Tuduhan Kuburiyyun dan Penyembah Kubur
Salah satu ciri khas orang NU adalah ziarah ke makam para wali, ulama, kiai, dan masyayikh mereka.
Motivasinya tak lain adalah mendoakan orang-orang shalih itu, para wali, guru2 kita, syaikh kita yang telah berjasa kepada kita.
Para wali (songo, dkk.) berjasa menjadi perantara islamnya kita. Abad ke 7 atau ke 11 ya (coba cek sejarah). Itu artinya ratusan tahun lampau.
Artinya, zaman itu tidak semudah sekarang. Belum ada pesawat terbang, mobil, atau bahkan helikopter. Tentu saja butuh nyali yang besar dan tekad kuat untuk menyeberang lautan berbulan2 demi berdakwah dan mengajak kita masuk Islam.
Pengorbanan yang amat besar. Gak ada yang ngasih gaji atau uang saku bulanan. Mereka berjuang sendiri.
Juga makam guru2 kami, masyayikh dan ustadz. Kami mendoakan mereka agar dilapangkan kuburnya dan diberikan rahmat seluas2nya oleh Allah swt di alam barzakh.
--------------
Dalam beberapa literatur kelompok sebelah, orang2 yang gemar ziarah itu, disebut قبوريون para pecinta kuburan, atau lebih ekstrim: para penyembah dan peminta2 kubur.
Maka, mereka pun kerap kali posting gambar orang yang bersujud dan "ngelesot" di pinggir makam wali.
Ini yang perlu dijelaskan.
Yang berlaku ghuluw (saya kenal istilah ghuluw juga lho. Alumni Lipia jeee...!), seperti itu hanya satu dua. Hanya mereka-mereka yang awam dan tidak mengerti ajaran agama ini dengan baik. Solusinya, ya bukan diharamkan ziarah, disyirikkan, tapi diberi pengertian, disuruh mengaji #AyoMondok.
Seperti halnya dikalangan teman2 kami tetangga, ada juga beberapa orang yang begitu mudah bilang (klaim) ini haram, sesat, bidah, syirik, kufur, dll.
Saya pikir itu hanya sebagian kecil saja. Yakni mereka (dari kelompok tetangga) yang baru belajar agama, atau yang belum lulus i'dad lipia.
Mereka yang Arbain Nawawiyah saja belum khatam, apalagi Silsilatul Ahadits as-Shahihah dan pasangannya Silsilatul Ahadits ad-Dhaifah, karya muhadditsul ashr *versi mereka* Syaikh Albani.
-------------------
Tentu saja, para masyayikh kami, guru2 kami yang memandu ziarah ke makam wali, saya jamin tak ada satu pun yang sampai sujud2 di depan makam, atau menyembah-nyembah. Tak ada pula yang meminta kepada para wali itu dalam doanya. Tidak pula mengajari jamaahnya seperti itu.
"Mintalah kepada Allah, jangan meminta kepada makhluk"
Itu tulisan peringatan yang lazim kita temukan di makam2 para wali.
Terus, kenapa harus datang ke makamnya? Bukankah sudah cukup mendoakan dari rumah?
Jawabnya, kami sudah amat terbiasa, amat sering berdoa untuk beliau2, hampir 5x sehari, tiap usai shalat. Makanya, perlulah sesekali kami menziarahi malam para wali dan masyayikh kami.
Seperti halnya, kami tiap hari bershalawat kepada Baginda Rasulullah saw hingga ratusan kali. Namun, tetap saja bacaan shalawat itu tak pernah cukup mengobati kerinduan kami pada beliau.
Maka, kami membutuhkan ziarah makam Baginda Rasulullah saw. Membaca shalawat di samping makam Rasulullah, rasanya, benar-benar berbeda dibandingkan saat kami bacakan nun jauh di Tanah Jawa.
-----------
Dalam konteks lain, bagi hidup merantau jauh dari orangtua. Pasti sudah terbiasa mengirimkan uang bulanan untuk bapak-ibunya yang sudah tua. Yang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan harian beliau.
Namun, apakah cukup bagi kita sebagai anak (atau dari sisi mereka sebagai orangtua) andai kita 3 kali lebaran, 3 kali puasa tak pulang2. Tak pernah mudik menemui orangtuanya. Kayak Bang Toyib.
Kira2 seperti itulah...
Jadi, mulai sekarang lebih baik alihkan prioritas dakwah dan tema dakwah anda, agar Islam ini tak semakin asing.
***Dengar islam asing ini saya jadi tergelitik nulis lagi. Karena, ada yang menafsirkan asingnya Islam di akhir zaman ini adalah dalam bentuk fisik seperti cingkrang, jenggot tak terawat, kepala gundul, dan atau dahi gosong. Lain kali aja ditulis ya...
Wallahu a'lam...
Semoga tulisan2 saya adalah sebuah kebaikan yang bernilai ibadah. Saya bertawassul dengan tulisan2 yang tersebar di blog2 dan Sosmed saya.
رب لا تذرني فردا وأنت خير الوارثين
No comments:
Write komentar