Friday, April 18, 2008

Marah Pada Anak Kecil

Pelajaan penting yang saya peroleh dari membaca buku-buku pendidikan anak (parenting) adalah saya tidak langsung serta merta memerahi setia perbuatan ’salah’ yang dilakukan seorang anak. Saya mencoba memahami setiap tingkah laku anak dari sudut pandang mereka. Bukan dari sudut pandang orangtua.

Suatu hal yang dianggap salah oleh orang dewasa, terkadang dianggap sebagai suatu hal luar biasa dan mengesankan bagi si anak. Sehingga, orang dewasa tidak berhak memarahi anak-anak ketika melihat mereka melakukan ’kesalahan.

Apabila kita tiba-tiba marah, menjewer, mencubit, atau bahkan memukul si anak karena perbuatan yang dilakukannya, dia akan bertanya-tanya pada dirinya; kenapa saya dipukul mama, yang saya lakukan itu kan asyik dan menyenangkan?

Akibat lanjutnya, anak menjadi takut dan tidak berani untuk mencoba hal-hal baru karena khawatir dimarahi mama. Lebih lanjut lagi, anak jadi kurang kreatif, tidak percaya diri, dan selalu diliputi kecemasan tiap kali hendak melakukan sesuatu. jangan....jangan....??!!

Selain itu, akan muncul akibat lain; yakni kebalikannya. Anak menjadi tidak percaya dengan orangtuanya dan tidak akan mempedulikan kata-kata orangtuanya, serta bertindak sesuka hatinya--sebagai bentuk ’pembalasan’.

Orangtua harus memberikan kepercayaan pada anak mulai dari hal-hal kecil, sepele, dan dianggap remeh. Dalam hal mainan misalnya.

Adalah tetangga kosan saya; suatu hari saya bermain di rumahnya. Di sana ada cucu tetangga itu. Anak kecil itu lagi main-main dengan asyiknya. Setelah main, barang-barang itu ditinggalkannya tergeletak dan berserakan. Si Ibu langsung marah,
”Dasar! Habis main kok dibiarkan geletakan begini! Dirapikan dong!!” teriaknya setengah kesal.

saya kaget mendengarnya, tapi dengan bercanda saya ucapkan, ”Namanya juga anak kecil, Bu. Kalau dia habis main terus dirapikan ke tempat semula, berarti anak ajaib. Bisa masuk MURI nanti, Bu...! hehehe...”

Sepertinya dia berpikir dan membenarkan ucapanku. Semoga bisa lebih sabar mendidik anak.

Anak belajar dari bermain. Makin banyak permainan yang dilakukan, makin banyak hal yang dipelajarinya. Dan, itu berarti adalah keuntungan bagi orangtua, karena sebelum si anak masuk sekolah dan ’belajar’, dia telah banyak belajar terlebih dahulu.

Mainan anak yang rusak, sebaiknya tidak perlu dicemaskan. Karena--sekali lagi--itu adalah sarana dia belajar, tumbuh, dan berkembang. Apa Anda mau; marah dan ego Anda menghambat perkembangan anak Anda. Ingat! Anda sudah tua, masa depan Anda adalah tanah. sedangkan si anak, dia masih kecil, masa depannya adalah menjadi seperti Anda atau JAUH LEBIH BAIK DARI ANDA!

Ada satu pelajaran berharga yang saya dapatkan dari novelis Tere Liye (Penulis "Hafalan Shalat Delisa) mengenai motivasi mencintai kanak-kanak. Katanya, "Mencintai kanak-kanak tidak sekadar karena mereka lucu, polos, dan menggemaskan. Tapi, karena ada janji kehidupan yang lebih baik pada mereka."

No comments:
Write komentar

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)