(بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)
[Surat Al-Isra' 1]
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Pada bulan Rajab ini kita diingatkan kembali pada salah satu peristiwa besar dalam episode kehidupan Rasulullah saw. Yakni peristiwa isro miroj.
Isro adalah perjalanan Kanjeng Nabi saw pada waktu malam hari. Dari Masjidil Haram di kota Mekkah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Sekarang ini, Masjidil Aqsha masih dalam penguasaan bangsa Israel. Kita doakan semoga segera kembali ke tangan pihak yang benar.
Sementara, mi'roj adalah perjalanan Rasulullah saw dari Masjidil Aqsha ke langit ketujuh. Hingga sampai ke sidratul muntaha. Di situlah kemudian Kanjeng Nabi mendapatkan perintah shalat 5 waktu yang menjadi kewajiban rutin kita sehari-hari.
Ibu-ibu yang dirahmati Allah...
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa tujuan perjalanan isro mi'roj adalah:
لنريه من آياتنا. ..
"Menunjukkan kekuasaan Allah."
Apa saja tanda-tanda kekuasaan Allah itu?
Pertama, perjalanan yang amat jauh, tapi dilalui hanya dalam semalam.
Orang Arab, kalau menyebut sesuatu yang jauh itu pakai kata بعيد (jauh). Tapi, ini hanya jauh yang sekadar jauh saja.
Namun, jika sudah sangat jauh. Saking jauhnya, hampir gak bisa diukur, bahasa Arab menggunakan kata اﻷقصى teramat jauh. Pada zaman itu, Masjidil Aqsha yang berada di negara Palestina (tempat asalnya Nabi Ibrahim, tempat lahirnya Imam Syafii), adalah lokasi yang amaaat jauh. Sehingga, orang Arab pun menamainya dengan Masjid al-Aqsha (tempat sujud yang letaknya amaaat jauh).
Kalau kita cek pakai GPS di handphone, jarak antara Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha itu 1461 km. Kalau di Indonesia ini kira-kira dari mana ke mana? Kalau perbandingan itu, dari sini ke Jakarta sekitar 500 km. Berarti ya seperti kita perjalanan ke Jakarta, pulang ke Gendong, balik lagi ke Jakarta. Itu perkiraan jauhnya Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.
Nah, apa tanda kehebatan Allah yang bisa kita petik dari peristiwa ini? Adalah jarak dan waktu itu adalah hal yang remeh bagi Allah. Cukup datangkan pesawat jet yang bernama Buroq. Kanjeng Nabi bisa melakukan perjalanan dalam sekejap. Habis Isya berangkat dari Mekah menuju Palestina, eh sebelum Subuh sudah nyampe lagi di Mekah. Subhanallah...
Sekali lagi, ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Gusti Allah maha kuasa atas segalanya. Makanya, panjenengan gak usah heran; jika mendengar dulu ada kiai-kiai yang sakti. Punya ilmu lembu sekilan, dalam sekejap sudah nyampe Madura. Sekejap lagi nyampe Jombang atau Kediri. Itu semua, mungkin-mungkin saja jika Allah menghendaki.
Ibu-ibu yang saya hormati,
Hikmah yang kedua ialah: Menguji Keimanan dan Keyakinan pada Kanjeng Nabi saw
Coba jenengan angen-angen. Jaman Kanjeng Nabi dulu, kendaraan yang biasa dipakai di sana, yang paling cepat itu unta dan kuda. Kalau orang mau pergi ke Palestina jaman itu, bisa memakan waktu berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan. Saking jauhnya toh... Belum lagi jalannya yang masih padang pasir, berbatuan dan pegunungan, belum ada jalan mulus ber-aspal atau cor-coran kayak di desa Gendong ini.
Nah, dengan kondisi seperti itu, tiba-tiba di suatu pagi, Kanjeng Nabi Muhammad bercerita bahwa beliau semalam baru saja datang berkunjung ke Masjidil Aqsha. Dan sebelum Subuh, sudah tiba kembali ke Mekah. Orang-orang pastinya tidak ada yang percaya. Kanjeng Nabi lantas dites (ditanya) oleh orang-ornag yang sudah pernah ke Masjidil Aqsha. Mulai posisi masjid, menghadap kemana, pagarnya seperti apa, mihrabnya bagaimana, atapnya seperti apa, dan lain-lainnya. Ternyata, beliau bisa menjawab dengan benar dan pas. Orang-orang semakin heran. Kok bisaa bener yaaa?
Kok bisa Muhammad menjelaskan detil Masjidil Aqsha pas sekali. Seperti halnya orang yang sudah pernah berkunjung ke sana. Kalau zaman sekarang sih, gak heran ya Bu? Sudah ada handphone, ada internet, ada youtube. Meskipun kita belum pernah ke Masjidil Aqsha, panjenengan mungkin bisa menjelaskan bentuknya bagaimana. Ya, lewat melihat di youtube atau internet. Tapi ini zaman dulu lho... Jangan Internet dan handphone, televisi dan radio Saja belum ada kok.
Nah.... Tentu saja, bagi orang-orang yang tidak beriman pada Kanjeng Nabi, atau orang yang terlalu mengedepankan akalnya, peristiwa Isro Mi'roj ini dianggap lelucon. Kanjeng Nabi mereka anggap sedang bercanda atau mengarang cerita bebas. Tentu saja malah jadi olok-olokan dan ejek-ejekan orang banyak. Padahal, sebenarnya yang belum nyandak itu akal mereka. Bukan Kanjeng Nabi yang salah.
Di antara sekian banyak orang yang menertawakan Kanjeng Nabi, ada seorang sahabatnya yang langsung percaya begitu saja. Yakin bahwa Kanjeng Muhammad benar dan tidak berbohong. Beliaulah Abdul Ka'bah bin Abu Quhafah, yang lantas mendapat julukan Abu Bakar as-Shiddiq karena langsung membenarkan dan meyakini peristiwa isro' mi'roj ini. Rasulullah terharu dg keyakinan Abu Bakar tersebut. Di saat semua orang mengatainya pendusta, dan berbohong, Abu Bakar dengan yakin langsung bilang percaya lada Rasulullah. Sehingga Abu Bakar kemudian dianggap sebagai sahabat paling dekatnya Baginda Rasulullah saw.
Ibu-ibu yang saya hormati...
Orang disebut beriman (atau dalam bahasa Indonesia Yakin) itu yang bagaimana sih?
Orang bisa disebut beriman jika keyakinannya itu sudah merasuk ke dalam hatinya. Bukan sekadar ucapan dan pengakuan lewat kata-kata. Tapi, akan terbukti lewat perbuatan sehari-hari.
Misalnya, Abu Bakar yang ngaku beriman pada Kanjeng Nabi, ketika ada pengumuman untuk sedekah membantu biaya perang, Abu Bakar langsung menghadap Nabi dan hendak menyerahkan seluruh hartanya untuk biaya perjuangan fi sabilillah. Umar bin Khattab pun demikian, langsung menyerahkan separuh hartanya untuk perjuangan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya, kita diajarkan untuk beriman pada hari Akhir. Kita percaya bahwa setelah hidup di dunia ini, mati di alam kubur, kita akan dibangkitkan lagi di alam akhirat. Saya kira, kalau saya tanyakan; apa semuanya yakin besok akan dibangkitkan lagi dari kuburan? Jawabnya pasti yakin semua. Iya Khan???
Tapi, kalau ditanya, apa semua yang mengaku yakin ini sudah melakukan amalan-amalan untuk persiapan hidup setelah mati kelak? Saya tak yakin semuanya sudah 100 persen menyiapkan, nggeh tho? Nah, ini adalah indikasi bahwa keimanan kita masih belum sempurna 100 persen.
Ibu-ibu yang saya hormati...
Iman dan yakin itu tidak mesti masuk akal. Seperti isro mi'roj itu jelas tidak masuk akal, tapi bagi orang yang beriman, dia akan meyakini kejadiannya adalah bagian dari kekuasaan Allah swt.
Contoh yakin lagi itu begini. Misalnya di depan sini ada kabel listrik besar. Kulit luarnya terkelupas. Lalu, ada seorang kaya raya. Dia bawa duit merah-merah yang diikat sejuta sejuta. Sebanyak 20 juta. Kemudian si Bapak, ngomong ke panjenengan:
"Bu, mau duit nggak?"
"Mauuuuu....!"
"Kalau mau, coba emut kabel ini. Atau jilat sajalah. Gak usah diemut. Nanti, tiap satu jilatan, saya kasih 1 juta. Kalau duit saya habis, akan saya ambilkan lagi di rumah."
Pertanyaannya, apa ada di antara panjenengan yang mau jilat kabel itu?
Gak ada. Kenapa gak ada?
Karena yakin risikonya.
Begitu pula iman. Kanjeng Nabi melarang berzina. Ketok e enak (koyok oleh duit sejuta), tapi panjenengan gak berani melakukan zina. Kenapa? Karena yakin, siksa dan azabnya sangat berat. Gak sebanding dengan duit 1 juta.
Kanjeng Nabi menyuruh sedekah. Ketok e gak enak. Duite koyok-koyok iso kurang lan entek. Tapi, kok panjenengan lampahi sedekah terus. Ya, karena yakin bahwa ganjaran amal sedekah sangat besar sekali kelak di alam akhirat.
Kanjeng Nabi perintah shalat Subuh. Ketokane gak enak. Lha wong wayahe tidur anteng kok disuruh bangun. Kena air pula. Ngganggu wong wae. Tapi, bagi orang yang beriman, panggilan azan Subuh akan langsung membuatnya bangkit dari tidur. Kenapa? Karena yakin balasan dan ganjaran dari Allah sangat besar.
Hikmah ketiga: Rasulullah Bertemu dengan Para Nabi yang terdahulu
Di momen inilah, Kanjeng Nabi bisa langsung mendengar cerita dari para Nabi terdahulu. Apa saja yang mereka alami, termasuk rintangan dakwah dan perjuangan. Tentu saja ini akan menguatkan hati Baginda Rasulullah agar siap sedia (tidak kaget) saat nanti menghadapi penolakan dan rintangan dari umatnya dalam berdakwah.
Selain itu, dari cerita pertemuan Kanjeng Nabi dengan para Nabi terdahulu, bahkan ada yang menyebutkan sempat shalat berjamaah di Masjidil Aqsha, kita dapat menympulkan bahwa orang-orang yang katanya sudah mati dan dikubur, itu sejatinya masih hidup. Walaupun jasadnya dipendem di bawah tanah, tapi mereka itu sejatinya masih hidup dan mendapat rejeki dari Allah.
(وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ)
(فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ)
[Surat Ali 'Imran 169-170]
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
Termasuk wali-wali Allah, orang-orang shalih yang wafat dalam memperjuangkan agama Allah, semuanya masih hidup dan mendapat rejeki kenikmatan di sisi Allah. Mangkane, si mbah-mbah niki sering diajak mualimatan; ziarah ke Makam wali-wali, atau wali songo. Itu kalau kita ziarah ke Makam wali, Mbah wali tahu dan ngerti sedang jenengan ziarahi.
Wallahu a'lam bis showab...
Materi untuk khutbah minggu depan