• Bukan Hasil, Amal itu yang Penting Keberpihakan •
Ketika Ibrahim as diputuskan bersalah atas kasus penghancuran berhala, Raja Namrudz mengumumkan hukuman kepada beliau dua pekan sebelumnya. Masyarakat pun berduyun-duyun mengumpulkan kayu bakar.
Termasuk para wanita tua, juga ikut mengumpulkan kayu bakar--sebagai bentuk ketaatan pada "agamanya". Walaupun yang sanggup dikumpulkannya hanya beberapa potong ranting kecil. Namun, ini menegaskan wujud keberpihakan dan dukungan terhadap Namrudz.
Saking banyaknya kayu bakar terkumpul, api yang dihasilkan pun teramat besar. Tinggi dan berkobar-kobar.
Akibatnya, Satpol PP yang kebagian tugas melemparkan Ibrahim as tidak sanggup mencapai posisi ideal.
Mau mendekat ke api unggun, tak kuat saking panasnya
Agak menjauh, tidak bisa melemparkan Ibrahim ke tengah api
Coba dilempar lagi sekuat tenaga, tubuh Ibrahim hanya mendekat ke api
Tidak sampai jatuh di tengah kobaran api
Muncullah setan berwujud manusia
Setan datang memperkenalkan teknologi manjanik (ketapel besar) kepada para prajurit
Sebagai alat melemparkan Ibrahim ke tengah kobaran api
Pada perkembangannya, manjanik ini banyak dipakai sebagai salah satu senjata menghancurkan benteng lawan dari jarak jauh
(Termasuk di kisah game Age of Empires)
Ketika Ibrahim berhasil dilemparkan ke tengah-tengah kobaran api, ada dua makhluk kecil yang memilih keberpihakan berbeda;
Pertama, cicak/tokek yang ikut meniup-niup kobaran api
Ketika ditanya kenapa ia melakukan itu; dia menjawab supaya api bisa semakin berkobar-kobar membakar Ibrahim
Secara prinsip, upaya cicak/tokek ini sama sekali tak ada manfaatnya bagi kobaran api
Sekeras apapun dia meniup, sama sekali tak membantu meningkatkan kobaran api
Sebaliknya, tanpa tiupan si cicak/tokek pun api akan tetap berkobar-kobar dengan besar. Tidak lantas menjadi padam.
Amal semacam ini secara lahir, nampak 'muspro' (tiada guna)
Tapi, di situlah keberpihakan
Di sana lah Allah memberikan balasan atas amal tersebut
Meskipun amal tersebut sama sekali tak memberikan hasil
Maka,
Di kemudian hari, Nabi saw pun menyebut cicak/tokek ini dengan sebutan "Fuwaisiq" (si fasiq kecil).
Salah satunya didasarkan pada sejarah keberpihakan cicak/tokek pada Namrudz (saya tidak membahas hukum membunuh cicak/tokek---red).
Di sisi lain,
Ada hewan kecil yang mengambil keberpihakan berbeda dengan cicak/tokek
Ia mengambil air, lalu menyemprotkannya ke kobaran api
Hewan itu adalah katak/kodok
Secara prinsip,
Semprotan air dari kodok itu sama sekali tidak berpengaruh pada kobaran api
Sebesar dan sebanyak apapun kodok itu menyemprotkan air, tak akan menurunkan (apalagi memadamkan) kobaran api Ibrahim
Sebaliknya, andai kodok berdiam diri. Tidak ikut menyemprotkan air, kobaran api itu bisa dipastikan akan tetap besar
Tapi, itulah keberpihakan
Itulah nilai sebenarnya dari sebuah amal ibadah kita kepada Tuhan
Yang dinilai Tuhan bukan hasilnya, tapi upaya dan proses kita dalam beramal
Yang dinilai dari kesuksesan seorang guru atau kiai, bukanlah hasil jadi apa santri-santrinya. Tapi, sejauh mana upaya dan usaha (amal) yang dilakukannya dalam melakukan proses pendidikan dan pembelajaran.
Yang dinilai sesungguhnya dari seorang yang beramal dalam bentuk bangunan tempat ibadah atau lembaga pendidikan bukanlah keberhasilan megah dan mewahnya bangunan.
Tapi, sekuat apa proses dan upaya yang telah dilakukannya
Itulah yang akan dinilai Tuhan.
Sebab,
Kalau yang dinilai Tuhan adalah hasilnya (bangunan besar yang berdiri)
Maka bisa jadi yang juara adalah para koruptor
Yang suka ngentit duit negara, lalu disumbangkan lewat lembaga-lembaga sosial/pendidikan dengan dalih amal jariyah 😂😂😂
Dalam proses kehidupan berikutnya,
WKanjeng Nabi memberikan "hadiah" pada para kodok (dan cebong 😉😉😉)
Dengan perintah larangan dibunuh.
Wallahu a'lam bis showab...
Suketteki Drajat, 24 September 2018
@mskholid
~ Disarikan dari Ngaji bareng Gus Bahauddin Nursalim dengan beberapa tambahan dan penyesuaian kalimat.