Di kitab Tadzkiratul Khuffadz (kitab berisi ulama ahli hadits) disebutkan cerita tentang salah seorang ulama ahli hadits, bergelar hafidz, ahli zuhud, bernama Ahmad bin Mahdi bin Rustum.
Suatu hari, Syekh Ahmad bin Mahdi didatangi seorang perempuan. Syaikh Ahmad sama sekali tidak mengenal perempuan itu.
Perempuan itu mengadukan masalah besarnya pada Syekh Ahmad.
"Kiai, saya mohon maaf. Saya ini hamil. Tapi, hamilnya bukan sebab pernikahan atau perzinahan. Saya diperkosa di bawah ancaman," ujar si wanita.
"Terus?" Tanya Syaikh.
"Untuk menghindari tuduhan dan menutup rasa malu, keluarga kami bercerita pada tetangga bahwa Syaikh Ahmad adalah suami saya," jawab perempuan.
Syaikh Ahmad terdiam.
Beliau tidak marah. Bahkan melihat perempuan itu dizalimi, Syaikh Ahmad mau disebut-sebut sebagai suami perempuan itu.
Begitu si perempuan melahirkan, banyak tamu yang datang ke rumah Syaikh Ahmad. Mereka datang mengucapkan selamat sambil membawa aneka hadiah dan uang.
Syaikh Ahmad bahkan mengirimkan yang sebanyak 2 dinar emas setiap bulan bagi si perempuan.
(*sekitar 4 jutaan lebih).
Padahal, Syaikh Ahmad tidak punya hubungan apapun dengan si wanita.
Hingga 2 tahun, atas takdir Allah, anak perempuan itu meninggal.
Si perempuan itu pun kembali menemui Syaikh Ahmad. Dia hendak mengembalikan seluruh uang yang telah diberikan Syaikh Ahmad selama 2 tahun.
Syaikh Ahmad menolak menerima uang tersebut.
"Wahai wanita, saya ini menyedekahi anakmu. Kalau anakmu meninggal, itu berarti warisannya adalah hakmu," tegas Syaikh Ahmad.
Luar biasa...
Betapa hebatnya ulama zaman dulu. Beliau diisukan beristri seseorang yg hamil di luar nikah, menerima.
Belum cukup, masih pula memberi sedekah orang yang mengisukan hal itu.
Coba bayangkan.
Bagaimana jika anda yang didatangi perempuan itu?
Inilah yang membedakan kita dengan para ulama.
Babat, 10032016
@ruanginstalasi
@mskholid
No comments:
Write komentar