rasulullah. Hanya ada penambahan dan pengurangan berbeda.
Lain kali aja ditulis...

Kalau dikira2, wiridan standar yang sudah disingkat plus doanya itu membutuhkan waktu sekira 2,5 menit. Ya, saya pernah menghitungnya dengan kecepatan bacaan hafal luar kepala.

----------------

Coba baca hadis Nabi saw (aw kama qaala) yang selalu saya ingat2 tiap habis shalat.

"Malaikat itu tak henti2nya mendoakan orang yang selesai shalat, selama ia tetap di posisi duduknya.
Malaikat berdoa: Ya Allah, ampunilah dosa2nya dan berikanlah rahmat baginya."
[Shahih]

Artinya, semakin lama kita duduk di masjid usai shalat, semakin lama kita didoakan malaikat. Keren kan??!!

Awas, ntar lak tanya: hadis Bukhari Muslim gak?

***

Deket, 11 Juni 2015

Barra Kids Wear
Garuda Lestari Konveksi
PIN BB 7ED7A5A4
0856 4625 2020 WA available

Wednesday, June 10, 2015

Tentang Memutar Kaset Ngaji di Masjid

Ketika ada yang nulis status bahwa Pak JK melarang menyetel kaset ngaji menjelang Subuh, banyak yang mencaci beliau. Menuduh yang tidak2, bahkan sampai singgung2 rezim Jkw dan ngatain kalimat tak pantas lainnya.

Padahal, belum tentu pula yang komentar itu membaca langsung atau mendengar secara lengkap transkripnya.
Itu sama saja dengan tiga orang buta yang berdebat soal gajah. Si A memegang belalainya, si B pegang telinganya, si C pegang perutnya.

Bisa anda bayangkan apa yang terjadi dalam perdebatan mereka.

Dengan sedikit menyindir saya langsung komentar:

"Kan bid'ah"????

Memang,
Bagi sebagian orang (tetangga) memutar kaset mengaji adalah bidah yang tak ada dalilnya dalam Alquran maupun hadis nya. Yang ada dalilnya itu kan membaca Alquran dengan suaranya sendiri.

Jadi, itu adalah (sekali lagi, menurut mereka), adalah perbuatan sia2.

Jadi, seharusnya kan Pak JK mereka dukung. Karena membantu proyek mereka memberantas bidah. Kok malah ramai dan bikin status2 tak jelas di medsos atau memuat berita yang isinya sepotong2. Yang ujung2nya, lagi-lagi menjelek2kan NU dan pengikut walisongo.

---------------------------

Kalau anda baca lagi kalimat Pak JK sesungguhnya beliau menawarkan solusi tengah2 yang menguntungkan bagi semua.

Suara mengaji di masjid harus tetap ada (meski pakai kaset), namun waktu pemutaran jangan terlalu dini. Cukup sekitar 15 menit sebelum adzan Subuh.

Pun, volume suara jangan terlalu besar. Biar bisa didengarkan lebih lembut. Utamanya bagi masjid yang kualitas speaker nya tak sehalus Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Wallahu a'lam

Pelosok Kedungpring,
22.24 WIB
#NganterNgaji sambil melamun

Barra Kids Wear
Garuda Lestari Konveksi
PIN BB 7ED7A5A4

Tahlilan, Yasinan, Maulid Jangan Jadi Fokus Dakwah

Ada sebuah posting media online. Sebuah rumah di penduduk dirusak warga gara2 pemilik nya tak mau tahlilan dan yasinan.

Follower status langsung banyak komentar. Rata2 menyudutkan NU. Menjelek2kan orang Lombok. Menuduh yang tidak2...

__________

Mbok ya, tolong dilihat akar masalahnya dulu. Jangan sampai kita berdebat, menyalahkan, menghina orang2 NU gara2 ada berita seperti itu.

Bisa jadi, orang yang rumahnya dirusak itu, tidak sekadar tidak ikut tahlilan. Tapi, memanas2i warga , memprovokasi warga, dan mengklaim warga itu sesat semua.

Menuduh mereka ahli bidah, pelaku syirik, kafir, penyembah kubur, dan titel2 lainnya yang buruk.

Makanya, salafi itu kalau dakwah utamakan yg tidak menimbulkan konflik.

Lha terus temanya apa?
Ya, carilah sendiri. Wong punya otak buat mikir. Tiap daerah dan wilayah itu punya ciri ssendiri punya prioritas utk dijadikan fokus dakwah. Tidak bisa lalu digebyah uyah semua harus tegakkan anti bidah, anti maulid, anti yasinan, anti tahlilan, anti...
Ya jelas saja mereka akan marah.

Wong shalat jamaah saja belum tentu istiqomah di masjid kok. Mosok mau kalian ceramahi bahwa ibadah yasinan dan tahlilannya bidah, tak bernilai ibadah. Sia-sia.

Coba saja, kalau orang NU itu trus fokus dakwah kepada kelompok salafi dengan tema; bahwa menuduh2 orang sesat dan bidah itu haram dan bidah juga.

Pasti orang2 salafi juga akan marah. Lha wong dakwah/ibadah andalannya dianggap bidah dan sia2.

Jadi orang yang arif gitu lah sama orang lain. Apalagi sesama muslim. Beda memahami teks syariah itu biasa, tapi jangan menganggap pemahaman anda yang paling tepat.

Apalagi kalau yang dirujuk  (dan dikatakan salafus shalih) itu ibnu taimiyah, as syathiby, syekh utsaimin, syekh bin baz, syekh Albani, dkk.

Ya, jelas gak benar lah memahami teks agama hanya berdasar pemahaman ulama2 tersebut

Babat, 10 Juni 2015

Barra Kids Wear
Garuda Lestari Konveksi
7ED7A5A4
0856.4625.2020 WA

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)