• Barokahnya Jual Beli •
Jangan Terlalu Banyak Nawar di Pasar
Salah satu cara Baginda Rasulullah saw menata kehidupan sosial ialah lewat dorongan untuk bekerja secara mandiri dan transaksi jual beli.
Beliau pernah ditanya:
قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟
Ya Rasul, profesi apa yang paling baik?
قَالَ : " عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ ".
"Bekerja mandiri dan jual beli yang benar"
[HR AHMAD]
Karena itu, dalam Islam, adalah disebut keburukan jika orang kaya berduit lalu menahan duitnya, tidak mau belanja. Dengan alasan untuk ditabung, atau untuk jaga-jaga masa depan.
Padahal, banyak calon penjual yang menunggu duit si kaya diputarkan lewat transaksi jual beli.
(Coba cek hukum ekonomi tentang buruknya menahan cash money).
Dalam hal ini, si kaya lebih baik sedikit "boros"* daripada duitnya nganggur ketekur di atm. Sebab, akan ada sekian banyak orang yang tetap bisa makan,
hanya gara-gara transaksi kecil yang dilakukannya di pasar.
(*catatan: tentu saja tidak disebut boros; bagi orang kaya yang punya 1 miliar, lalu belanja di pasar 1 juta. Yang disebut boros itu, jika punya uang 1 juta, tapi belanja di pasar 900 ribu)
Misalnya,
Si kaya berbelanja buah-buahan di pasar. Si penjual adalah seorang janda tua dengan anak tiga. Anda bisa bayangkan, lewat transaksi jual beli buah dari si kaya dengan si janda, memberikan barokah keberlanjutan hidup yang normal bagi keluarga miskin itu.
Si kaya (kalau tipe pelit) tidak harus memberikan uangnya cash dalam bentuk amal pada si janda. Cukup lewat transaksi jual beli yang normal, yang saling menguntungkan.
Si kaya dapat barang, si penjual miskin dapat laba.
Meskipun bisa jadi labanya amat minim.
Tapi, transaksi jual beli itu menjaga martabat dan kehormatan si miskin.
Meskipun bisa jadi laba menjual buah itu hanya 1.000-2000 saja, ia tetap bahagia dan terhormat daripada (andai) diberi uang cash dalam jumlah yang sama.
Maka, amat mengenaskan!!!
Perilaku si kaya yang berbelanja di pasar--pada si janda tua. Lalu menawar harga sampai margin setipis-tipisnya. Dengan harapan si kaya dapat selisih harga yang lebih murah.
Padahal, di sisi lain, saat beli di mall, restoran atau minimarket, tak pernah sekalipun dia menawar. Dengan bangga, langsung bayar.
Barokah yang sama, akan terwujud andai si kaya itu beli kebutuhan harian lainnya. Dimana imbas manfaat jual beli itu bisa melebar ke banyak orang.
Misalnya lagi,
Anak kita sekolah TK.
Kta berikan uang saku Rp.2,000
Suruh habiskan saja beli jajan di sekolahan.
Tapi,
Bagaimana jika anak kita gak suka dengan jajannya?
Ajarkan untuk berbagi jajan yang dibelinya dengan teman sekolah.
Kenapa?
Coba cek.
Penjual jajanan di sekolah itu rata-rata orang tak berpunya.
Bisa jadi juga janda-janda tua, yang punya tanggungan anak di rumahnya. Atau bapak-bapak yang menghidupi keluarganya di rumah.
Dengan harga jajan yang rata-rata 1.000 an, laba yang diperolehnya hanya kisaran 200 rupiah.
Tentu saja, si janda penjual jajan ini jauh merasa lebih terhormat mendapatkan uang laba 200 rupiah dari menjual jajan, daripada (andai) diberi uang gratis sebesar 200 rupiah.
Dan lagi,
Lewat jualan jajan yang labanya 200 an itu, dia bisa tetap menghidupi anak-anak yatim di rumahnya. Dan yang terpenting, besok dia tetap bisa berjualan.
Itulah sirri-nya; kita didorong kerja mandiri dan transaksi jual beli.
Karena bisa menjaga kehormatan dan martabat diri seseorang.
Bukan dengan meminta-minta yang justru menggadaikan martabat dan kehormatan diri.
-----
Dari cerita salah seorang putri beliau,
Saya pernah mendengar kebiasaan Almaghfurlah Kiai Baqir (PP Tabah Kranji) saat bepergian. Saat lampu merah, mobil berhenti. Datanglah para penjual kacang goreng dan tahu.
Kiai Baqir langsung beli saja secukupnya.
Lampu merah berikutnya, datang penjual kacang dan tahu.
Kiai Baqir masih saja beli lagi.
Padahal, di mobil masih ada.
"Bi, kok tumbas maleh? Tasek wonten ten mobil?" kira-kira begitu protes putri beliau.
"Bagi-bagi rejeki," jawab Almaghfurlah Kiai Baqir singkat.
Tritunggal, 4 Januari 2019
@mskholid @ruanginstalasi
~ Diambil dari ngaji bareng Gus Bahauddin Nursalim - Narukan, dengan beberapa penambahan dan penyesuaian.
Jangan Terlalu Banyak Nawar di Pasar
Salah satu cara Baginda Rasulullah saw menata kehidupan sosial ialah lewat dorongan untuk bekerja secara mandiri dan transaksi jual beli.
Beliau pernah ditanya:
قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟
Ya Rasul, profesi apa yang paling baik?
قَالَ : " عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ ".
"Bekerja mandiri dan jual beli yang benar"
[HR AHMAD]
Karena itu, dalam Islam, adalah disebut keburukan jika orang kaya berduit lalu menahan duitnya, tidak mau belanja. Dengan alasan untuk ditabung, atau untuk jaga-jaga masa depan.
Padahal, banyak calon penjual yang menunggu duit si kaya diputarkan lewat transaksi jual beli.
(Coba cek hukum ekonomi tentang buruknya menahan cash money).
Dalam hal ini, si kaya lebih baik sedikit "boros"* daripada duitnya nganggur ketekur di atm. Sebab, akan ada sekian banyak orang yang tetap bisa makan,
hanya gara-gara transaksi kecil yang dilakukannya di pasar.
(*catatan: tentu saja tidak disebut boros; bagi orang kaya yang punya 1 miliar, lalu belanja di pasar 1 juta. Yang disebut boros itu, jika punya uang 1 juta, tapi belanja di pasar 900 ribu)
Misalnya,
Si kaya berbelanja buah-buahan di pasar. Si penjual adalah seorang janda tua dengan anak tiga. Anda bisa bayangkan, lewat transaksi jual beli buah dari si kaya dengan si janda, memberikan barokah keberlanjutan hidup yang normal bagi keluarga miskin itu.
Si kaya (kalau tipe pelit) tidak harus memberikan uangnya cash dalam bentuk amal pada si janda. Cukup lewat transaksi jual beli yang normal, yang saling menguntungkan.
Si kaya dapat barang, si penjual miskin dapat laba.
Meskipun bisa jadi labanya amat minim.
Tapi, transaksi jual beli itu menjaga martabat dan kehormatan si miskin.
Meskipun bisa jadi laba menjual buah itu hanya 1.000-2000 saja, ia tetap bahagia dan terhormat daripada (andai) diberi uang cash dalam jumlah yang sama.
Maka, amat mengenaskan!!!
Perilaku si kaya yang berbelanja di pasar--pada si janda tua. Lalu menawar harga sampai margin setipis-tipisnya. Dengan harapan si kaya dapat selisih harga yang lebih murah.
Padahal, di sisi lain, saat beli di mall, restoran atau minimarket, tak pernah sekalipun dia menawar. Dengan bangga, langsung bayar.
Barokah yang sama, akan terwujud andai si kaya itu beli kebutuhan harian lainnya. Dimana imbas manfaat jual beli itu bisa melebar ke banyak orang.
Misalnya lagi,
Anak kita sekolah TK.
Kta berikan uang saku Rp.2,000
Suruh habiskan saja beli jajan di sekolahan.
Tapi,
Bagaimana jika anak kita gak suka dengan jajannya?
Ajarkan untuk berbagi jajan yang dibelinya dengan teman sekolah.
Kenapa?
Coba cek.
Penjual jajanan di sekolah itu rata-rata orang tak berpunya.
Bisa jadi juga janda-janda tua, yang punya tanggungan anak di rumahnya. Atau bapak-bapak yang menghidupi keluarganya di rumah.
Dengan harga jajan yang rata-rata 1.000 an, laba yang diperolehnya hanya kisaran 200 rupiah.
Tentu saja, si janda penjual jajan ini jauh merasa lebih terhormat mendapatkan uang laba 200 rupiah dari menjual jajan, daripada (andai) diberi uang gratis sebesar 200 rupiah.
Dan lagi,
Lewat jualan jajan yang labanya 200 an itu, dia bisa tetap menghidupi anak-anak yatim di rumahnya. Dan yang terpenting, besok dia tetap bisa berjualan.
Itulah sirri-nya; kita didorong kerja mandiri dan transaksi jual beli.
Karena bisa menjaga kehormatan dan martabat diri seseorang.
Bukan dengan meminta-minta yang justru menggadaikan martabat dan kehormatan diri.
-----
Dari cerita salah seorang putri beliau,
Saya pernah mendengar kebiasaan Almaghfurlah Kiai Baqir (PP Tabah Kranji) saat bepergian. Saat lampu merah, mobil berhenti. Datanglah para penjual kacang goreng dan tahu.
Kiai Baqir langsung beli saja secukupnya.
Lampu merah berikutnya, datang penjual kacang dan tahu.
Kiai Baqir masih saja beli lagi.
Padahal, di mobil masih ada.
"Bi, kok tumbas maleh? Tasek wonten ten mobil?" kira-kira begitu protes putri beliau.
"Bagi-bagi rejeki," jawab Almaghfurlah Kiai Baqir singkat.
Tritunggal, 4 Januari 2019
@mskholid @ruanginstalasi
~ Diambil dari ngaji bareng Gus Bahauddin Nursalim - Narukan, dengan beberapa penambahan dan penyesuaian.
No comments:
Write komentar