Imam Syafii pun Meletakkan Kertas dengan Hati-hati

• Imam Syafi'i Pun Meletakkan Kertas dengan Hati-hati •
Saking Ta'dzimnya pada Gurunya; Imam Malik

Bab Kifayatul Atqiya' hari ini masuk pada bab Tata Krama Santri/Pelajar

Menghormati orang alim, adalah bentuk penghormatan kita pada ilmu.
Sebab di dalam diri orang alim itulah ada ilmu.
Kalau jasadnya, atau tubuhnya sih, sama dengan manusia lain.
Sama-sama berakhir di lubang tanah.
Yang membedakan adalah isinya.

Sebagaimana kertas.
Jika kertas itu dituliskan angka-angka menghitung matematika, atau bertuliskan catatan harian, maka kita tanpa beban menaruhnya di atas lantai.
Bahkan terkadang tersapu bersama sapu. Tak ada beban atau merasa bersalah.

Namun jika kertas dituliskan firman-firman Allah. Jadilah ia mushaf.
Yang cara bawanya saja, kita perlu hati-hati.
Butuh wudhu atau suci dari hadats kecil dan besar.
Meletakkannya pun tidak berani sembarangan.
Membawanya pun didekap di dakit

Begitulah...
Bisa jadi bahannya sama, tapi menjadi berbeda gara-gara kualitas isinya.

Imam Syafii (muridnya Imam Malik), ketika meletakkan kertas di dekat gurunya, beliau meletakkan dengan sangat hati-hati. Supaya jangan sampai terdengar gurunya. Supaya tidak mengganggu gurunya karena berisiknya suara kertas.
Ini adalah sebuah bentuk penghormatan beliau terhadap gurunya.

Zaman sekarang, banyak santri meniru dengan tidak melintas sembarangan di depan ndalem kiainya.
Tidak berani berjalan dengan nggosrok sandalnya saat melintas dekat ndalem kiai.
Takut berisik, dan menggangu kiainya.

Imam Ar-Rabi' (muridnya Imam Syafii) mengaku tidak pernah minum di hadapan gurunya; Imam Syafii. Sebagai bentuk penghormatan kepada beliau. Atau karena kuatir tidak pantes disawang gurunya.

Drajat, 13 Agustus 2019
@mskholid

- Tahun 2001, kalau gak salah, saya pernah ngaji kitab ini sewaktu Posoan di Pondok Langitan. Waktu itu yang baca Mbah Kiai Ahmad Marzuqi.
Tahun ini saya diamanahi membacakan kitab ini pada siswa-siswi MaTarbiyatut Kranji. Untung ada makna gandulnya. wkwkwk.....