Thursday, December 21, 2017

Makan Warung, Gak Boleh Lebih 20.000


● Tak Lebih Rp.20.000,- ●

Depot Barokah di Jalan Kapasan ini, warung makan langganan saya kalau pas di seputaran Pasar Kapasan
Selalu ada menu istimewa bagi saya; Ikan tongkol
Kadang digoreng, kadang pula ada pepesan
Keduanya cocok bagi saya
Begitu pula dengan sayur sop-nya; bumbunya terasa

Dan yang terpenting, harganya murah

Murah ukuran saya (saat makan di warung) adalah seporsi makan plus minumnya harganya tidak melebihi 20.000--tidak bikin dompet mendadak migrain sehabis makan
Kalau harganya melebih 20.000 seporsi, hampir pasti tidak saya datangi lagi--walaupun rasanya enak
(Ada beberapa contoh di Lamongan dan Babat--biasanya saya mencoba menunya, sekadar pengen ngerti saja)

Apalagi yang rasanya amat sangat di bawah standar--semacam beberapa jenis makanan impor itu
Sudah mahal, bikin gak sehat pula (baca: junk food)
Hampir gak pernah jadi pilihan saya--kecuali sedang sangat terpaksa

Makan di warung (semacam) Depot Barokah ini, selain kenyang, juga tak bikin was-was harga kalau kita asal comot jajanan yang gemelantungan.

Kapasan, 21 Desember 2017
@mskholid

Saturday, December 16, 2017

Uang Receh 500 an yang Bikin Tenang

Uang Receh 500 an yang Bikin Tenang

Bawa mobil kalau belum ada recehan 500 an itu perasaan gimana ngono
Andaipun di dompet gak ada duit "besar" pun, kalau di dashboard sudah ada recehan 500, hati sudah tenang.

Apalagi kalau situasi perjalanan sedang ada "cegatan"--seperti dalam perjalanan Semlaran - Drajat, yang ada dua kali cegatan di wilayah Banajrmadu dan jembatan Karanggeneng.

Kalau sudah dicegat gitu, gak ngasih duit, itu rasanya gimmmaanaaa gitu
Amat gak enak.
Belum lagi saat membayangkan bagaimana perasan beliau-beliau yang merelakan waktunya kena panas terik matahari jagain lalu lintas perjalanan, lalu tidak kita kasih duit.

Walaupun recehan 500, itu amat berarti bagi mereka
Amat berarti untuk menjaga perasaan mereka
"Suwun, Pak...!"
"Suwun, Bos...!"
Itulah ungkapan mereka saat uang gopek melayang ke dalam kaleng

Sebaliknya,
Kalau gak dikasih, bisa nesu dan jengkel.
Kalau sudah jengkel, (kata Kiai Ghofur) bisa mengalirkan ion-ion negatif warna merah--dan itu bisa mempengaruhi kita yang tidak ngasih.
Tapi, ini masih lumayan.

Di beberapa lampu merah, terkadang ada gerombolan anak yang ngamen dan meminta recehan.
Kalau tidak dikasih ia lantas berulah
Didoretlah body mobil pakai uang recehan yang dia bawa
Clerettt kecil di body mobil itu, bisa menghabiskan ratusan ribu di bengkel supaya bisa mulus kembali.

Gara-gara recehan 500, rugi ratusan ribu...!
Seperti itu pulalah hidup.

Tidak mesti yang kita butuhkan itu selalu duit besar
Tidak selalu yang kita butuhkan dalam sebuah organisasi adalah kumpulan orang-orang hebat dan besar.
Kita kerapkali membutuhkan kombinasi antara uang merah, uang biru, uang hijau, dan uang gemericik recehan tersebut.

Coba perhatikan organisasi Anda.
"Dipikir-pikir, isinya orang hebat-hebat semua.
Tapi, kenapa organisasi tidak jalan dengan baik.
Ya itu...
Sebabnya adalah tidak ada "uang recehan" di organisasi itu."
Tidak ada yang mau mengambil peran recehan itu

____________
Setidaknya,
Ketenangan yang ditimbulkan uang recehan itu,
Seperti ketenangan yang diperoleh seorang pejabat saat disopiri sopirnya sendiri

Sebab,
Kalau tidak disopiri sopirnya sendiri,
Bisa-bisa nabrak #TiangListrik 😉😁😂😃😃😃😃

Bumi Mangrove Tuban, 16 Desember 2017

Sunday, October 1, 2017

Bapak Miskin yang Melahirkan Al-Ghazali

● Bapak Miskin yang Melahirkan Seorang Al-Ghazali ●

Sang Hujjatul Islam, yang karya-karyanya menghiasi keilmuan umat hingga zaman ini, ternyata bukan anak seorang ulama besar. Bukan anak seorang kiai dengan pondok besar--santri membludak.

Beliau "hanya" anak seorang lelaki fakir yang shalih
Pekerjaan bapaknya adalah tukang tenun
Itulah sebabnya, banyak yang mengira bahwa nama الغزالي dibaca dengan tasydid pada huruf "ز" yang dinisbatkan pada bapaknya ghazzal (tukang tenun)
Penisbatan yang dibantah sendiri oleh sang Hujjatul Islam, bahwa namanya yang benar ialah Al-Ghazali (tanpa tasydid pada huruf ز ). __assiyar__

Lalu, apa istimewanya si bapak sehingga melahirkan anak sekaliber Imam Al-Ghazali?

Pertama,
لا يأكل إلا من كسب يده
Sang bapak tidak makan (dan memberi makan keluarganya) selain hasil dari jerih payahnya sendiri.
Jadi, rejeki yang dikonsumsi, tidak seladar halalan thoyyiban
Tapi juga hadil keringat sendiri
Sehingga ia pun tahu hartanya benar-benar bersih dari syubhat

Dalam sebuah hadits disebutkan;
Mencari kayu bakar di hutan, lalu menjualnya di pasar (dengan hasil yang tak seberapa)
Itu jaaaauh lebih baik daripada
Menengadahkan tangan pada orang lain (yang biasanya menghasilkan nominal lumayan)

Kedua,
Senang menghadiri majelis ilmu
Walau fakir (melaratnya lebih parah daripada miskin),
Pak Muhammad ini tidak lantas gila kerja, atau beralasan capek-sibuk dan tidak hadir di pengajian
Beliau rajin hadir di pengajian para alim-ulama

Seringkali beliau menangis tersedu saat mendengar pengajian
Lantas berdoa lirih, supaya kelak punya anak yang alim nan pejuang dakwah

Yang ketiga,
Tak cukup cinta pada alim ulama,
Bapaknya Imam Ghazzli juga berusaha sekuat tenaga melayani kebutuhan mereka
Bahkan, di tengah keterbatasan (dan kemiskinan) selalu berusaha mengeluarkan "sesuatu" dari hartanya untuk mereka. Memberi nafkah materi bagi para gurunya--semampu dia.

*disadur dari mukaddimah kitab yang dicapture


Tritunggal, 30 September 2017
IG-Twitter 》@mskholid
Blog 》@ruanginstalasi

Sunday, September 17, 2017

Anak Peparing Gusti Allah, Hindari Membandingkan-bandingkan

● Peparing Gusti Allah ●
Hindari Membandingkan-bandingkan

Sebagaimana anak, dulur (saudara) adalah peparing Gusti Allah
Sebagaimana kita tak bisa memilih jadi anak siapa
Kita juga gak bisa memilih jadi saudaranya siapa
Pun (bagi orangtua), tak bisa memilih punya anak yang seperti apa

Orangtua hanya bisa berharap (dan berdoa)
Tapi, jelas tidak bisa menentukan
Karena itu, orangtua dituntut untuk bisa selalu  menerima

Apapun kondisi anak yang dilahirkannya
Tak elok baginya selalu memuji-muji anak yang satu
Sementara anak yang lain justru dijelek-jelekkan
Apalagi membanding-bandingkan
Apalagi membandingkannya di depan semua anaknya

Rukun dan tenteramnya keluarga (anak-anak atau dulur dengan dulur)
Amat tergantung pada bagaimana sikap orangtua memperlakukan mereka
Acapkali anak gak akur, bukan karena rebutan harta warisan,
Tapi, karena sikap orangtua yang tidak adil

Anak yang jelek (meski memang jelek kelakuan & akhlaknya), dijelek-jelekkan
Sebaliknya, anak yang baik (meski memang baik kelakuan & akhlaknya) selalu dipuji-puji
Kalaupun ingin memuji, cukup puji di hadapan yang bersangkutan
Kalaupun ingin menasehati, cukup nasehati di hadapan yang bersangkutan

Tidak usah ada kalimat banding membandingkan
Sebab, pada dasarnya tak ada orang yang rela dibandingkan
Apalagi dengan sesama saudara sendiri
Sikap membandingkan seperti itu kerap membuat hubungan antar saudara retak

Coba saja,
Andai seorang suami membanding-bandingkan istrinya dengan saudara perempuannya si istri
Walaupun pembandingan itu benar, bisa terjadi kiamat kecil di rumah tangga mereka

----

Memang tidak mudah jadi orangtua
Ibarat kuburan, ia bisa kelihatan tenang dan nyaman
Karena si kuburan mau dengan legowo menerima siapa pun yang datang
Orang baik diterima, orang kelakuan buruk juga diterima

Kuburan tidak pernah (dan tidak perlu berisik) tiap menerima "anak-anaknya"
Toh, tiap anak-anak itu akan menerima balasan amalnya sendiri-sendiri
Kuburan hanya perlu selalu mengingatkan dan menasihati
Cukup dengan kalimat lirih dan tanda-tanda, tanpa berisik-tanpa bikin heboh

Kranji, 17 September 2017
Disarikan daei ceramah #KH Ahmad #Syaerozi - Babat

Friday, September 15, 2017

Tiru Cara Pinternya Dokter Mengobati

● Tiru Cara Pinternya Dokter Mengobati ●

Tugasnya orang pinter itu menyembuhkan (dan mengobati)
Seperti halnya dokter yang mengobati penyakit fisik,
Orang pinter agama punya tugas mengobati penyakit spiritual
Penyakit hati dan akhlak

Namun, orang mengobati juga tidak asal benar obatnya
Caranya mengobati juga harus benar dan tepat
Tirulah cara pak dokter yang mengobati pasiennya

Saat mau menyuntik, dokter mesti "melorot" celana pasiennya
Nah, sebelum celana pasien "diplorot", dokter akan menyuruh pasien masuk ruangan
Lalu pintu atau korden jendela ditutup
Barulah si pasien "diplorot" dan disuntik

Usai disuntik, dokter tidak serta merta menyuruh pasien keluar ruangan
Ia disuruh merapikam diri dan pakaiannya
Diminta sedikit berdandan, supaya nampak rapi
Supaya tidak kelihatan bekas habis "diplorot"

Itulah contoh cara yang cerdas dan pinter dalam mengobati

Coba bayangkan,
Andai si doker itu mengobatinya rame-rame
Bayangkan dia langsung "melorot" pasien2nya di ruang tunggu
Semua pasien disuruh melorot celananya, lalu si dokter bergiliran menyuntik pasien satu persatu. Apa yang terjadi?
Ya, meskipun niatnya baik (mengobati), tak akan ada orang yang mau berobat padanya

》》》
Begitu pula dengan orang alim, seorang ulama
Dia tidak cukup sekadar pinter keilmuannya
Tapi juga harus pinter & cerdas soal cara mengobati pasien (orang yang sakit)
Seperti halnya cara dokter memperlakukan pasiennya

Kalau niat ngobati orang, jangan pakai rame-rame
Jangan diomong-omongkan di depan khalayak ramai
Jangan dengan suara keras yang bisa didengar orang lain
Meskipun si sakit mengakui kesalahannya, secara naluriah dia tidak akan terima "diobati" dengan cara seperti itu

Drajat, 15 September 2017
@mskholid
@ruanginstalasi

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)