Apakah Ketua NU (struktural) Harus Kiai dari Pondok Besar?
Apakah Ketua NU (struktural) Harus Kiai dari Pondok Besar?
Maksudnya, pondok yang santrinya banyak. Yang santrinya ribuan--bahkan puluhan ribu?
Menurut saya kok tidak.
Malah, dari pengamatan saya. Kiai-kiai yang ketiban sampur ngurusi "pondok besar" (baca: jumlah santri banyak) justru lebih banyak sibuk ngurusi santri. Sibuk mengisi jadwal ngaji santri di pondok--dengan berbagai macam kitab babonnya.
Imbasnya, waktu beliau untuk ngurusi organisasi jadi tidak banyak. Sehingga, lebih sering cukup duduk di jajaran Syuriah, mustasyar, atau a'wan.
Kedua,
Kecenderungan kiai itu berbeda-beda.
Ada yang nyaman ndeprok, madep dipan. Baca Kitab, mbalagh di hadapan santri.
Sebaliknya,
Ada kiai yang kecenderungannya tidak bisa diam. Biasanya, tipe beliau inilah yang aktif di organisasi--baik NU ataupun urusan praktis kebangsaan (baca: termasuk partai).
Ada juga kiai yang tipe penceramah.
Ahli dan jago ngisi pengajian. Audiens dan masyarakat merasa nyaman, seneng, dan cocok saat menyimak ceramah beliau. Tidak mbosen-in. Fisiknya kuat untuk berpindah-pindah lokasi pengajian. Bahkan, sehari 3-4 tempat pun sanggup.
Ada pula, kiai tipe sembur.
Ahli nyuwuk.
Cukup air putih yang disebul bacaan doanya, hasilnya manjur.
Jadi,
Silakan disimpulkan sendiri-sendiri.
PP Cahaya Quran,
8 Januari 2024
#1Day1Note
#CatatanKholid