Monday, October 28, 2019

KH Musthofa dan Geliat Dakwah di Pantura Lamongan

تخيروا لنطفكم ، فإن العرق دساس
Pilihlah (tempat untuk meletakkan) sperma kalian. Sebab, gen itu punya pengaruh terhadap keturunan. (HR Ibn Majah & Al Dailami)

Begitulah pesan Baginda Rasulullah saw 14 abad lalu, dalam memilih calon  suami/istri. Istilah orang Jawa; bibit, bebet, bobot. Sebab, keturunan yang baik akan tercipta dari nenek moyang baik pula. Keturunan ulama akan menurunkan generasi ulama. Keturunan orang-orang shalih, akan mewariskan generasi shalihin.

Sosok KH Musthofa Abdul Karim, yang dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah pun demikian. Jika ditarik garis ke atas, lewat jalur bapak (KH Abdul Karim - PP Al Karimi Tebuwung), keturunan beliau bersambung pada Raden Qosim Sunan Drajat. Sementara dari garis ibu, Nyai Khodiyah (Sidayu) bersambung pada Raden Ainul Yaqin Sunan Giri. Berarti kedua orangtua Mbah Musthofa bertemu dalam sanad pada Syekh Maulana Jamaluddin Akbar (Syekh Jumadil Kubro).



Riwayat Pendidikan

Lahir dari keluarga pesantren, Mbah Musthofa akrab dengan ilmu-ilmu agama sejak kecil. Guru pertama yang mendidik beliau ialah sang ayahanda, KH. Abdul Karim, pendiri PP Al Karimi - Tebuwung (1864 M).

Pengembaraan keilmuan berikutnya dimulai sejak usia dini. Sekitar usia 10 tahun, beliau sudah berangkat mondok ke Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah (berdiri 1775 M). Ketika itu, Pondok Sampurnan Bungah dibawah pengasuh KH Shalih Tsani (w. 1902 M). Di sini, Mbah Musthofa menimba ilmu selama 5 tahun.

Berikutnya, Mbah Musthofa muda (sekitar usia 15 tahun) melanjutkan mondok di Pondok Langitan - Tuban. Selama 3 tahun di Langitan, beliau mondok yang saat itu diasuh oleh KH Ahmad Shalih. Di sinilah, diperkirakan Mbah Musthofa pernah satu pondok bersama pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama, Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari (w. 1947 M).

Setelah 3 tahun di Langitan, Mbah Musthofa melanjutkan pengembaraan keilmuan beliau di Pesantren Baureno - Bojonegoro. Sekitar 10 km arah ke selatan dari Pesantren Langitan. Tidak ada informasi tentang nama pesantren dan pengasuhnya. Di sini beliau menimba ilmu selama 2 tahun.

Pada zaman itu, ada seorang ulama kharismatik asal Madura. Beliau terkenal pula sebagai waliyullah yang punya banyak karomah. Yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan (w. 1925 M). Sekitar tahun 1891 - 1893, Mbah Musthofa menimba ilmu dari Syaikhona Kholil selama 2 tahun.

Setelah itu, beliau pulang ke tanah Jawa. Dan kembali mondok di Pesantren Qomaruddin Bungah. Ditengah mondok itulah, beliau kemudian diambil menantu oleh kiainya sendiri, dan dinikahkan dengan putri beliau--Nyai Aminah Shalih Tsani.

Tahun 1896, Mbah Musthofa berangkat haji. Kesempatan di Tanah Suci digunakan sebaik-baiknya untuk menimba ilmu darinpara ulama di Mekah dan Madinah.

Babat Alas Tanah Kranji

Sepulang dari haji, Mbah Musthofa yang saat itu masih tinggal di Pesantren Bungah, sering berziarah ke Drajat. Selain ke makam Sunan Drajat, juga untuk berziarah ke kakeknya, K. Abdul Qohar.

Karena sering riwa-riwi ziarah itulah, masyarakat sekitar Drajat ingin mengaji pada beliau. Hingga tahun 1898 M, tokoh masyarakat Desa Kranji, H. Harun mewakafkan tanahnya untuk dijadikan tempat belajar para santri.

Tanah bakal Pondok Kranji ini, sebelumnya dikenal angker (jawa: singit). Namun, dengan karomah yang dimiliki, beliau bisa mendirikan bakal pesantren di tanah yang dianggap Jalmo moro jalmo mati itu. Tentu saja dibantu para santrinya; H. Utsman, H. Harun, H. Ibrahim, Mastaqrib, dan masyarakat desa Kranji dan sekitarnya.

Bangunan Pertama

Sarana pertama yang dibangun oleh Mbah Musthofa adalah musholla. Di musholla inilah pembelajaran dan pendidikan agama dipusatkan. Saat ini, posisi musholla berganti dengan bangunan Masjid Al-Ihsan.

Selain musholla, beliau juga membangun sumur. Kebutuhan pada air menjadi hal yang utama untuk sarana kebersihan, mandi, cuci, dan lain-lain.

Para santri juga menyiapkan tempat tinggal untuk Mbah Musthofa. Sebagai tempat istirahat sementara beliau. Sebab, saat itu beliau masih riwa-riwi ngajar dari Bungah ke Kranji. Selama 2 tahun, beliau mengasuh santri generasi pertama sambil menetap di Bungah.

Barulah tahun 1900 M, beliau mengajak keluarga untuk boyong ke Kranji. Fokus mengasuh di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah.

Alquran, Pembelajaran Pertama

Materi pertama yang diajarkan Mbah Musthofa ialah mengaji Alquran. Dalam menyimak bacaan Alquran santri, beliau dikenal sangat jeli dan teliti. Bacaan Alquran harus benar-benar tepat makhraj dan tajwidnya.

Saat menyimak bacaan itulah, beliau selalu membawa pilinan kulit waru. Kulit pohon waru yang sudah kering dan kuat itu, beliau pilin sehingga menjadi tali tampar yang amat kuat.

Ketika ditanya, alasan kenapa kok membuat tali tampar saat menyimak ngaji. Salah seorang keturunan beliau, KH Musthofa Abdurrahman menyebutkan:

"Tangan saya itu suka gatal kalau dengar orang baca Alquran salah sampai tig kali. Inginnya menampar saja. Tapi, karena tangan saya sibuk memilin tali tampar, maka gak jadi menampar."

Tali tampar itu bukan untuk dijual. Saat keliling bertemu warga Kranji dan sekitarnya, beliau suka melihat tali timba warga. Jika dilihatnya tali timba sudah mau putus, beliau memberikan tampar buatannya tersebut pada warga.

Tali Tampar "Ajaib"

Tali buatan Mbah Musthofa dikenal "sakti". Proses pembuatannya memakan waktu berbulan-bulan. Setelah kulit waru dikupas, bakal tali itu direndam dalam kolam belakang pondok. Setelah sekian bulan, lantas diangkat dan dijemur. Barulah setelah kering, beliau pilin sebagai tali tampar.

"Ukuran talinya itu tidak besar. Diameter hanya sekitar polpen Pilot. Saya pernah menemukan tali tinggalan Mbah Musthofa di loteng ndalem," cerita KH Musthofa Abdurrahman pada penulis.

Sekitar tahun 1952 M, terjadi gempa besar di wilayah pantura. Masjid Warulor yang terbuat dari kayu, ikut terdampak. Tiang kayunya yang besar-besar itu doyong. Miring. Masyarakat pun berinisiatif menegakkan kembali tiang tersebut. Banyak tali perahu yang berukuran besar digunakan untuk menariknya. Namun, selalu putus--saking besarnya beban yang ditarik.

Salah seorang tokoh warga ingat pada tali tampar tinggalan Mbah Musthofa. Beliau berinisiatif ikhtiar meminjam tali tersebut dari Pondok Kranji. Bismillah, dengan diikat tali tampar yang seukuran polpen Pilot, bangunan Masjid Warulor berhasil ditegakkan kembali. (Cerita KH Musthofa Abdurrahman)

Karomah Mbah Musthofa

Cerita yang masyhur dituturkan oleh KH Abdur Rauf Djabir dari ayahanda beliau; KH. Moh. Djabir. Suatu hari, datang tamu asal Kemantren. Orang tersebut mengadukan anaknya yang sakit tidak sembuh-sembuh.

"Mbah, yugo kulo sakit pun kulo beto dateng pundi-pundi tapi mboten saras. Milo kulo nyuwun didungaaken Mbah. Kersane saras," pinta orang Kemantren.

Dengan santai, Mbah Musthofa menjawab,
"Menawi ditambaaken meriko-meriko mboten enten hasile gih 'kajaran' mawon."

Mendengar jawaban itu, sang tamu bergegas pulang. Dia ambil daun kajaran terus direbus. Airnya diminumkan dan bi idhnillah,  anaknya sembuh. Dia girangnya bukan main. Sebagai hadiah, orang Kemantren itu datang lagi ke pondok Kranji. Dia membawa oleh-oleh satu cikar sebagai ucapan terima kasih.

Mbah Musthofa kagetnya setengah mati mendengar cerita orang tersebut. Padahal, sebenarnya beliau hanya menjawab sambil berkelakar. Maksud "kajaran" itu; kalau kemana mana sudah tidak bisa sembuh ya "kajaran" saja. Alias dibiarkan saja. Ndilalah, kok malah jadi wasilah kesembuhan.

Santri Golongan Jin

Selain ahli Alquran, ahli ilmu syariat dan kitab kuning, Mbah Musthafa juga dikenal punya keistimewaan di bidang ketabiban. Bahkan bisa menguasai golongan jin.

Menurut penuturan KH Abdur Rauf Djabir (ketua Forum Komunikasi Bani Musthofa), Mbah Musthofa, Mbah Ismail (Bungah) dan Mbah Murtadlo (Tebuwung) pernah dimintai tolong masyarakat Sendang ketika memugar masjid Agung Sendang. Para Jin penghuni masjid marah. Banyak masyarakat yang diganggu.

Tiga kiai tersebut didatangkan untuk menyelesaikan kasus ini. Alhamdulillah, keadaan bisa normal kembali. Para Jin bisa diajak nego agar pindah tempat dan tidak mengganggu masyarakat Sendang.

Dalam proses pendidikan di Pondok Kranji, ternyata banyak pula santri dari golongan jin yang ikut mengaji pada Mbah Musthofa. Mereka meminta izin untuk mendirikan gothak'an (kamar santri) di arena Pondok Kranji. Oleh Mbah Musthofa, mereka tidak diizinkan. Tetap boleh ikut mengaji, tapi untuk asrama disilahkan membangun di wilayah Desa Drajat, Dagan, dan Sendang.

Pesantren dan Keturunan

Hingga sekarang, kiprah Mbah Musthofa masih terus dilanjutkan para dzurriyah dan santri beliau. Mayoritas pondok pesantren dan lembaga pendidikan di wilayah pantura Lamongan, mempunyai sanad keilmuan atau keturunan dari pendiri PP Tarbiyatut Tholabah.

Bahkan, banyak dzurriyah beliau yang menyebar ke berbagai wilayah nusantara, lalu mendirikan pesantren atau lembaga pendidikan lainnya. Bisa disebut di sini antara lain; PP Al Amin (Tunggul - Paciran), PP Manarul Qur'an (Paciran), PP Darul Ma'arif (Payaman - Solokuro), PP Bait Ahlil Quran (Bekasi), PP Al Aman (Payaman), PP Roudlotul Mutaabbidin (Payaman), PP An Nafi'iyah (Bungah), PP Tahfidz Qur'an (Kalimantan), PP Tabahrejo (Jombang), PP Cahaya Qur'an (Babat) dan lain-lain.

Wafat

KH Musthofa Abdul Karim wafat tanggal 8 Rabiul Awwal (bertepatan tahun 1950 M), dalam usia 79 tahun. Hari wafat beliau, hingga kini dijadikan sebagai hari peringatan haul beliau.

Estafet kepengasuhan PP Tabah dilanjutkan oleh putra ketiga; KH Abdul Karim Musthofa. Hingga kini, Pesantren Tabah terus berkembang pesat dan menjadi salah satu rujukan utama lembaga pendidikan di wilayah pantura Lamongan.

Saat ini, kepengasuhan PP Tarbiyatut Tholabah dipimpin oleh Buya KH. M. Nasrullah Baqir.***

*Moh. Shorih Al-Kholid*
_Sekjend Ikbal Tabah_
_Guru MA Tarbiyatut Tholabah Kranji_

No comments:
Write komentar

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)