Harga transfernya ratusan miliar.
Bahkan, bisa berlipat triliunan jika strategi Juventus--sebagai
pemiliknya, dalam transfer tepat seperti saat menjual Paul Pogba.
Tapi, tahukah kita seperti apa yang dilalami Dybala saat masih muda dan menjadi pemain anyar di Palermo?
Ia mengaku bahwa Pelatih Gattuso lah yang amat berjasa dalam kariernya.
Dan, itu tidak lepas dari sikap keras dan tempaan berat dari sang
pelatih.
Gattuso memang terkenal sebagai pemain yang keras, tak kenal kompromi, tak takut lawan--siapaun dia. Julukannya, si badak.
Konon, Ronaldo CR7 harus mati kutu jika yang menjaganya adalah si badak ini.
Kata Dybala,
"Gattuso sangat membantu saya karena dia juga adalah salah satu orang yang menendang saya," ujar Dybala kepada El Pais.
"Dia memberikan saya nasihat bagaimana cara menghindari kerasnya
permainan lawan. Dalam lebih dari satu sesi latihan dia akan menendang
saya agar saya tahu cara mempertahankan diri."
"Hal terkait
kekuatan fisik sangat sulit bagi saya. Menghadapi lawan yang menghadang
menggunakan kekuatan fisiknya adalah yang tersulit. Saya harus bekerja
lebih keras di gym dan terus belajar menghindari tendangan dan tabrakan.
Saat itu saya belum terbiasa dengan hal tersebut.
------
Masih ingatkah kita, siapakah sosok guru di sekolah yang paling kita ingat?
Ya, kebanyakan adalah guru yang paling keras cara mengajarnya--killer, istilah anak sekarang.
Uniknya, guru yang keras seperti itulah yang justru memberikan dampak
positif terhadap kesuksesan dan keberhasilan kita kelak di masa depan.
Gemblengan.
Pukulan.
Kata-kata menyakitkan.
Bahkan cubitan,
Biasanya akan menjadi pemicu bagi seorang murid untuk terus berkembang.
Walau ia tampak sudah pinter (menurut ukuran dirinya), kerapkali guru
yang keras akan tetap mendorongnya seakan-akan ia masih amat bodoh dan
harus bekerja dan belajar lebih keras.
Coba ingat-ingat siapa guru yang paling mengesankan bagi kita?
Guru yang menjadi inspirasi bagi kita untuk lebih baik.
Bahkan, sebuah olokan guru bisa menjadi pemicu bagi kita untuk membuktikan kita tidak seburuk yang beliau kira.
Dan, memang, seperti itulah guru.
Ia mengolok-olok kita bukan untuk menjatuhkan. Tapi, agar kita bekerja dan berlatih lebih keras dan lebih baik.
Bisa jadi kita amat kesal dan menyimpan benci saat ini.
Tapi, kelak saat kita sudah besar--sepuluh tahun mendatang, kita justru yang akan berterimakasih kepada sang guru.
----
Saya ingat, dulu hampir tiap hari harus menangis sesenggukan saat
diajar mengaji ustadz Abu Mansur al-Hafidz. Tidak lewat kekerasan fisik,
tapi lewat nasihat-nasihat keras dan motivasi menyakitkan.
Nah, tangisan itulah yang mendorong kita untuk terus belajar dan nderes pelajaran di rumah.
Babat, 17 Nopember 2016
@mskholid | Blogger