Kita harus bersyukur sebagai bangsa Indonesia. Punya tradisi bendol mburi. Artinya, Sak 'mangkel-mangkele' wong Indonesia karo lawannya, paling cuma gremang-gremeng (menggerutu). Atau mutung; gak mau lagi kerjasama atau gak ketemu.
Kiai gak cocok dengan kiai lainnya. Beda partai, misalnya. Paling ya cuma saling nggeremeng saja. Gak sampai mengerahkan santri-santrinya untuk "berperang" menyerang pondok kiai lainnya.
Mentok-mentok, bagi yang lagi belajaran hizib, ya paling dibacakan hizib nashr atau tarmihim.
Itu pun belum tentu ampuh menyakiti. Kalaupun berefek, ya paling cuma sekadar sakit kepala atau migrain.
Atau misalnya, ada kepala sekolah, kemudian dicopot dari jabatannya. Kalau dia kesal (gak terima), paling ya cuma mutung gak mau ngajar lagi. Gak sampai ada tragedi bunuh-bunuhan.
Bahkan, bisa jadi malah menjadi pemicu kebaikan.
Misalnya mutung. Lantas keluar dari sekolah, malah bikin sekolah baru.
Yang berarti, jadi tersebarnya potensi kebaikan lewat sekolah baru itu.
Gara-gara mutung, malah banyak sekolah berdiri.
Gara-gara gak cocok dengan kiai lainnya, malah banyak pondok pesantren berdiri.
Ini tradisi khaaaas Indonesia.
Beda dengan tradisi di Arab sana.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa mulai Khalifah Ali bin Abi Thalib, hingga Bani Umayyah dan Abbasiyah, ironisnya, justru yang membunuh itu kebanyakan orang Islam sendiri. Yang kecewa dengan pimpinannya.
Kenapa sampai berani bunuh sesama muslim?
Karena urusan pemerintahan seperti itu langsung dihubung-hubungkan dengan tuntutan syariat. Jihad. Munafiq. Kafir. Bughot. dll.
Sehingga orang pun berani mati atas nama perebutan kekuasaan. Berani mati, karena mengganggap itu jihad fi sabilillah. Yang kalau mati, dianggap syahid--jaminan surga.
Tritunggal, 5 Juni 2019
@mskholid
~ inspirasi dari ngaji Gus Baha'.
~ nunggu rombongan ke Lamongan.
Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin. Semoga masih banyak kesempatan untuk bersua dan berjabat tangan.
No comments:
Write komentar