Thursday, May 15, 2008

Malam Pertama

“Istriku...”
“Ya, Mas...”
“Apa yang akan kita lakukan di malam pertama kita,” tanyaku mesra.
“Terserah, Mas,” jawabnya pelan. Kulihat senyuman mengembang di bibirnya.
“Kok terserah...?” tanyaku sambil menahan senyum.
“Ya iyalah... Wong Mas sekarang sudah jadi suamiku,” katanya malu-malu.
“Hmm...!”
“Kalau gitu, bolehkah aku menciummu?” bisikku di telinganya, pelan.
Senyumnya tertahan. Mukanya merah padam. Ia tertunduk, tersipu malu.

Kudekatkan wajah dan kukecup keningnya. Ah, sepertinya tubuhnya bergetar menerima sentuhan pertama laki-laki. Aku bangga. Tapi dadaku makin berdebar-debar saja. Sejenak aku bingung, mau apa lagi. Ya udah, teruskan saja kecupan itu. :-)

“Istriku...”
“Ya, Mas...”
“Dulu, kita tak mengenal sama sekali. Dulu, kita adalah dua orang yang berbeda. Tapi, sekarang kita telah menjadi satu.”

Sejenak aku diam menunggu responnya. Namun, dia hanya terdiam. Tak ada suarang keluar dari bibir tipisnya.

“Ini ada dua lembar kertas dan dua pulpen. Satu untukmu, dan satu untukku. Aku ingin, malam ini kamu tuliskan; apa saja yang kamu harapkan dariku, anak-anak dan cucu seperti apa yang kamu idamkan, kehidupan rumah tangga seperti apa yang kamu impikan, dan semuanya yang kamu inginkan di masa mendatang. Aku mohon tuliskanlah untukku. Dan, aku pun akan menuliskan harapan-harapan dan impianku di kertas ini.”

“Untuk apa, Mas...?”
“Setelah kita tuliskan, maukah kamu bersama-sama membicarakan dan merancang masa depan keluarga dan keturunan kita di malam ini. Biarlah, malam ini tidak terjadi seperti pada umumnya pengantin baru. Aku ingin, mulai malam ini kita akan saling membantu dan memberi untuk mencapai tujuan dan visi misi keluarga kita.”

Dia memandangku lama. Sejenak dia tertegun dengan ideku. Sejenak kemudian, dia berkata lirih,
“Ya udah, mana kertasnya? Awas lho, jangan nyontek!”

1 comment:
Write komentar

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)