#Wawancara Imaginer tentang Munculnya Kartini Baru#
Wartawan (W) : Bapak Kholid, bagaimana pendapat Anda tentang peringatan Hari Kartini yang marak di Indonesia?
Kholid (K) : Baik. Tidak bid’ah.
W : Apa Anda berharap akan muncul kartini-kartini baru di Indonesia?
K : Tidak sama sekali. (dengan mimik serius)
W : (Penasaran) Lho, kenapa?
K : Karena saya justru berharap muncul Khadijah-khadijah baru di Indonesia. Saya akan amat senang andaikan ada wanita-wanita kaya raya yang memilih suami karena akhlaknya, budi pekertinya, karena ilmu dan integritasnya. Laki-laki shalih yang akan menjadi sosok muslih di sisi perempuan itu.
Bila sang suami ingin berderma dengan membangun rumah sakit untuk fakir miskin misalnya, sang khadijah akan keluarkan harta sebanyak yang diperlukan. Untuk bangunan yang nyaman, fasilitas tingkat satu, peralatan kesehatan tercanggih, merekrut dokter-dokter terbaik, suster-suster terbaik dengan pelayanan mengesankan.
Bila sang suami ingin membangun pesantren, si khadijah akan siapkan uangnya. Berapa pun miliar yang dibutuhkan. Secukupnya untuk bangunan terbaik, untuk menggaji tinggi para guru (sehingga tak butuh lagi sertifikasi—yang ternyata menuntut banyak riwa-riwi), fasilitas terlengkap untuk mendukung praktikum dan penelitian para santri, menjadi beasiswa paling dicari abad ini.
Bila suami ingin berderma membangun masjid, si istri akan menemani keliling Indonesia. Meneliti dan mengunjungi daerah-daerah. Menentukan wilayah mana yang amat membutuhkan bangunan masjid. Menyiapkan ta’mirnya, imam, beserta marbotnya. Bila perlu ribuan masjid dibangun di daerah-daerah rawan itu. Bukan membantu masjid yang sekadar gaya-gayaan—yang mengutamakan arsitektur bangunan namun melupakan fungsi utama masjid.
Bila sang suami ingin mengentaskan kemiskinan umat, sang khadijah akan siapkan semacam bank—atau lembaga keuangan. Membuka kesempatan bantuan modal sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi kaum miskin papa. Tanpa bunga. Memberikan mereka aneka pelatihan wirausaha maupun agrobisnis untuk mendukung ketahanan ekonomi, pangan, dan energi bangsa ini.
Saya tidak bermimpi, akan muncul kartini-kartini baru—yang hanya bangga dengan kebaya. Yang saya impikan ialah munculnya khadijah-khadijah baru, yang memilih lelaki seperti saya.... Hahahaha....
Lamongan, 21 April 2015
*Catatan lebih ngawur daripada sebelumnya.
Wartawan (W) : Bapak Kholid, bagaimana pendapat Anda tentang peringatan Hari Kartini yang marak di Indonesia?
Kholid (K) : Baik. Tidak bid’ah.
W : Apa Anda berharap akan muncul kartini-kartini baru di Indonesia?
K : Tidak sama sekali. (dengan mimik serius)
W : (Penasaran) Lho, kenapa?
K : Karena saya justru berharap muncul Khadijah-khadijah baru di Indonesia. Saya akan amat senang andaikan ada wanita-wanita kaya raya yang memilih suami karena akhlaknya, budi pekertinya, karena ilmu dan integritasnya. Laki-laki shalih yang akan menjadi sosok muslih di sisi perempuan itu.
Bila sang suami ingin berderma dengan membangun rumah sakit untuk fakir miskin misalnya, sang khadijah akan keluarkan harta sebanyak yang diperlukan. Untuk bangunan yang nyaman, fasilitas tingkat satu, peralatan kesehatan tercanggih, merekrut dokter-dokter terbaik, suster-suster terbaik dengan pelayanan mengesankan.
Bila sang suami ingin membangun pesantren, si khadijah akan siapkan uangnya. Berapa pun miliar yang dibutuhkan. Secukupnya untuk bangunan terbaik, untuk menggaji tinggi para guru (sehingga tak butuh lagi sertifikasi—yang ternyata menuntut banyak riwa-riwi), fasilitas terlengkap untuk mendukung praktikum dan penelitian para santri, menjadi beasiswa paling dicari abad ini.
Bila suami ingin berderma membangun masjid, si istri akan menemani keliling Indonesia. Meneliti dan mengunjungi daerah-daerah. Menentukan wilayah mana yang amat membutuhkan bangunan masjid. Menyiapkan ta’mirnya, imam, beserta marbotnya. Bila perlu ribuan masjid dibangun di daerah-daerah rawan itu. Bukan membantu masjid yang sekadar gaya-gayaan—yang mengutamakan arsitektur bangunan namun melupakan fungsi utama masjid.
Bila sang suami ingin mengentaskan kemiskinan umat, sang khadijah akan siapkan semacam bank—atau lembaga keuangan. Membuka kesempatan bantuan modal sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi kaum miskin papa. Tanpa bunga. Memberikan mereka aneka pelatihan wirausaha maupun agrobisnis untuk mendukung ketahanan ekonomi, pangan, dan energi bangsa ini.
Saya tidak bermimpi, akan muncul kartini-kartini baru—yang hanya bangga dengan kebaya. Yang saya impikan ialah munculnya khadijah-khadijah baru, yang memilih lelaki seperti saya.... Hahahaha....
Lamongan, 21 April 2015
*Catatan lebih ngawur daripada sebelumnya.
No comments:
Write komentar