Saturday, May 2, 2015

Dakwah Ini Dirancang untuk Berhasil

Membaca kisah perjuangan Sunan Kudus (dan para wali lainnya), kita belajar, sesungguhnya dakwah yang kita perjuangkan bukanlah untuk GAGAL. Tapi, dakwah ini dirancang (dan harus diusahakan) untuk MENANG-BERHASIL.

Para Wali Songo, punya cara-strategi agar dakwah mereka berhasil, dan bisa diterima khalayak yang waktu itu mayoritas beragama Hindu atau Budha. Atau bahkan Kejawen.

Metode dakwah tentu saja berbeda tiap daerah. Menyesuaikan dengan kondisi dan situasi di wilayah sasaran. Sekilas (bagi yang berpandangan kerdil) mungkin akan tampak beliau-beliau "melanggar" aturan syariat. Tapi, sesungguhnya tidak. Kita berhasil buktikan hasilnya sekarang. Alhamdulillah kan, kita semua mendapat karunia sebagai keturunan yang beragama Islam. Berkat jasa para wali dan ulama.

Syekh Qardhawi pun menulis buku Fiqh Dakwah (daiyah). Sebuah panduan untuk aktivis-penggerak-pejuang Islam; tentang bagaimana memulai dakwah, bagaimana menjadikan dakwah ini berhasil. Juga, beliau tulis fikih prioritas.

Friday, May 1, 2015

Klaim Kembali pada Al-Quran dan Hadits


Entah, slogan ini selalu menggelitik pikiran saya.
Sebab, slogan seperti ini bisa menjadi senjata seeorang untuk menggebuk orang lain. Menjadi dalil "qath'i" untuk mengkafirkan atau memusyrikkan orang lain.

Terkadang juga muncul pikiran, jangan-jangan kelompok yang mengaku salafi itu benar. Sebab, katanya mereka memahami Al-Quran dan Hadits dengan pemahaman ulama salaf.

Tapi, ternyata saat mencermati sepak terjang, perilaku, akhlak mereka terhadap sesama muslim, saya menjadi teramat ragu (atas klaim mereka).

Rasanya jauh sekali (Kalau tidak mengatakan berlawanan) dengan anjuran dan contoh2 yang diberikan para sahabat dan ulama generasi salaf.

Selama belajar agama ini, saya simpulkan bahwa, andai seseorang itu telah hafal Al-Quran dan Hadits kutubus tis'ah di luar kepala, tak serta merta ia adalah orang yang paling layak berfatwa. Tak otomatis ia bisa menyandang gelar mujtahid.

Tak serta merta pula, ia adalah sosok rujukan utama dalam propaganda "Kembali pada Al Quran dan Hadis".

Tak cukup, saat ditanya hukum sebuah amaliah, ia langsung bisa menjawab berdasarkan hafalannya yang luar biasa banyaknya itu.

Apalagi, dalam kajian ilmu Ushul Fiqh, ada mekanisme istinbath hukum. Ada amm, khash, mafhum, manthuq, mubham, mubayyan, tarjih, nasakh, dan lain-lain.

Jadi miris juga, kala membaca tulisan seseorang yang dengan pedenya bilang "gak ada tuh dalam hadisnya", gak ada tuh dalilnya, atau ketika menjawab suatu permasalahan langsung saja; ini lho hadisnya, ini ayat nya. Tanpa memberikan tahapan istinbath sehingga ia bisa menarik kesimpulan atas sebuah hadis.

Saya kuatir juga, jangan2 yang suka ngomong gak ada dalilnya itu, Bukhari Muslim saja belum pernah khatam bacanya (apalagi beserta syarahnya; Fathul Bari-nya Al-Asqalani dan Al-Minhaj karya Imam Nawawi).

Babat, 1 Mei 2015

Selamat Hari Buruh

"Tekadkan diri untuk tidak selamanya menjadi buruh.

Atau tekadkan diri untuk bekerja sebagai bos bagi diri sendiri."

Monday, April 27, 2015

Bandung Islamic Book Fair 2015

Tuesday, April 21, 2015

Aktif Nulis di Hari Kartini

Lewat status fb-nya, seorang teman membedakan salah satu alasan kenapa Kartini lebih terkenal daripada Cut Nyak Dien. Padahal, secara amalan (jasa bagi bangsa), Cut Nyak Dien jauh lebih hebat daripada Kartini.

Salah satu rahasianya, karena Kartini MENULIS.
Sementara, Cut Nyak Dien TIDAK MENULIS.

Jadi ingat status salah seorang teman yang selalu promosi untuk giat menulis, pemilik blog MengaisEmbun; ustadz Masyhari​.
Jika kita mati kelak, yang tersisa di dunia ini hanyalah tulisan kita.

Wawancara Imaginer tentang Munculnya Kartini Baru

#Wawancara Imaginer tentang Munculnya Kartini Baru#

Wartawan (W) : Bapak Kholid, bagaimana pendapat Anda tentang peringatan Hari Kartini yang marak di Indonesia?

Kholid (K) : Baik. Tidak bid’ah.

W : Apa Anda berharap akan muncul kartini-kartini baru di Indonesia?

K : Tidak sama sekali. (dengan mimik serius)

W : (Penasaran) Lho, kenapa?

K : Karena saya justru berharap muncul Khadijah-khadijah baru di Indonesia. Saya akan amat senang andaikan ada wanita-wanita kaya raya yang memilih suami karena akhlaknya, budi pekertinya, karena ilmu dan integritasnya. Laki-laki shalih yang akan menjadi sosok muslih di sisi perempuan itu.

Propaganda Anti Khilafiyah yang Berhasil

Selama ini, kita kerapkali digerojokin dengan propaganda:
“Ngapain sih ngobrolin masalah khilafiyah terus…? Gak ada manfaatnya tau!!!”

Propaganda itu menyesatkan.
Membuat kita terlena untuk memberi penjelasan yang benar tentang berbagai masalah dalam agama. Khususnya yang kecil-kecil dan khilafiyah seperti itu.

Kenapa?
Ternyata di sisi lain, ada juga pihak yang memanfaatkan propaganda tersebut. (Bisa jadi ia termasuk pihak yang menyebarkan propaganda itu). Pihak itu terus-terusan menulis dan menyebarkan wacana tentang masalah khilafiyah tersebut. Tentu saja dari sudut pandang dirinya. Tidak secara fair menyebutkan semua pendapat para ulama salafus shalih. 

Puasa Rajab sunnah

Jadi, jangan mentang2 Anda pernah baca di Google bahwa puasa bulan Rajab bid'ah dan munkar, lalu anda berani bilang kaum muslimin yang sedang puasa itu sesat. Naudzu billah...

Coba bayangkan, orang yang berpuasa lalu dikatakan sedang melakukan bid'ah. Saya bayangkan aja gak berani. Apalagi sampai mengatakannya.

Tapi, terkait BC yang banyak beredar di BBM dan status-status facebook, soal keutamaan (fadhilahnya) yang demikian luar biasa, saya tidak berani membenarkannya.

Adapun tentang keutamaan-keutamaan puasa Rajab secara khusus, saya banyak baca bahwa riwayatnya dhaif. Tapi, tentu saja tidak serta merta karena dhaif, lalu ditolak. Ada kaidah dalam ilmu musthalah hadis bahwa dalil dhaif di wilayah fadhailul a'mal, boleh diamalkan.

Hadis Dhaif, Belum Tentu Tak Bisa Diamalkan

Semoga kita lebih disibukkan dengan meningkatkan kualitas dan ibadah diri. Dengan meningkatkan usaha agar hati lebih bersih, amalan lebih ikhlas.

Daripada sibuk meneliti kesalahan orang lain. Sibuk menggerutu karena orang lain beribadah sunnah dengan dalil2 dhaif. Sibuk mengkritisi kenapa tidak ibadah sunnah dengan dalil Shahih yg dilakukan.

Padahal, bisa jadi orang tersebut uda amat terbiasa dengan ibadah sunnah (dalil Shahih). Lalu, karena semangat nya ingin mendapat kedudukan yang mulia sisi Allah, ia terus beribadah dan beribadah (walau dengan dalil hadis dhaif, misalnya).

Bukankah kaidah pengamalan dalil dhaif juga ada? Jadi, tidak asal dhaif lalu kita salahkan pelakunya. Kita tuduh perbuatannya gak bener, dan seterusnya.

Saya juga tidak yakin, ustad zaman sekarang (yang berteriak mengatakan perawi A itu dhaif) kualitasnya lebih baik di sisi Allah, atau bahkan di sisi manusia lainnya.

Bahkan, bisa jadi ia akan dinilai dhaif kuadrat andai imam Ibnu Hatim, An-Nasai, Adz-Dzahabi, Al-Bukhari, Ibnu Ma'in, dan lain-lainnya hidup di zaman ini. Dan melihat tingkahnya. [21/04/2015]

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)