• Pagu Siswa Baru •
Dalam perjalanan Bimtek ke Malang, saya duduk berdekatan dengan pimpinan salah satu sekolah swasta dekat Cahaya Quran. Beberapa kilo lah, berjarak.
Beliau "mengeluhkan" makin sulitnya sekolah swasta di kampung mendapatkan murid. "Persaingan" antar sekolah--yang kian banyak, jadi penyebab.
"Banyak yang memilih masuk sekolah negeri. Apalagi banyak sekolah negeri yang nggak taat pagu siswa baru," ujarnya.
"Sudah gitu, sekolah swasta yang gede-gede (parameter jumlah siswa), juga nggak ada pembatasan jumlah penerimaan siswanya. Losss, saja. Makin banyak, tambah semangat!" jelas beliau.
===
Kondisi di lapangan, mungkin semacam itu.
Di satu sisi, keadaan ini bisa menjadi pemicu sekolah-sekolah swasta di kampung untuk meningkatkan mutu lulusannya.
Di sisi lain, tentu saja sekolah swasta yang minim murid itu empot-empotan.
Mau bikin program, butuh dana. Mau meningkatkan kompetensi guru, butuh dana pula.
Sementara BOS yang diterima minim. SPP juga minim--terkadang malah mereka ini yang berani menggratiskan SPP siswanya. Bayari gurunya saja sering gak mencukupi.
Di SMP Cahaya Quran Islamic Boarding School, dalam perjalanan ke depan akan selalu membatasi jumlah siswa-siswi baru yang diterima.
Pertimbangan pertama, tentu soal komitmen menjaga mutu lulusan.
Semakin banyak jumlah siswa, tentu semakin berat tugas "ndadekno uwong" mereka. Padahal, sumber daya manusia yang dimiliki terbatas.
Tiga tahun lalu, ketika awal SMP CQ berdiri konsultan kami sudah berpesan (padahal, waktu itu kami belum punya siswa):
"Lid, ojo kemaruk nduwe murid akeh. Seng penting cukup lan dadi. Iku wae pesenku."
Karena itu,
Dalam setiap momen PPDB, kami selalu menjalankan proses tes seleksi--untuk menentukan calon siswa diterima atau tidak.