Friday, March 6, 2020

Dua Sebab Pe-De nya Pak Nur Sugik

Orang seperti Pak Sugik itu tidak akan amat percaya diri "menafsirkan" Alquran seenak udele, jika tidak ada (minimal) dua elemen pemicunya;
#1
Dia diundang ceramah.
Padahal tak layak ceramah agama. 
Tapi, amat pede--dirinya ulama (juga). Ya, karena diundang ceramah dalam forum keagamaan. Bahkan, pernah di masjid pula.
Makin sering diundang, makin tebal pedenya.
Apalagi makin banyak jumlah orang yang menghadiri ceramahnya.
Tiba-tiba, jadi GE-ER dia layak berfatwa.
Begitu seterusnya.
#2
Pendengarnya mengangguk-angguk.

Isyarat sebuah dukungan. Bikin dia makin pede.
Padahal, bisa jadi anggukan itu isyarat dari sama-sama ketidakmengertian mereka atas permasalahan yang dibahas.
Jadi, ya anggut-angguk saja. Mengiyakan.
Sulit menyalahkan jamaah yang mengundang. (Meskipun layak disuudhoni juga).
Sebab, mereka bisa jadi juga gak punya sekian perangkat untuk menyeleksi seseorang itu layak atau tidak berbicara hukum agama. Apalagi untuk berbicara tafsir Alquran.
Mereka hanya bisa menilai seseorang layak atau tidak, hanya lewat penampilan khas ulama. Atau gaya bicara yang meyakinkan. Ditambah kutip Ayat-ayat atau hadits. Ditambah embel-embel صححه اﻻل ب ا ن ي.
Tambah meyakinkan.
Bicara tafsir Alquran, yang paling aman itu ya baca dari kitab ulama saja.
Banyak pilihannya. Mulai dari yang 1 jilid, hingga puluhan jilid. Ada semua. Dari yang ringkas, hingga yang mendetil.
Bacakan itu saja. (engko nang ndilalah, gak iso baca juga 😀).
Kita tidak akan risiko kena ancaman "memesan tempat di neraka".
من قال في القرآن برأيه ، فليتبوأ مقعده من النار
.
.
Sebuah hadits lain, menyebutkan larangan berpakaian khas ulama.
Sebagaimana dimuat di Al-Jami' as-Shaghir Imam as-Suyuthi:
أبغض العباد إلى الله من كان ثوباه خيرا من عمله ؛ أن تكون ثيابه ثياب الأنبياء وعمله عمل الجبارين.
Drajat, 3 Maret 2020
@mskholid 

No comments:
Write komentar

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)