Selama ini, kita kerapkali digerojokin dengan propaganda:
“Ngapain sih ngobrolin masalah khilafiyah terus…? Gak ada manfaatnya tau!!!”
Propaganda itu menyesatkan.
Membuat kita terlena untuk memberi penjelasan yang benar tentang berbagai masalah dalam agama. Khususnya yang kecil-kecil dan khilafiyah seperti itu.
Kenapa?
Ternyata di sisi lain, ada juga pihak yang memanfaatkan propaganda tersebut. (Bisa jadi ia termasuk pihak yang menyebarkan propaganda itu). Pihak itu terus-terusan menulis dan menyebarkan wacana tentang masalah khilafiyah tersebut. Tentu saja dari sudut pandang dirinya. Tidak secara fair menyebutkan semua pendapat para ulama salafus shalih.
Masyarakat umum (awam agama), yang melek internet (baca: ilmunya modal smartphone dan internet), bergurunya ya di Google. Tidak lewat madrasah-madrasah atau pondok-pondok.
Padahal, berdasarkan penelitian Ustadz Agus Nizami ternyata Google juga tidak fair dalam masalah ini. Dia lebih banyak mengarahkan pengetahuan tentang keislaman pada situs-situs yang berat sebelah itu. Yang memanfaatkan propaganda di atas (baca: memancing di air jernih).
Sementara kita, yang sudah termakan propaganda itu, tak lagi banyak menulis dan menyebarkan pemahaman yang benar terkai masalah-masalah “kecil” (khilafiyah). Karena alasan membahas masalah seperti itu kontraproduktif.
Kita pun kecolongan….
Akibatnya jauh lebih membahayakan. Orang beribadah dikatakan bid’ah dan sesat. Orang berilmu tidak dianggap. Para ulama dan kiai sepuh tak pernah jadi rujukan…
Lamongan, 21 April 2015
*Kenapa hari ini saya semangat sekali menulis ya…
hehehe….
“Ngapain sih ngobrolin masalah khilafiyah terus…? Gak ada manfaatnya tau!!!”
Propaganda itu menyesatkan.
Membuat kita terlena untuk memberi penjelasan yang benar tentang berbagai masalah dalam agama. Khususnya yang kecil-kecil dan khilafiyah seperti itu.
Kenapa?
Ternyata di sisi lain, ada juga pihak yang memanfaatkan propaganda tersebut. (Bisa jadi ia termasuk pihak yang menyebarkan propaganda itu). Pihak itu terus-terusan menulis dan menyebarkan wacana tentang masalah khilafiyah tersebut. Tentu saja dari sudut pandang dirinya. Tidak secara fair menyebutkan semua pendapat para ulama salafus shalih.
Masyarakat umum (awam agama), yang melek internet (baca: ilmunya modal smartphone dan internet), bergurunya ya di Google. Tidak lewat madrasah-madrasah atau pondok-pondok.
Padahal, berdasarkan penelitian Ustadz Agus Nizami ternyata Google juga tidak fair dalam masalah ini. Dia lebih banyak mengarahkan pengetahuan tentang keislaman pada situs-situs yang berat sebelah itu. Yang memanfaatkan propaganda di atas (baca: memancing di air jernih).
Sementara kita, yang sudah termakan propaganda itu, tak lagi banyak menulis dan menyebarkan pemahaman yang benar terkai masalah-masalah “kecil” (khilafiyah). Karena alasan membahas masalah seperti itu kontraproduktif.
Kita pun kecolongan….
Akibatnya jauh lebih membahayakan. Orang beribadah dikatakan bid’ah dan sesat. Orang berilmu tidak dianggap. Para ulama dan kiai sepuh tak pernah jadi rujukan…
Lamongan, 21 April 2015
*Kenapa hari ini saya semangat sekali menulis ya…
hehehe….
No comments:
Write komentar