Tuesday, June 19, 2018

Membenci Maksiat Harus Pakai Ilmu

• Membenci Maksiat Harus Pakai Ilmu •

Misalnya, anda di jalan raya.
Lihat anak-anak jalanan sedang menghadang kendaraan atau meminta-minta agak memaksa.
Anda mungkin bergumam; "Anaknya siapa itu, ya? Kok bisa kayak gitu? Apa gak diurus orangtuanya?"

Anda marah dan membenci kelakuan mereka.
Bahkan bisa jadi, muncul sumpah serapah yang lebih buruk--jika korbannya adalah anda sendiri.

Tapi,
Begitu diberitahu bahwa yang di jalanan tadi itu salah satunya ialah keponakan anda.
Saya yakin kalimat gumam anda bakal berubah.
"Mugi-mugi Gusti Allah mengampuni. Semoga segera sadar dan bertobat."
Kalimat anda berbalik 180 derajat.

Misalnya,
Anda mendengar tetangga anda jadi korban narkoba
Kecanduan obat terlarang.
Bisa jadi, anda akan bicara buruk tentang tetangga itu
Kebablasan, ngomong yang tidak-tidak

Tapi,
Begitu menyadari bahwa tetangga itu yang suka memberi anda
Sering mengirimi sembako
Suka memberi pinjaman utang (nirbunga)
Sikap anda berbalik 180 derajat
Mendoakan semoga segera sembuh dan terhindar dari narkoba

Misal lainnya,
Anda naik bis umum
Kaki anda terinjak penumpang lain
Seketika anda bergolak mau marah dan menyentak si penginjak

Namun,
Begitu tahu si penginjak itu seorang perempuan muda yang cantik
Sikap anda bisa berubah ...
"Gak apa-apa, mbak. Gak sakit kok...!!!"

Lha,
Terus, anda marah itu karena kesalahannya,
ataukah ...
Karena dia tidak "cantik" dalam standar anda?

Sebabnya ialah:
Kasus pertama, anda menyikapi maksiat/kesalahan tanpa kepentingan
Kasus kedua, karena Anda menyikapi maksiat dengan kepentingan
Di sinilah pentingnya ilmu dalam menyikapi segala hal
Termasuk sikap tegas terhadap maksiat atau kesalahan yang diperbuat orang lain.

Di sinilah, ilmu tasawuf menunjukkan perannya
Sehingga anda bisa bersikap adil, penuh hikmah dalam menyikapi kebaikan ataupun keburukan orang lain (keluarga atau tidak, separtai atau tidak, seorganisasi atau tidak, sesuku atau tidak).

Wassalam...

Babat, 19 Juni 2018
@mskholid

*disarikan dari ngajinya Gus Bahauddin Nursalim نفعنا الله بعلومه

Thursday, May 31, 2018

Bawa Anak Kecil ke Masjid

• Bawa Anak Kecil ke Masjid •

Maghrib itu, saya bersama istri ke salah satu masjid favorit di kota saya.
Bahkan, cenderung jadi salah satu ikon kota kecil ini.
.
Kami mengajak juga si kecil. Si kecil ini jarang nangis saat di masjid. Tidak suka teriak-teriak. Paling ya lari-lari di marmer/karpet masjid yang indah dan nyaman itu. Maklum, di rumah kami tak punya lantai atau marmer sebagus di masjid. Mungkin dia senang, bahagia menemukan kemewahan baru.
.
Di tengah shalat (rakaat 2), si kecil menangis keras. Hati saya gundah. Galau sepanjang shalat. Posisi dia di shaf perempuan di belakang bersama bundanya.
.
Ada apa? Gak biasanya si kecil nangis sekeras dan sekencang itu. Bahkan sepanjang itu.
Yang bikin saya tambah galau, bacaan imam pada rakaat itu kok terasa semakin naik volumenya. Kesan yang saya tangkap, pak Imam mencoba menandingi kencangnya tangisan si kecil.
Kesan yang saya tangkap lagi, bacaan beliau kok tambah lama dibanding rakaat awal tadi. Saya makin galau. Sementara si kecil belum berhenti tangisannya.
.
Usai salam, saya langsung beranjak ke belakang.
Meminta penjelasan dari istri.
Rupanya si kecil awalnya kejar-kejaran dengan anak yang lebih besar darinya.
Entah sekadar dikejar atau diperlakukan hal lain (istri gak tau).
Yang jelas dia menangis di jarak yang cukup jauh dari istri.
Lalu kebingungan mencari lokasi istri--demi meminta perlindungan
Ya, bisanya cuma nangis. Wong anak kecil.
.
Persoalan anak kecil ke masjid ini memang jadi polemik di masyarakat dan atau takmir. Antara diperbolehkan atau dilarang.
Keputusan terbaik, lihat situasi dan kondisi setempat saja.
Takmir yang berpikiran terbuka lebih mengerti mana yang terbaik.

-------

Pertanyaannya, bolehkah bawa anak kecil ke masjid?
Kalau berdasarkan riwayat Nabi saw; jawabannya pasti BOLEH.
.
#1
Ada riwayat Baginda Rasulullah saw suatu ketika menjadi imam. Namun, beliau sujudnya terlalu lama. Gak seperti biasanya. Sebagian makmum sampai penasaran; ada apa?
Rupanya, cucu Nabi saw yang masih kecil sedang asyik "ngangkruk" di atas punggung Baginda Nabi saw.
Beliau tidak ingin mengganggu keasyikan cucunya bermain.
Padahal beliau sedang shalat lho, ya...
Artinya, anak kecil juga diperbolehkan ke masjid
Artinya, sebagai orang dewasa yang sedang shalat, beliau tidak ingin mengganggu anak kecil yang sedang bermain
.
#2
Ada riwayat bahwa Rasulullah saw menyarankan para imam agar pengertian dengan kondisi jamaahnya. Sebab, jamaah itu kondisinya pasti berbeda-beda. Ada yang tua, ada yang sibuk, ada yang sakit, ada yang punya anak kecil. Terkait anak kecil di hadits ini, terbuka dua kemungkinan. Si kecil ditinggalkan di rumah atau sedang dibawa ke masjid.
.
Pertanyaan kedua,
Kenapa Pak Imam di masjid favorit itu masih juga panjang bacaannya walau mendengar tangisan anak kecil?
Saya tidak tau jawaban pastiya.
Ada kemungkinan beliau saking enaknya ngaji, sampai tidak mendengar ada tangisan anak kecil di belakang yang sedang berharap uluran tangan bundanya.
.
Pertanyaan ketiga,
Mungkinkah kita berharap punya generasi muda yang dekat dengan masjid, yang aktif di masjid, sementara sejak kecil mereka tidak pernah dibiasakan ke masjid?
Bahkan dilarang!!!
Atau bahkan dimarah-marahi dan diancam kalau rame di masjid?
NOL. NOL. NOL.
.
Saya saja yang sejak kecil tidurnya di masjid, lari-lari kejar-kejaran di masjid, main bola di depan masjid, bikin lapangan voly di belakang masjid, malamnya sering tidur di masjid, besarnya segede ini tidak selalu jamaah di masjid.
Apalagi yang sejak kecil nggak pernah ke masjid. Atau trauma masjid.
.
Akibatnya, masjid kita hanya akan kebagian generasi tua renta. Yang memang sudah tinggal menunggu waktu. Wajar.
Bahkan, di usia kepala tiga ini terkadang saya melihat diri saya adalah jamaah termuda di antara para jamaah.
Lalu dimana mereka-mereka yang usia SD/MI, SMP, SMA?
.
Jawabannya memang tidak semata karena larangan sejak kecil masuk masjid.
Zaman now, tantangannya semakin beragam
Gadget, game online, PS, warung kopi wifi, cafe, dkk.
Semuanya berpotensi besar menggerus generasi dekat masjid
Mestinya, ini adalah tantangan bagi masjid untuk menjadikan dirinya menarik dan diminati
Minimal, masjid terasa ramah dan nyaman bagi mereka.
.
Tapi,
Anak-anak kalau berisik itu kan ganggu shalat?
Betul. Kalau berisik dan ramenya kelewatan.
Jika sekadar celotehan si kecil, kok ada yang terganggu, itu yang bermasalah sebenarnya  bukan anak kecilnya. Tapi shalatnya si orang dewasa yang masih berkualitas anak kecil.

Babat, 31 Mei 2018

Wednesday, May 16, 2018

Desain Kaos PKB untuk Cabup Madiun Djos-To

Desain Kaos PKB untuk Cabup Madiun Djos-To

Tuesday, April 24, 2018

Nasihat Yai Salim Azhar untuk Pengurus Baru NU

• Tiga Nasihat Kiai Salim (Yai Sabartas) pada Pengurus NU •

#1. Rela Berkorban Tenaga dan Materi

Menurut Yai Salim, sikap seperti ini dicontohkan dengan maksimal oleh Almaghfurlah Kiai Baqir Adelan semasa hidup beliau. Di mana, Yai Baqir dalam keseharian tidak hanya sibuk ngurusi pondok Kranji, ngurusi dagang kayu, tapi juga ikut jadi pengurus NU. Ikut berjuang bersama di organisasi NU.
.
Tidak hanya waktu beliau yang tersita cukup cukup banyak di NU
Materi dan dana pribadi juga beliau sumbangkan untuk kelangsungan organisasi
Totalitas beliau sebagai sesepuh warga Kranji (NU--khususnya) diharapkan menjadi teladan bagi pengurus baru dalam menjalankan amanah yang diembannya.
.
#2. Menjaga NU dan NKRI
.
Salah satu amanah para ulama (NU--khususnya) adalah menjaga NKRI. Beliau-beliau, yang ikut mendirikan bangsa ini, sudah berijtihad yang hasilnya negara Indonesia ini. Bukan negara berbentuk kerajaan (monarkhi), militerisme, atau federalisme. Tapi Kesatuan Republik Indonesia.
.
Semua warna punya hak dan kewajiban yang sama.
Tak pandang; anak siapa, keturunan siapa, suku apa, agama apa.
Karena itu, kecintaan pada negara dan tanah air perlu terus menerus ditingkatkan
Salah satunya lewat mempopulerkan syair ciptaan Mbah KH Abdul Wahab Chasbullah (Ya Ahlal Wathan).

#3. Tidak Manuk Gelatik Cucuk-é Biru

"Mari Dilantik, Ditinggal Turu".

Babat, 24 April 2018
@mskholid
@ruanginstalasi
Sekjend Ikbal Tabah
.
.
*Sekilas catatan usai Pelantikan Pengurus NU dan GP Ansor Ranting Kranji di Aula YPP Tarbiyatut Tholabah Kranji, Ahad (22/04/2018) lalu.
*capture lirik lagu diambil dari Buku Biografi KH Abdul Wahab Chasbullah, karya Drs. Choirul Anam

Sunday, April 22, 2018

Tiga Tuntas di MA Tarbiyatut Tholabah

• Tiga TUNTAS di MA Tabah •

"Di sini, banyak sekali wisuda," kalimat pembuka tausiyah KH Nasrullah Baqir saat wisuda Prodistik Ma Tarbiyatut Tholabah, Kamis (19/04/2018) lalu.

Wisuda pertama, bagi santri-santri yang lulus baca-hafalan Al-Qur'an dengan Metode Ummi
Wisuda kedua, bagi santri-santri yang lulus baca kitab kuning dan ilmu nahwu dasar dengan metode Al-Miftah lil Ulum.
Wisuda ketiga, bagi santri yang purna dari sekolah formal
Wisuda keempat, bagi santri yang mengikuti program terapan bidang teknologi informasi kerjasama dengan ITS Surabaya.

"Jadi, diam-diam santri yang mondok di PP Tabah ini, bisa tuntas 3 hal," terang Yai Nasrullah.

Program yang dicanangkan Pondok Kranji (PP Tarbiyatut Tholabah) memang didesain supaya lulusannya menguasai beberapa keahlian minimal seorang santri saat lulus.

TUNTAS

#1. BACA AL-QUR'AN TARTIL

Lulusan Pondok Kranji diharapkan minimal bisa baca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Sesuai tajwid dan makharijul hurufnya. Kemampuan ini adalah syarat minimal seorang santri. Jangan sampai ada santri yang memalukan saat ditunjuk jadi imam shalat. Sebab bacaan Al-Qur'an-nya belepotan.

Sebaliknya, jangan ada santri yang terlalu pede maju jadi imam, sementara hafalannya "Qulhu wae, Lek!"
Inilah kenapa standard bacaan dan hafalan menjadi salah satu target lulusan Pondok Kranji.

#2. BACA KITAB KUNING

Setelah Qur'an-nya tuntas, kemampuan yang harus dipunyai ialah baca kitab kuning. Tentu saja sebagai bekal mereka menyelami samudera ilmu agama. Jangan sampai santri nampak fasih bicara soal agama, namun gelagapan saat diminta baca kitab sumbernya langsung.

Waktu belajar di pesantren amat terbatas. Jelas tak mungkin semua kitab yang tersedia, bisa terbaca dan dikaji semua. Maka, dibutuhkan kunci untuk membaca kitab-kitab tersebut. Yakni ilmu nahwu dan shorof. Di sini, peran metode Al-Miftah dirasa mumpuni untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

#3. TUNTAS KOMPUTER

Ini zaman teknologi informasi. Zamannya orang beradu tak hanya di dunia nyata. Pun di dunia maya, kita dituntut untuk menyebarkan kebaikan dan kebaikan lewat sarana yang ada. Tak asal menyebarkan, tapi harus pula bisa mengemas dengan tampilan menarik dan mengenal.

Semua ini tak bisa dicapai tanpa kemampuan yang mumpuni di bidang teknologi. Termasuk dalam menjalankan aplikasi-aplikasi pendukung--semacam After Effect, Adobe Premier, Corel Draw dkk.

Alhamdulillah...
Poin ketiga ini bisa tuntas lewat program Prodistik MA Tabah kerjasama dengan ITS Surabaya.

"Syaratnya ialah temen dan utun," jelas Kiai Nasrullah sebelum memungkasi nasihat dengan doa penutup.

- Catatan usai Wisuda -

Kranji, 22 April 2018
Oleh: MS. Kholid
Sekjend Ikbal Tabah

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)