Wednesday, July 29, 2015

Empat Komponen Fungsi Kekhalifahan Manusia

Manusia, Sebagai Khalifah di Bumi, tugas pertama yang dimunculkan oleh Allah untuk manusia di bumi adalah sebagai khalifah. Sebagai pemimpin dan pengatur kehidupan di bumi supaya bisa berjalan dengan baik. Artinya, fungsi kekhalifahan ini berlaku bagi setiap individu manusia. Tidak bisa diartikan bahwa semua manusia harus menjadi khalifah (pemimpin; dalam bentuk raja, presiden, atau perdana menteri, dll.) untuk menjalan fungsi tersebut.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30)
Al-Baqarah 30

Dan, fungsi kekhalifahan itu akan bisa berjalan dengan baik apabila setiap individu manusia bekerjasama sesuai dengan posisi dan kapasitasnya.

Dalam salah satu hadits Rasulullah saw disebutkan syarat tercapainya fungsi itu.

Pertama,
بعلم العلماء
(Ilmunya para ulama)
Orang-orang pintar, yang diberikan karunia (kemudahan) ilmu oleh Allah masih mau mengajar.

Zaman sekarang ini, orang-orang berilmu mumpuni mulai enggan mengajar. Para kiai banyak yang lebih suka ngurusi partai dan organisasi. Lulusan sarjana, ogah-ogahan mengajar di sekolah. Maklum, gajinya tak seberapa.

Akibatnya, yang mengisi posisi transfer ilmu dan kependidikan itu, orang-orang yang kerap kali tak mumpuni menjadi seorang guru-pendidik. Dampaknya, ya...

Kedua,
بعدل الأمراء
Sikap adil para pemimpin.
Pemimpin dari tingkatan yang paling rendah, harus memikirkan setiap keputusannya; sudah adil apa belum.

Pak RT, Pak RW, Pak Bayan, Pak Carik, Kades, Camat, Bupati, Pegawai Dinas Pendidikan, Pegawai Dinas Kementerian Agama, Panitia seleksi masuk PNS, seleksi kepegawaian, gubernur, presiden, dsb., harus mendasarkan keputusannya atas azas keadilan.

Ketiga,
Kedermawanan Orang Kaya.

Salah satu fungsi orang kaya adalah memutarkan uang karunia Allah itu agar bisa menyebar ke orang-orang yang membutuhkan.
Supaya dana dan kekayaannya itu tidak hanya muter di kalangan orang-orang kaya saja.

Hendaknya orang kaya itu tidak hanya gemar bersilaturrahim antar orang kaya saja. Nongkrongnya juga dengan sesama club mobil BMW, Mercedes, atau Ferrari. Tapi, juga terkadang perlu datang ke orang-orang lemah ekonominya dan kedudukannya.

Yang diberi bantuan hukum (saat tersangkut fitnah "pengadilan" negeri ini, misalnya) tak hanya teman-temannya yang kaya raya dan berduit dan siap dibantu ratusan pengacara. Tapi, juga harus membantu nenek-nenek yang terpaksa mengambil barang orang lain secukupnya, hanya untuk menutupi lapar.

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ...
Al-Hasyr : 7

Keempat,
Doanya Orang-orang Melarat

Ini yang kerap diremehkan banyak orang.
Orang-orang lemah dan melarat secara ekonomi, itu kerap kali adalah orang-orang yang paling manjur doanya. Paling didengar Allah.

Nah, biar orang-orang lemah dan melarat itu doanya bagus dan baik, maka ketiga komponen sebelumnya harus berlaku baik kepada mereka.

- Orang alim tidak boleh membeda-bedakan murid. Yang kaya diperhatikan, yang anak miskin dicuekin. Tak boleh menerima santri yang kaya saja. Tapi, yang miskin juga diterima, bila perlu didanai dan diberi kecukupan selama mondok.

- Para pemimpin harus bersikap adil (khususnya) kepada rakyatnya yang lemah dan melarat. Bukan mendahulukan mereka yang ada koneksi dan kepentingan. Kalau ada bantuan program dan dana utk masyarakat, yang didahulukan oleh Pak RT / Pak Kades ya tidak boleh sanak keluarganya. Tapi, cari yang paling melarat dulu.

- Orang-orang kaya harus gemar bersedekah dan mengeluarkan zakatnya. Tapi, dengan cara yang baik dan terpuji. Tidak dengan cara mengumpulkan ribuan orang di rumahnya, lalu disuruh antre untuk menerima sumbangan satu persatu. Cara seperti ini justru lebih merendahkan  derajat dan martabat kaum papa. Alangkah elegannya, andai si kaya datang langsung ke rumah orang-orang lemah itu (atau menyuruh karyawannya) untuk mengantar zakat/sedekahnya.

Bahkan, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa
Sesungguhnya, Allah itu menurunkan hujan karena tidak tega dengan binatang ternak dan orang-orang lemah.
(au kama Qala Rasulullah saw).

----

Bila Keempat komponen itu bisa bersinergi, maka fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi akan tercapai.

Wallahu A'lam...

M. Shorih Kholid Fadlol
Teacher, Book & Coffe Lover

*Maaf, catatannya mungkin terlalu panjang. Nulis pakai laptop jadi keenakan nulisnya. Biasanya cuma pakai jempol. Hehehe...

Sunday, July 26, 2015

Momen Paling Melegakan

Saat santai berdua di kamar, saya iseng bertanya pada istri,

"Sayang, apa momen yang paling melegakan bagi seorang manusia? Ini berlaku bagi semua orang lho; tua, muda, kaya, miskin, melarat, konglomerat, pasti punya satu momen ini."

Lama istri saya tak menjawab.
Entah mikir atau ogah2an karena sering saya kerjain.
Akhirnya, dia mencoba peruntungan,

"Pasti momen ulang tahun."
"Salah!" Jawabku, "Aku ulang tahun tiap tahun juga biasa saja."

"Apa ya?"
Gayanya, seakan sedang berpikir jawaban.
Tiba-tiba dia menyahut,
"Menyerah deh..."

"Ngono wae gayane sok mikir??!!"

"Momen itu adalah saat selesai buang air besar (berak)." Jawabku yang langsung diiyakannya.

Ya,
BUANG AIR BESAR

Apalagi kalau setelah seharian gak bisa keluar, sementara pas keluarnya butuh ngeden karena sudah mengeras. Wuihh, rasa nikmatnya itu masih terasa walau 2 jam lebih dari peristiwa. Bahkan daei pagi hingga sorenya.

Karena itu, Rasulullah ajarkan kita untuk bersyukur,

"Alhamdulillah, Ya Allah, Engkau telah hilangkan rasa sakit dari diriku dan menyehatkanku."

الحمد لله الذي أذهب عني الأذى وعافاني

Biasanya, saya baca doa ini dengan penuh penghayatan, penuh rasa syukur dan bahagia. Tentu saja tidak cukup baca sekali pas usai hajat. Tapi, berkali-kali tiap saya ingat kenikmatan paling melegakan dalam hidup ini.

--------

Padahal, apa sebenarnya yang kita keluarkan itu?
Justru adalah makanan2 yang bisa jadi luar biasa enaknya; sate, gule, ayam bakar, pecel, mie ayam, soto, sup, ikan bakar, dll.

Tapi, tak sedikit pun kita merasa ragu untuk mengeluarkan mantan makanan enak2 itu. Malah gembira dan menimbulkan efek lega luar biasa. Kenapa? Karena, saat itu kita benar2 ikhlas dan rela barang itu berpindah dari perut kita.

Seperti itulah sebenarnya saat kita bersedekah. Andai tiap sedekah, zakat, infak, yang kita keluarkan seikhlas kita mengeluarkan "barang" itu, maka sebanyak apapun harga yang kita keluarkan,keluarkan niscaya akan timbul kelegaan dan kepuasan yang hampir sama. Bahkan, bisa jadi lebih woww dibanding buang air besar.

Sebaliknya, kalau ada yang sedekah tapi kok hatinya tak lega, tak puas, maka bisa jadi ada kesalahan dalam menata niat dan hati anda.

Wallahu a'lam

Babat, 26 Juli 2015

Khaled
Teacher, Book & Coffee Lover

Thursday, July 23, 2015

Berjuang; Tenaga, Pikiran, Waktu, dan Uang

Sejak semalam, saya maju mundur untuk share masalah yang seperti ini dalam khalayak luas. Lewat media sosial pula. Kuatir terkesan pamer atau lainnya.
Hal "kecil" seperti ini sudah menjadi kebiasaan kami sejak dulu. Sejak saya masih gabung dengan teman2 Wasiat Jakarta di Jakarta.

Berorganisasi adalah berjuang.
Tak hanya tenaga, pikiran, dan waktu yang kita korbankan. Tapi, juga sedikit uang yang kita simpan.
Teman-teman yang mampu, yang punya rezeki cukup (tidak kekurangan), biasanya akan dengan sukarela mengeluarkan beberapa lembar demi jalannya acara bersama.

Termasuk yang kami lakukan malam ini, usai mempersiapkan acara di aula PP TABAH. Kami melingkar dan membicarakan apa yang kurang. Maka, satu persatu pun keluar duitnya.
Lumayan.

1.250.000 terkumpul malam ini. Walau masih jauh dari kata berkecukupan.
Saya amat bersyukur. Allah masih menggerakkan hati mereka yang ekonominya cukup untuk menyisihkan hartanya demi berjuang.

Dan ternyata,
Saya perhatikan teman-teman yang selalu dengan sukarela menyisihkan hartanya untuk perjuangan, akan selalu dimudahkan jalannya oleh Allah swt dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. 

Subhanallah...
Jazakumullah ahsanal jaza'...
Kata terakhir dari Cak Anam Anshori, "Tak usah malu meminta-minta. Wong bukan untuk diri kita sendiri aja kok. Uangnya kan untuk kepentingan orang banyak."

-----

Kranji, 22 Juli 2015
Khaled
With
Cak Ahmad Millah Full Anam Anshori, Cak Moh. Nur Huda Cak Mufarrih, Reang Rohul Hakim Purnomo, Pak Mulyo, dan lain-lain

Wednesday, July 22, 2015

Cinta yang Sempurna

Ada doa yang tiap malam dipanjatkan tiap usai shalat tarawih. Doa yang dibaca ribuan imam dan diaminkan jutaan muslim. Sejak awal Ramadhan hingga malam ke 29 lalu.
Doa itu berbunyi:
اللهم اجعلنا بالإيمان كاملين . ولفرائضك مؤدين . وعلى الصلوات محافظين...
Poin pertama yang kita minta pada Allah sepanjang malam bulan Ramadhan lalu, adalah:
"Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang punya imam sempurna..."

Ya, iman yang sempurna.
Lalu, timbul pertanyaan; iman yang sempurna itu seperti apa ciri-cirinya?
Apakah orang yang percaya tiada  tuhan selain Allah?
Percaya Muhammad adalah utusan dan Nabi Allah
Percaya pada kitab2 Allah, para malaikat, percaya qadha qadar, dan hari kiamat,

Bisa langsung disebut punya iman yang sempurna?
Tidak bisa.
Ada beberapa ciri sehingga seseorang bisa disebut punya iman yang sempurna, seperti dawuh Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Yang pertama,
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب اليه من ولده ووالده والناس أجمعين.
"Tidak sempurna iman seseorang dari kalian sebelum aku lebih dicintainya melebihi cinta kepada 
anaknya, orangtuanya, dan seluruh manusia."

Hmmm...
Ciri pertama ialah: menjadikan sosok Rasulullah saw sebagai panutan, teladan, dan pribadi yang paling dicintai melebihi anak sendiri, orangtua kandung, dan seluruh manusia di muka bumi.
Kalau cuma mengalahkan cinta dari artis pujaan, penyanyi, aktor, atau anak tetangga sih enteng. Tapi, kalau harus mengalahkan cinta kepada anak2 kandung, orangtua dan seluruh manusia????
Berrrrrat Men...!!!
Karena berat itulah, ganjarannya juga keren.
Stempel  "IMAN YANG SEMPURNA"
Nah, kira2 ada tidak orang yang seperti itu?
ADA. Banyak sekali.

Para sahabat Rasulullah adalah orang2 pilihan yang rela mengorbankan jiwa raga, harta, dan seluruh yang dimiliki demi cintanya pada Allah dan Rasul Nya.
Ada sahabat Abu Bakr yang merelakan seluruh hartanya semi kebutuhan jihad.
Saat ditanya Rasulullah,

"Lalu, keluargamu kau tinggali apa Abu Bakr?"
"Aku tinggalkan Allah dan Rasul Nya."
Rasulullah saw terharu mendengar jawaban beliau. Padahal ketika itu, Madinah sedang musim paceklik.

Ada juga Ali yang rela menempati dipan Rasulullah di malam hijrah. Padahal puluhan pemuda quraisy sudah siap menghunus pedang, mengitari rumah kanjeng Nabi.
Juga kisah sahabat2 lainnya.

Para auliyaullah... para wali Allah, salah satu cirinya ialah menjadikan Allah dan Rasul Nya sebagai ang paling dicintai melebih cinta kepada harta, keluarga, anak2, dan seluruh umat manusia.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mencintai Allah dan Rasul Nya melebih cinta pada semua makhluk?

Para ulama mengajarkan untuk meminta rasa cinta itu pada Sang Pemilik cinta, pada yang Maha Membolak-balik hati. Meminta pada Allah SWT.
اللهم إني أسألك حبك. وحب من يحبك. وحب عمل يقربني إلى حبك


"Ya Allah, karuniakanlah kepadaku rasa cinta kepada-Mu, dan rasa cinta kepada orang2 yang
 mencintai-Mu, juga cinta kepada amalan-amalan yang mendekatkan pada cinta-Mu."


---------


Khaled
Drajat, 22 Juli 2015

Saturday, July 18, 2015

Pemimpin Harus Pandai Beretorika

Pemimpin memang harus pandai beretorika. Pandai memilih kata dan kalimat yang tidak membahayakan kelompok sini dan sana. Atau potensi timbulkan konflik dari kelompok sana atau sini. Karena, memang seperti itu bagian dari fungsi pemimpin.

Apalagi, rakyat yang dipimpinnya tak sekelas Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abdurahman, Zubair, Thalhah, Abdullah, Zaid, Sa'ad, Bilal, dan sahabat-sahabat Rasul lainnya.

Yang kiai terhebat dan termasyhur zaman ini (sekalipun) masih gak ada sejentik dari kualitas mereka رضي الله عنهم

Apalagi, cuma ustadz yang populer berbekal suara merdu dan wajah ganteng??!!!

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)