Pentingnya Ilmu Balaghoh
~ Pentingnya Ilmu Balaghoh
Pemahaman terhadap ilmu balaghoh amat penting.
Jangan sampai terjadi; generasi kita mendatang salah paham terhadap Alquran gara-gara abai dengan ilmu yang satu ini.
Sebab,
Alquran sendiri mensifati dirinya dengan:
بلسان عربي مبين
Menggunakan bahasa Arab yang jelas.
Karena menggunakan bahasa Arab itulah, maka cara kita memahami makna Alquran dan menggali hukumnya pun harus menggunakan standard bahasa Arab. Tidak sekadar terjemahan dari bahasa Arab.
Saya jadi ingat pelajaran Ulum at-Tafsir di MAK dulu, bahwa yang disebut Alquran adalah
هو كلام الله المنزل على نبينا محمد...
......... menggunakan Bahasa Arab.... dst.
Jadi, kalau yang bukan berbahasa Arab, tidak masuk kategori/definisi Alquran.
Nah, andai pemahaman terhadap Alquran tidak menggunakan standard Bahasa Arab, dikuatirkan timbul keraguan dari beberapa generasi setelah kita kelak.
Misalnya, saat membaca surah al-Baqarah.
صم ، بكم، عمي فهم لا يرجعون .
Kutipan ayat di atas mensifati orang kafir. Bahwa mereka orang kafir itu:
Tuli
Bisu
Buta
Usai membaca ayat ini, mereka hendak membuktikan dengan fakta di sekitarnya.
Setelah dicek, orang-orang kafir (atau non muslim) itu ternyata bisa mendengar (alias tidak tuli), bisa bicara (alias tidak bisu), dan bisa melihat (alias tidak buta).
Maka, timbullah keraguan pada Alquran. Atau bisa jadi timbullah sangkaan Alquran tidak sesuai fakta yang ada. Sehingga pada akhirnya, dianggap tidak layak dipakai sebagai rujukan di zaman future.
"Wah, Alquran ternyata sudah kuno. Gak up to date lagi dengan zaman ini. Alquran hanya dokumen sejarah. Mungkin, ratusan tahun lalu, orang-orang kafir memang tuli, bisu, dan buta kali ya???"
Bisa jadi, kesimpulan di atas akan muncul di otak mereka yang cerdas (zaman future).
Inilah bahayanya abai terhadap ilmu balaghoh dkk.-nya sebagai salah satu elemen penting memahami Alquran dengan benar.
Zaman Now sendiri "terkadang" kita temukan kesimpulan yang salah dari teks Alquran, ya gara-gara hanya membaca terjemahan nash atau terpaku pada sisi lahiriah teks. Sementara abai terhadap sisi sastrawi dari bahasa asal teks tersebut.
Contoh 1,
Bila anda kesal dengan tingkah orang yang buruk.
Jika buruknya masih biasa saja, biasa disebut: orang itu #kayak anjing.
Tapi,
Jika buruknya sudah sangat nemen, kita akan sebut langsung: DIA ANJING.
(Tanpa menyebut #kayak)
Contoh 2,
Bila ketemu orang yang puinter. Kita biasa menyebutnya: Dia #kayak Samudera.
Tapi, jika pinternya itu kelewatan. Melebihi standar luar biasa, kita biasa menyebutnya secara langsung: #Dia Samudera.
Sama, dengan di kitab Maulid Diba'.
Rasulullah saw kita sebut dengan kalimat:
أنت شمس
أنت بدر
أنت نور فوق نور
Saking luar biasanya Kanjeng Nabi saw
Kita tidak pakai kalimat
أنت كالشمس
أنت كالبدر
أنت كالنور
Dan seterusnya....
Maka, seperti itu pula yang dipakai Alquran dalam surah al-Baqarah di atas.
Saking kebarusnya orang-orang kafir itu tidak mau menerima dakwah Rasulullah, Allah menyebut mereka secara langsung.
Tidak lagi menggunakan kata "seperti".
---
Nunggu Bakoel-e, Keraton BBJ
29 Maret 2019
Shorih Kholid @mskholid
Sekjend Ikbal Tabah Kranji
*diinspirasi dari ngaji Gus Baha'.
Pemahaman terhadap ilmu balaghoh amat penting.
Jangan sampai terjadi; generasi kita mendatang salah paham terhadap Alquran gara-gara abai dengan ilmu yang satu ini.
Sebab,
Alquran sendiri mensifati dirinya dengan:
بلسان عربي مبين
Menggunakan bahasa Arab yang jelas.
Karena menggunakan bahasa Arab itulah, maka cara kita memahami makna Alquran dan menggali hukumnya pun harus menggunakan standard bahasa Arab. Tidak sekadar terjemahan dari bahasa Arab.
Saya jadi ingat pelajaran Ulum at-Tafsir di MAK dulu, bahwa yang disebut Alquran adalah
هو كلام الله المنزل على نبينا محمد...
......... menggunakan Bahasa Arab.... dst.
Jadi, kalau yang bukan berbahasa Arab, tidak masuk kategori/definisi Alquran.
Nah, andai pemahaman terhadap Alquran tidak menggunakan standard Bahasa Arab, dikuatirkan timbul keraguan dari beberapa generasi setelah kita kelak.
Misalnya, saat membaca surah al-Baqarah.
صم ، بكم، عمي فهم لا يرجعون .
Kutipan ayat di atas mensifati orang kafir. Bahwa mereka orang kafir itu:
Tuli
Bisu
Buta
Usai membaca ayat ini, mereka hendak membuktikan dengan fakta di sekitarnya.
Setelah dicek, orang-orang kafir (atau non muslim) itu ternyata bisa mendengar (alias tidak tuli), bisa bicara (alias tidak bisu), dan bisa melihat (alias tidak buta).
Maka, timbullah keraguan pada Alquran. Atau bisa jadi timbullah sangkaan Alquran tidak sesuai fakta yang ada. Sehingga pada akhirnya, dianggap tidak layak dipakai sebagai rujukan di zaman future.
"Wah, Alquran ternyata sudah kuno. Gak up to date lagi dengan zaman ini. Alquran hanya dokumen sejarah. Mungkin, ratusan tahun lalu, orang-orang kafir memang tuli, bisu, dan buta kali ya???"
Bisa jadi, kesimpulan di atas akan muncul di otak mereka yang cerdas (zaman future).
Inilah bahayanya abai terhadap ilmu balaghoh dkk.-nya sebagai salah satu elemen penting memahami Alquran dengan benar.
Zaman Now sendiri "terkadang" kita temukan kesimpulan yang salah dari teks Alquran, ya gara-gara hanya membaca terjemahan nash atau terpaku pada sisi lahiriah teks. Sementara abai terhadap sisi sastrawi dari bahasa asal teks tersebut.
Contoh 1,
Bila anda kesal dengan tingkah orang yang buruk.
Jika buruknya masih biasa saja, biasa disebut: orang itu #kayak anjing.
Tapi,
Jika buruknya sudah sangat nemen, kita akan sebut langsung: DIA ANJING.
(Tanpa menyebut #kayak)
Contoh 2,
Bila ketemu orang yang puinter. Kita biasa menyebutnya: Dia #kayak Samudera.
Tapi, jika pinternya itu kelewatan. Melebihi standar luar biasa, kita biasa menyebutnya secara langsung: #Dia Samudera.
Sama, dengan di kitab Maulid Diba'.
Rasulullah saw kita sebut dengan kalimat:
أنت شمس
أنت بدر
أنت نور فوق نور
Saking luar biasanya Kanjeng Nabi saw
Kita tidak pakai kalimat
أنت كالشمس
أنت كالبدر
أنت كالنور
Dan seterusnya....
Maka, seperti itu pula yang dipakai Alquran dalam surah al-Baqarah di atas.
Saking kebarusnya orang-orang kafir itu tidak mau menerima dakwah Rasulullah, Allah menyebut mereka secara langsung.
Tidak lagi menggunakan kata "seperti".
---
Nunggu Bakoel-e, Keraton BBJ
29 Maret 2019
Shorih Kholid @mskholid
Sekjend Ikbal Tabah Kranji
*diinspirasi dari ngaji Gus Baha'.