Saya mendengar banyak keluhan guru. Banyak situasi di sekolah yang memaksa
guru berkeluh kesah. Mulai gaji yang rendah, potongan insentif sertifikasi,
potongan insentif guru, potongan jam mengajar, hingga soal kebijakan manajemen yang
sering berbeda dengan idealisme. Tiap sekolah punya karakter masalah yang berbeda—bergantung
pada karakter pemimpinnya.
Pendidikan seharusnya menyenangkan. Baik untuk murid-muridnya, maupun untuk
guru-gurunya. Pergi ke sekolah bukan lagi sebuah “ancaman”, tapi aktivitas yang
paling dinanti. Kita merindukan murid-murid yang selalu semangat berangkat sekolah
setiap pagi. Kita menantikan guru-guru yang mengayuh sepedanya (sepertinya tak
ada lagi guru bersepeda) dengan antusias. Yang berdiri di depan kelas dengan
senyum mengembang.
Kita tak pernah berhenti berharap, melihat anak-anak menyambut kedatangan
guru-gurunya seakan menyambut pemain bola atau artis idolanya. Membalas salam
sambil berdiri penuh kegembiraan. Seakan hari itu mereka akan mengalami sesuatu
yang istimewa bersama gurunya.
Kalau guru suka menggerutu, suka berkeluh kesah, berarti ada masalah dalam
institusinya. Bisa jadi timbul dari pengurus, pimpinan, atau dari person-person
yang melingkupi institusi tersebut. Apalagi kalau yang mengeluh siswa-siswinya
(wali murid) sebagai “konsumen” utama dari penyelenggara pendidikan. Masalah besar
berarti sedang mengancam masa depan sekolah.
No comments:
Write komentar