“Om, ini
apa? Setan ya?” tanya seorang anak kecil desa Binrang, pelosok Kabupaten Berau.
“Bukan,
adek... Ini buku... Jendela Dunia,” jawab saya kaget sambil membuka-buka buku
di ruangan itu.
Ketika itu
saya bersama dua orang teman sedang survei ke kantor kepala kampung. Kebetulan,
pagi itu kepala kampung sedang ada urusan di luar. Iseng-iseng, saya masuk ke
kantornya. Terlihat sebuah ruangan berukuran 2x3 meter. Tertulis di atas pintu
“perpustakaan kampung”.
Pintu
ruangan sedikit terbuka. Tampak dua rak setinggi kira-kira 2 meter. Di pojok
kanan dan kiri. Keduanya penuh dengan buku-buku. Sepertinya buku bantuan
pemerintah. Atau buku-buku bantuan dari perusahaan tambang yang berada di
sekitar desa. Saya ambil satu buku. Terbaca di punggung buku tulisan
“perpustakaan kampung Binrang”.
Ada pula
dua buah kursi. Yang satu terbuka, dan yang satu terlipat. Tak ada meja di
dalamnya. Tak terlihat pula tanda-tanda perpustakaan mini itu terfungsikan
dengan baik. Sayang sekali, ada banyak buku yang seharusnya bisa dinikmati oleh
anak-anak sekitar situ. Patut disayangkan, ada anak bahkan menyebut buku dengan
sebutan “setan”.
Andai
ada petugas desa di sana, mungkin saya bisa mengorek informasi lebih banyak. Bisa
lebih banyak sharing tentang pemanfaatan buku-buku tersebut. Saya tak banyak
meneliti satu persatu buku yang ada. Anak-anak itu sudah berebutan memilah buku
dan minta foto. Jepret-jepret...
Saya
bergegas kembali ke mobil. Dua teman saya sudah menunggu lama.
“Om,
bukunya bisa dibawa pulang gak?” tanya anak-anak.
Duhhh....
Saya
menepuk dahi.
*Catatan
perjalanan di Bumi Borneo.
No comments:
Write komentar