• Miskin vs Kaya, Pencarian Imam Syafii •
Dulu, Imam Syafii adalah termasuk ulama yang gemar miskin
Lebih memilih hidup miskin daripada kaya bergelimang harta
Alasannya, hisab-nya kelak di akhirat lebih ringan dan cepat dibanding yang banyak harta
Lalu, saat berguru pada Imam Malik, mulai timbul keraguan dalam diri Imam Syafii soal keyakinannya yang memilih jadi orang miskin
Beliau melihat gurunya, yang seorang ulama, alim, shalih, hafal Quran dan hadits, tapi kok kaya raya.
"Masak ulama kok kaya raya?" Begitu kira-kira di benak Imam Syafii.
Tapi, keyakinan beliau mulai goyah.
Betapa tidak, kalau ketemu kiai miskin, tidak pernah dikasih uang saku
Tapi, kalau ketemu kiai kaya, malah diberi saku.
Sementara, yang dibutuhkan santri ya uang saku. 😂
Begitulah, saat hendak pamitan pada Imam Malik, Imam Syafii diberi uang saku yang amat besar. Ratusan juta, nilai kurs sekarang.
Imam Syafii bertanya,
"Ya imam, berikanlah rekomendasi guru yang layak aku datangi setelah ini?"
Imam Malik menjawab,
"Sesungguhnya, aku ingin merekomendasikan orang yang keilmuannya selevel, namun beliau telah tiada. Yaitu Imam Abu Hanifah. Tapi, engkau bisa mendatangi orang yang levelnya mendekati Imam Abu Hanifah. Yakni Muhammad bin Hasan as-Syaibani."
Imam Syafii lantas mendatangi Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani. Imam As-Syaibani ini kaya raya. Malah lebih parah dibanding Imam Malik soal kekayaan. Saking kaya-nya, beliau enjoy saja meletakkan lempengan emas murni di meja tamu.
Bahkan, terbiasa menghitung tumpukan uang emas itu di depan tamunya. Tanpa kuatir hilang atau dicuri.
Melihat itu, Imam Syafii tambah galau.
Mosok, Imam yang disebut hampir selevel dengan gurunya itu malah amat kaya raya seperti itu.
Imam Syafii mencoba protes.
"Engkau heran denganku yang kaya raya ini?" Tanya gurunya.
"Iya, sebab banyak harta itu hisab-nya berat," ujar Imam Syafii.
"Yowes, kalau begitu biar aku serahkan saja semua harta ini pada orang fasiq. Bagaimana menurutmu?" tanya gurunya.
"Oooh... Jangan!!! Nanti malah dibuat maksiat!" sergah Imam Syafii.
Sejak itulah, keyakinan Imam Syafii soal kaya dan miskin berubah.
Saking ekstrimnya, beliau bahkan pernah berfatwa;
Orang Islam itu harus kaya.
Sebab, kalau kekayaan itu dikuasai orang fasiq, maka akan menjadi kekuatan dalam mendukung kefasikan.
Sebaliknya, kalau kekayaan itu dikuasai orang salih, maka akan menjadi kekuatan pendukung kebaikan dan kesalihan.
Tritunggal, 25 Juli 2018
@mskholid @ruanginstalasi
》Disarikan dari Ngaji bareng Gus Bahauddin Nursalim
》Nyimak ngaji, ben gak galau mikir utang
(قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ)
[Surat Yunus 58]
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan"
Dulu, Imam Syafii adalah termasuk ulama yang gemar miskin
Lebih memilih hidup miskin daripada kaya bergelimang harta
Alasannya, hisab-nya kelak di akhirat lebih ringan dan cepat dibanding yang banyak harta
Lalu, saat berguru pada Imam Malik, mulai timbul keraguan dalam diri Imam Syafii soal keyakinannya yang memilih jadi orang miskin
Beliau melihat gurunya, yang seorang ulama, alim, shalih, hafal Quran dan hadits, tapi kok kaya raya.
"Masak ulama kok kaya raya?" Begitu kira-kira di benak Imam Syafii.
Tapi, keyakinan beliau mulai goyah.
Betapa tidak, kalau ketemu kiai miskin, tidak pernah dikasih uang saku
Tapi, kalau ketemu kiai kaya, malah diberi saku.
Sementara, yang dibutuhkan santri ya uang saku. 😂
Begitulah, saat hendak pamitan pada Imam Malik, Imam Syafii diberi uang saku yang amat besar. Ratusan juta, nilai kurs sekarang.
Imam Syafii bertanya,
"Ya imam, berikanlah rekomendasi guru yang layak aku datangi setelah ini?"
Imam Malik menjawab,
"Sesungguhnya, aku ingin merekomendasikan orang yang keilmuannya selevel, namun beliau telah tiada. Yaitu Imam Abu Hanifah. Tapi, engkau bisa mendatangi orang yang levelnya mendekati Imam Abu Hanifah. Yakni Muhammad bin Hasan as-Syaibani."
Imam Syafii lantas mendatangi Imam Muhammad bin Hasan as-Syaibani. Imam As-Syaibani ini kaya raya. Malah lebih parah dibanding Imam Malik soal kekayaan. Saking kaya-nya, beliau enjoy saja meletakkan lempengan emas murni di meja tamu.
Bahkan, terbiasa menghitung tumpukan uang emas itu di depan tamunya. Tanpa kuatir hilang atau dicuri.
Melihat itu, Imam Syafii tambah galau.
Mosok, Imam yang disebut hampir selevel dengan gurunya itu malah amat kaya raya seperti itu.
Imam Syafii mencoba protes.
"Engkau heran denganku yang kaya raya ini?" Tanya gurunya.
"Iya, sebab banyak harta itu hisab-nya berat," ujar Imam Syafii.
"Yowes, kalau begitu biar aku serahkan saja semua harta ini pada orang fasiq. Bagaimana menurutmu?" tanya gurunya.
"Oooh... Jangan!!! Nanti malah dibuat maksiat!" sergah Imam Syafii.
Sejak itulah, keyakinan Imam Syafii soal kaya dan miskin berubah.
Saking ekstrimnya, beliau bahkan pernah berfatwa;
Orang Islam itu harus kaya.
Sebab, kalau kekayaan itu dikuasai orang fasiq, maka akan menjadi kekuatan dalam mendukung kefasikan.
Sebaliknya, kalau kekayaan itu dikuasai orang salih, maka akan menjadi kekuatan pendukung kebaikan dan kesalihan.
Tritunggal, 25 Juli 2018
@mskholid @ruanginstalasi
》Disarikan dari Ngaji bareng Gus Bahauddin Nursalim
》Nyimak ngaji, ben gak galau mikir utang
(قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ)
[Surat Yunus 58]
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan"
No comments:
Write komentar