Sunday, October 9, 2016

Google Hanyalah Sebuah Mesin

Google Hanyalah Sebuah Mesin

Tiga hari kemarin, banyak teman-teman yang mengucapkan selamat ulang tahun ke saya.
Alhamdulillah, terima kasih semua untuk perhatiannya.
Walaupun saya tahu, bukan tanggal itu hari kelahiran saya.

Bukan untuk membohongi
Tapi, semenjak membaca sebuah ebook tentang bagaimana sebuah mafia kartu kredit bisa mengambil data dan foto kita di media sosial untuk bahan "menipu" pengajuan kredit dengan kartu, saya langsung mengganti biodata asli saya. Termasuk foto-foto yang berpotensi bisa dijadikan untuk data di KTP/SIM dan sejenisnya. Saya hapus semua.
Saya sisakan foto yang berpose miring atau tidak mungkin dijadikan sebagai identitas di KTP dan SIM.

Tapi, apa yang kita pelajari dari Google dan sejenisnya (internet)
Mereka hanyalah sebuah mesin
Ya, ONLY sebuah mesin
Sebagai mesin, ia hanya bekerja berdasarkan data dan informasi yang kita (manusia) berikan untuk mereka.

Buktinya, begitu saya berikan data bahwa saya lahir bulan September, maka FB akan memberikan informasi kepada teman-teman saya di FB tentang kelahiran saya.
FB bahkan menyarankan untuk memberikan ucapan selamat.
Atau bahkan membuatkan sebuah video ucapan selamat ulang tahun. Otomatis kan, kerjanya.

Begitu pula dengan Google.
Ia akan memberikan informasi berdasarkan apapun yang manusia berikan padanya. Google tidak bisa menyaring sendiri kebenaran atau kesalahannya.

Misalnya yang sering jadi bahan gunjingan ialah soal permasalahan agama.
Masalah
- Mengucapkan selamat tahun baru
- Puasa Rajab
- Puasa Senin Kamis
- Tarawih
- Qunut
- Maulid Nabi saw
- Salaman usai Shalat
- Adzan Jumat
- Khutbah tongkat
- Tawassul
- Ziarah
- dan lain sebagainya.

Informasi yang diberikan Google ialah berdasarkan apa saja yang dia terima. Dia tidak bisa menyaring validitas informasi tersebut; apakah benar atau salah.
Apakah informasi tentang hukum suatu permasalahan agama itu berasal dari orang yang punya kapasitas ataukah awam yang cuma dengar-dengar saja--yang kebetulan pintar nulis?
Google tak tahu.

Bahkan, andaikan di FB ini saya tulis nama saya dengan:
KH.Prof. DR. Kholid, Lc., MA, P.hd.
Facebook pasti tidak akan memprotesnya. Atau minimal tidak merasa perlu mengklarifikasinya; apakah benar gelar yang saya sematkan itu sungguhan. Atau bohongan.

Sehingga, andai saya menulis (sok-sok-an) tentang hukum agama, para follower yang tidak kenal saya secara langsung, bisa-bisa langsung mempercayainya. Langung mengikuti apa yang saya tulis. Maklum, lihat gelar saya yang mentereng.

Nah, karena itu dalam urusan akademik, sumber internet tidak bisa dijadikan rujukan. Khususnya dalam penulisan makalah, skripsi, apalagi tesis dan disertasi.
Sebab, validitasnya diragukan.

Apalagi kalau sudah nyangkut pertanyaan di akhirat kelak.
Ketika di pengadilan akhirat ditanya,
"Kenapa kamu kok begini? Ikut siapa?"
"Lha jawaban Google begitu sich..."

Bisa dipastikan Google akan lepas tanggung jawab.
Tidak akan bisa membela anda.

Beda bila misalnya anda ikut seseorang yang jelas keilmuan dan keulamaannya.
"Kok laku begini, ikut siapa?"
"Ikut Syekh Firanda, Gusti."
Nah, Syekh Firanda bisa datang membela Anda dan menjadi pengacara di akhirat kelak.

Nah, makanya,
Cari guru yang benar.
Biar kelak bisa membela Anda dengan benar.

Wallahu a'lam....

Babat, 02 Oktober 2016

No comments:
Write komentar

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)