Tuesday, August 13, 2019

Kerja Saja, Ikhtiar Saja

• Kerja Saja, Ikhtiar Saja •
Yang Menilai itu Allah, Rasul-Nya, dan Orang-orang Mukmin

Pokoknya ikhtiar dan usaha saja yang sungguh-sungguh.
Itulah di antara hal yang terbersit dalam benak saya ketika mendengar kisah Sayyidah Hajar dan si kecil Ismail saat 'penemuan' mata air Zamzam. Proses yang kemudian diabadikan sebagai bagian ritual haji, bernama SAI.

Yang kerja dan usaha maksimal itu; Sayyidah Hajar.
Namun, justru mata air memancarnya dari kaki si kecil Ismail.
Bukan ditemukan oleh Sayyidah Hajar.
Idealnya, khan yang kerja siapa, yang memetik hasil siapa?


Begitulah kehidupan.
Banyak sekali di antara kita yang memeroleh kesuksesan hari ini, justru adalah hasil dari serpihan-serpihan ikhtiar yang dikumpulkan oleh orangtua, kakek-nenek, dan pendahulu kita. Kita hanya bermodal sentuhan terakhir, hingga berhasil mendapatkan kesuksesan itu.

Betapa banyak, pondok pesantren yang didirikan oleh kiai sepuh. Lewat ikhtiar perjuangan berdarah-darah, riyadhoh, penuh dengan usaha sepenuh hati, namun pesantrennya begitu-begitu saja. Tidak mengalami perkembangan dalam jumlah santri atau bangunan (jika ini adalah standard kesuksesan).
Namun, setelah wafatnya kiai sepuh, pondok tersebut justru mengalami perkembangan luar biasa. Santrinya membludak. Lahannya mengalami perluasan berhektar-hektar.

Generasi penerus sang kiai sepuh, cukup memberikan sentuhan akhir yang jitu. Tembuslah. Kembang pesatlah itu pesantren.

Kalau bahasa David J. Schwartz, jika kesuksesan itu 1000 langkah, orang gagal itu seringkali disebabkan karena berhenti berusaha. Padahal, ia sudah sampai pada langkah ke 999. Berhenti. Capek, katanya. Putus asa. Padahal, ia tak tahu, tinggal selangkah lagi kesuksesan itu datang.

Kalau dalam bahasa tukang bor (sumur), tanda-tanda kesuksesan itu justru datang saat mata bor mulai menemui jalan buntu. Keras. Ada batu keras yang menghalangi mata bor. Semakin sulit alat bor menembus, semakin dekat dengan mata air.
Jika si tukang bor berhenti berusaha. Tamatlah ia. Tak akan menemukan mata air. Tapi, jika ia meneruskannya, maka akan memancarlah mata air yang segar.

Seringkali orangtua atau pendahulu kita, punya cita-cita besar. Sudah berbagai ikhtiar dan riyadhoh dijalankan. Puasa juga. Namun, belum tembus, keburu meninggal dunia. Kita, anaknya, cukup meneruskan dan memberikan sentuhan akhir. Tembuslah. Dapatlah kesuksesan itu.

Begitu pula kita.
Jika tidak alim, namun punya keinginan jadi orang alim.
Maka, lakukan saja segala cara dan ikhtiar untuk menjadi alim.
Kalaupun belum berhasil jadi alim, setidaknya kita telah mengumpulkan serpihan-serpihan yang akan menjadi bekal munculnya salah satu generasi kita yang jadi orang alim. Anak atau cucu kita. Mereka hanya tinggal meneruskan langkah mengumpulkan serpihan itu. Atau meneruskan satu hentakan mata bor.

Wallahu a'lam ...

Babat, 13 Agustus 2019
@mskholid

No comments:
Write komentar

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)