Friday, February 22, 2008

Positioning

POINT berikutnya setelah diferensiasi—dalam bukunya Hermawan Kartajaya—adalah positioning. Boleh kan saya mencoba bergurau tentang positioning ini dengan memaknai lain. Tapi, saya jamin masih dalam lingkup dunia marketing dan keahlian menjual yang begitu aku kagumi.

Posisioning adalah menempatkan diri. Jadi, agar produk yang Anda jual laku dan dibeli, Anda harus mempososisikan tempat jualan Anda di tempat yang tepat.

Sebelumnya, saya atau mungkin Anda yang belum pernah ke Pondok Indah tidak pernah membayangkan bahwa di lingkungan perumahan yang terkenal sebagai perumahan elit, milik orang-orang berduit itu ada penjual gorengan, nasi goreng, mie ayam, kacang rebus, soto, ketoprak, atau aneka makanan rebusan. Hingga pada suatu ketika ada undangan khataman (baca al-Quran hingga khatam 30 juz) dari salah seorang penghuni perumahan Pondok Indah. Bersama beberapa orang teman, saya ‘menjalani’ undangan tersebut.

Nah, di sela-sela ngaji yang berlangsung selama beberapa hari itu, kami memerlukan makanan atau tepatnya jajanan ‘biasa’ (karena makan dan minum sudah terjamin dari pemilik rumah) yang menjadi cemilan kami. Yach...jajanan sejenis gorengan, kacang rebus, kedelai rebus, jagung rebus, dan sebagainya. Awalnya, kami terbayang akan berjalan jauh mencari dengan asumsi bahwa di lingkungan elit tersebut kami tidak akan menemukan apa yang kami cari. Ternyata, keluar beberapa ratus meter saja, kami sudah menemukan apa yang kami ingini.

Kemudian, penemuan kedua saya alami waktu bekerja di daerah Pondok Pinang—tapi tempatnya lebih dekat dengan Pondok Indah—yang juga dihuni perumahan-perumahan elit dan penghuni golongan atas. Ternyata, di sana juga saya temukan tukang gorengan, tukang jual mie ayam, jual soto ayam, tukang sayur, ketoprak, nasi goreng, gado-gado, dan aneka penganan lainnya.

Saya juga menemukan semacam warteg (saya bilang ‘semacam’ karena pemiliknya bukan orang Tegal, tapi orang Sunda). Warung yang menjual nasi dengan kualitas di bawah rata-rata, rasa standar, dan yang paling penting mengenyangkan. Dan, tahu nggak? Itulah warung langganan saya ketika makan siang. Hehehe.....

Kembali ke bahasan awal,

Kira-kira apa yang Anda simpulkan dari dua contoh “kejadian nyata” di atas? Benar! Mereka, para penjual itu adalah orang yang cerdas dalam hal posisioning. Saya tidak yakin mereka pernah membaca—atau bahkan sekadar melihat—buku tulisan Hermawan Kartajaya.

Mereka mempelajari dengan baik pasar dan melihat bahwa ada peluang pasar yang tidak tersentuh. Di situlah kemudian mereka bermain. Karena pasarnya jelas, dagangan mereka pun laku keras, bahkan bisa jadi mengalahkan padagang kaki lima yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya.

Anda yang tidak jeli pasti tidak akan dapat membaca bahwa di balik orang-orang kaya di Perumahan Pondok Indah itu, pastilah ada orang-orang bawahan (sebenarnya tidak bawahan), seperti pembantu, tukang sapu, satpam, sopir, tukang kebun, ataupun tukang bangunan. Pendapatan mereka tentu saja njomplang jika dibandingkan majikan mereka. Dan tentu saja apa yang menjadi konsumsi mereka sehari-hari pun berbeda. Mereka membutuhkan gorengan yang orang kaya mungkin tidak mau beli karena kurang hieginis. Mereka membutuhkan nasi goreng yang berharga 5 ribuan. Tidak seperti yang orang-orang kaya itu beli. Tinggal telepon, langsung diantar. Mereka membutuhkan makanan kelas warteg, yang meski nasinya agak keras asal mengenyangkan perut. Nah, di sinilah pedagang-pedagang ‘kecil’ itu masuk.

Sesungguhnya, itu adalah pasar yang besar. Pendapatan dari penjualan di sana akan mencukupi Anda hidup sebulan bersama istri dan anak-anak. Sekali lagi, asal Anda jeli memosisikan diri dan dagangan Anda. Bahkan mungkin ‘gaji’ Anda mengalahkan gaji orang-orang kantoran yang jadi konsumen Anda—yang terlihat lebih keren itu. Hehehe...

Untuk melebarkan pasar, Anda dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Ada beberapa cara. Yang pertama, istilah pembeli adalah raja masih sangat relevan dan efektif dalam menjaga tingkat penjualan Anda. Yang kedua, Anda dapat meningkatkan kebersihan komoditi yang Anda jual. Ketiga, buat inovasi-inovasi baru yang menarik. Keempat dan berikutnya, Anda bisa kreatif menemukannya dengan melihat macam apa konsumen sasaran Anda.

Sampai jumpa,

Salam...

Ciputat, 21 Februri 2008

Diferensiasi

Membaca bukunya sang pakar marketing, Hermawan Kartajaya, “Positioning-Diferensiasi-Brand”, saya teringat beberapa hal. Tentang Diferensiasi (pembedaan), saya teringat pada masalah jenggot pada zaman Nabi saw yang sampai saat ini masih jadi perdebatan para ahli agama Muslim. Bahkan yang bukan ahli agama pun ikutan komentar.
Saya teringat, kenapa waktu itu Nabi Saw begitu menganjurkan para sahabatnya untuk memelihara jenggot. Beliau memberi alasan bahwa itu sebagai pembeda orang muslim dengan orang kafir (Yahudi) yang umumnya memelihara kumis dan mencukur jenggotnya. Pengetahuan akan perbedaan itu implikasinya terlihat pada bagaimana cara muamalah dengan mereka. 

Dalam Islam, dilarang memberi ucapan salam (mendoakan dengan bacaan assalamu’alaikuum) kepada non-muslim. Bahkan kalau ada seorang non-muslim yang memberi salam (dengan bacaaan assalamu’alaikum) kita diajari untuk menjawab dengan wa’alaikum (dan juga untukmu). Dan, zaman sekarang banyak kita temukan non-muslim yang biasa mengucap assalamu’alaikum, astaghfirullah, alhamdulillah,

Wednesday, February 20, 2008

Magang buat Mahasiswa

Edy Zaqeus, editor situs pembelajar.com pernah mengatakan bahwa kerja ngantor adalah belajar yang dibayar. Lazimnya orang belajar, seharusnya dialah yang harus mengeluarkan biaya untuk membayar yang memberi pelajaran. Untuk seorang pemula, gaji minim seharusnya tidak menjadi masalah. Bahkan beberapa trainer menyarankan agar anak-anak muda (yang masih mahasiswa) memanfaatkan waktu liburan semester atau waktu luang di sela-sela kuliahnya dengan magang di suatu perusahaan. Ia harus bersedia ‘berkorban’ (sebenarnya tidak berkorban) tidak digaji.
Kenapa begitu? Karena perusahaan-perusahaan sekarang belum terlalu jauh melihat lulusan mana atau IPK berapa? Hal itu hanyalah pertimbangan berikutnya setelah dilihat seberapa jauh pengalaman bekerja dan seberapa mampu bekerja dalam suatu bidang? Nah, ketika sang mahasiswa sudah lama magang atau bahkan berpengalaman di beberapa perusahaan, itu akan meyakinkan perusahaan untuk menentukan seberapa besar kapasitas dirinya.
Berikutnya, setelah kita sudah meyakinkan diri untuk magang (belajar) tanpa dibayar, muncul pertanyaan berikutnya; perusahaan seperti apa yang mesti kita masuki. Agar tidak setengah-setengah, tentu saja kita harus memilih perusahaan besar yang punya reputasi bagus. Jadi, walaupun kita sekadar magang, itu akan jadi nilai tersendiri bagi kita. Ini dperlukan terutama pada saat kita mengajukan lamaran yang ‘sesungguhnya’.
Perusahaan besar pastilah diisi oleh orang-orang ‘besar’ pula. Berkumpul bersama orang-orang hebat, bekerja dengan cara-cara orang sukses bekerja, dan berfikir seperti mereka, akan menularkan pada kita untuk berproses menjadi orang besar dan hebat pula. Lama-kelamaan kita akan mendapatkan banyak ilmu yang (kemungkinan besar) tidak diajarkan di meja kuliah.
Namun, banyak kita temui di antara mahasiswa yang ketika lulus kuliah mengeluh karena sulit mendapatkan pekerjaan. Ada beberapa sebab;
Pertama, tentu saja keengganan mengikuti sunnatullah dunia pekerjaan (ngantor) yang mensyaratkan berpengalaman.
Kedua, dengan ilmunya, mahasiswa sebenarnya punya banyak sekali peluang pekerjaan yang bisa diciptakannya. Jadi, tidak mengharapkan pekerjaan dari orang lain tapi bagaimana ia menciptakan pekerjaan itu sendiri. Hanya saja banyak yang merasa malu atau gengsi jika harus memulai untuk berbisnis. Padahal, bisnis (meskipun kecil dan dipandang kurang keren) ternyata menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar daripada orang-orang kantoran yang selalu rapi dan kelihatan 'kaya' itu. Coba saja Anda tanya pada penjual es keliling, tukang bakso, somay, pentol, atau yang lainnya. Berapa barang dagangan mereka laku tiap harinya. Lalu hitung berapa penghasilan mereka sehari. Kemudian, kalikan 30 (sebulan). Dan, bandingkan dengan gaji rata-rata orang yang ngantor!!!
Ketiga, mungkin Anda belum tahu dengan potensi Anda sendiri. Itu artinya, Anda belum mengenal diri Anda sendiri. Lha bagaimana mau maju dan sukses, mengenal diri sendiri saja belum...!? Kenali diri Anda, potensi Anda, kemampuan Anda, nilai diri Anda yang, dan lain-lain milik Anda. Panduannya, Anda dapat membaca buku-buku motivasi yang banyak bertebaran.
Sekian,
Khaled
(editor Cicero Publishing)

Tuesday, February 19, 2008

Lowongan Kepala Penjualan

Teman-teman, barangkali ada yang berminat mengisi lowongan kerja untuk posisi:

Kepala Penjualan:Kualifikasi:

- Usia 30 tahun atau kurang
- Berpengalaman dalam penyelenggaraan event
- Komunikasi dan kemampuan negosiasi bagus
- Menguasai dunia perbukuan
- Jaringan relasi luas dan bagus
- Minimal lulus S-1
- Biasa bekerja dengan target

Yang berminat bisa mengirimkan lamaran keBagian SDM Mizan Media Utama
Jl. Cinambo 146, Cisaranten Wetan, Ujung Berung Bandung. 40294

paling lambat 17 Desember 2007
Kami tunggu lamaran Anda...

di post ulang dari milis ResensiBuku

Dicari Editor Akuisisi

sebuah penerbitan yang berlokasi di Bandungmembutuhkan tenaga Editor Akuisisi

lingkup pekerjaan
:1. Mencari naskah
2. Melakukan/membuka hubungan dengan penulis
3. Presentasi naskah

syarat:
1. Lulusan s1 segala jurusan
2. Diutamakan wanita
3. Usia tidak lebih 27 tahun
4. Terbiasa bekerja memenuhi tenggat waktu
5. Berpengalaman bekerja di penerbitan

kirim lamaran dan attach cv Anda (tidak lebih 150 KB)
ke kangarul@menulisyuk .com sebelum tanggal 25 Februari2008

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)