Khutbah I
الحَمْدُ لِلّٰهِ مُكَوِّنِ الْأَكْوَانِ، الْمَوْجُوْدِ
أَزَلًا وَّأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، الْمُنَزَّهِ عَنِ الشَّكْلِ وَالْأَعْضَاءِ
وَالْأَرْكَانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ
وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِصِدْقٍ
وَإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
الْمُنَزَّهُ عَنِ الْأَيْنِ وَالزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
رَّسُوْلُ اللهِ الَّذِي كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الله، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ
الْقُرْآنِ: فقد قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي اْلقُرْاٰنِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ: وَمَا
مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ
مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ (هود: ٦)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali
khutbah pada siang ingkang penuh keberkahan meniko, khatib wasiat kangge kitho
sedoyo. Anggen kitha senantiasa berusaha meningkatkan kualitas imanan lan takwa
dumateng Allah SWT. Dengan cara ngelampahi kewajiban-kewajiban lan nilar utawi
nebihi sedoyo perbuatan ingkang diharamkan.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Wonten ing Surah
Hud ayat 6 dipun sebutkan: Audzubillahi ...
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ
رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ
مُّبِيْنٍ (هود: ٦)
“Dan tidak ada satupun
makhluk bergerak (bernyawa) di muka bumi ini melainkan semuanya dijamin Allah
rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua
(tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
Ayat meniko menegaskan tentang jaminan rejeki ingkang dimiliki oleh setiap
makhluk bernyawa wonten alam dunia meniko. Kata rezeki berasal saking
bahasa Arab: rizqun, igkang artosipun ‘ma yuntafa‘u bihi’, yakni
sesuatu yang digunakan dan diambil manfaatnya. Sedangkan menurut at-Taftazani dalam
Kitab Syarhul Aqa’id dijelaskan beleh rezeki adalah sebutan bagi apapun yang
diberikan oleh Allah kepada manusia dan selain manusia, seperti jin dan
binatang). Lalu, digunakan dan diambil manfaatnya, baik halal maupun
haram.
Saking pengertian di atas, dapat kitho pahami bahwa rezeki adalah sesuatu
yang telah digunakan dan diambil manfaatnya. Contohnya; makanan yang telah
dimakan, minuman yang telah diminum, pakaian yang telah dikenakan, rumah yang
telah ditempati, mobil yang telah digunakan lan sak pingunggalane. Adapun sesuatu
yang belum digunakan utawi belum diambil manfaatnya, maka tidak termasuk rejeki
kita.
Misalnya, seseorang yang telah membeli makanan atau memasak makanan, ananging
karena suatu hal tidak jadi dimakan, mongko makanan tersebut bukanlah
rezekinya. Begitu juga bila seseorang yang telah membangun rumah, lalu karena
sebab tertentu tidak ia tempati, mongko rumah meniko bukanlah rezekinya.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Yang disebut
rejeki ternyata
mboten terbatas pada harta ingkang halal mawon. Harta ingkang
haram pun ugi disebut rezeki. Sebagaimana dipun tegaskan oleh Imam an-Nasafi
dalam Kitab
al-‘Aqidah an Nasafiyyah. Bahwa sedoyo rejeki yang kita miliki akan dihisab di pengadilan akhirat.
Yang halal akan ditanyakan dari mana diperoleh. Sedangkan rejeki yang haram akan dibalas dengan siksaan.
Diriwayatkan
saking Sayyidina Ali ra bahwa beliau berkata:
الدُّنْيَا حَلَالُهَا
حِسَابٌ وَحَرَامُهَا عِقَابٌ (رواه البيهقي في شعب الإيمان)
“Dunia ini;
yang halal bakal dihisab dan yang haram
akan berakibat siksa.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Rejeki
setiap orang sampun dijatah oleh Allah sejak zaman Azali, yakni zaman ketika
jagat alam semesta meniko belum diciptakan. Imam Syafi’i mengatakan: عَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِي لَا يَأْكُلُهُ غَيْرِي
فَاطْمَأَنَّ بَالِي
Artosipun: “Aku
tahu bahwa rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka hatiku menjadi tenanglah karenanya.”
Perkataan
Imam Syafii meniko mengajarkan dateng kitho bahwa jatah rezeki kita mboten
bakal tertukar kaleyan jatah rezeki orang lain. Apalagi diambil oleh orang
lain.
Imam
an-Nasafi mengatakan: وَلَا يُتَصَوَّرُ أَنْ
لَا يَأْكُلَ إِنْسَانٌ رِزْقَهُ أَوْ يَأْكُلَ غَيْرُهُ رِزْقَهُ
Artosipun: “Dan
tidak terbayang apabila seseorang tidak memakan rezekinya atau rezekinya
dimakan selainnya.”
Oleh sebab
itu, salah satu keyakinan kita inggih meniko; sekuat apa pun usaha seseorang,
jika bukan rezekinya, maka tidak akan bisa diraih. Sebaliknya, selemah apapun
upaya seseorang, jika Allah telah menentukan sebagai rezekinya, pastilah akan dia
peroleh. Keranten meniko, secara syariat; kewajiban kita adalah menghindari
cara-cara mencari rezeki diharamkan dan dari sumber yang haram.
Kanjeng Rasulullah
saw bersabda:
إِنَّ رُوْحَ الْقُدْسِ
نَفَثَ فِي رُوْعِيْ أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا
فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ (رواه الحاكم والبيهقي وأورده
القضاعي في مسند الشهاب بلفظه)
“Sesungguhnya Jibril menyampaikan
wahyu ke dalam hatiku; bahwa seseorang tidak akan mati sehingga menyempurnakan
rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang
baik”
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Sekalipun
rezeki telah digariskan dan ditentukan, tetapi Allah dan Rasul-Nya tetap mendorong
orang untuk bekerja dan berusaha. Bahkan, dalam sebuah hadist disebutkan beleh
ikhtiar/usaha untuk mencari nafkah kangge keluarga termasuk perjuangan fi sabilillah.
عن أبي هُريرةَ ؛ قالَ :
بَيْنَا نحنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، إِذْ طَلَعَ
عَلَيْنَا شَابٌّ منَ الثَنِيَّةِ ، فَلَمَّا رَمَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا ،
قُلْنَا : لَوْ أنَّ ذَا الشَّابَّ جَعَلَ نَشَاطَهُ وَشَبَابَهُ وقوَّتَهُ في
سَبِيلِ اللَّهِ ، فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ _ صلَّى اللَّهُ عليهِ
وسلَّمَ _ ؛ فقالَ : ومَا سَبِيلُ اللَّهِ إلاَّ منْ قُتِلَ، مَنْ سَعَى عَلَى
وَالِدَيْهِ ؛ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ ، ومَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ ؛ فَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ ، ومَنْ سَعَى مُكَاثِراً ؛ فَفِي سَبِيلِ الشَّيطَان
Dari Abu
Hurairah, ia berkata: Pada saat kami bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul
di hadapan kami, seorang pemuda dari lembah. Ketika kami terfokus kepadanya,
kami bergumam, “Alangkah beruntungnya andai pemuda tersebut menjadikan kerja
kerasnya, masa mudanya, dan kekuatannya untuk perjuangan Fi sabilillah”.
Rasulullah saw
mendengar ucapan kami, lantas beliau bersabda: “Yang dinilai mati syahid bukan hanya
orang yang wafat di medan perang. Orang yang bekerja demi kedua orang tuanya,
maka dia berjuang fi sabilillah, dan orang yang bekerja untuk keluarganya,
dia sedang berjuang fi sabilillah. Adapun orang yang bekerja hanya untuk memperbanyak
harta maka dia fi sabilis Syaithon ‘di jalan syaithan’.”
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah,
Perkara kedua ingkang penting
untuk kita pahami inggih meniko bahwa banyaknya rezeki utawi harta bukanlah
tanda kitho sedang dicintai oleh Allah. Sebaliknya, sempitnya rezeki ugi mboten
sebuah tanda dibenci dan dimurkai oleh Allah SWT.
Wonten ing sebuah
hadits, Baginda Rasulullah saw bersabda:
وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا
يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّيْنَ إِلَّا لِمَنْ أَحَبَّ
(رواه أحمد)
Maknanya: “Sesungguhnya
Allah ‘azza wajalla memberikan dunia kepada orang yang Ia cintai dan kepada
orang yang tidak Ia cintai, akan tetapi Allah tidak memberikan agama (Islam)
kecuali kepada orang yang Dia cintai” (HR Ahmad)
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
وَإِنَّ اللهَ يُعْطِي
الْمَالَ مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ وَلَا يُعْطِي الْإِيْمَانَ إِلَّا مَنْ
يُحِبُّ (رواه الطبراني)
Maknanya: “Sesungguhnya Allah memberikan
harta kepada orang yang Ia cintai dan kepada orang yang tidak Ia cintai, dan
tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Ia cintai.” (HR Ahmad)
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah,
Mekaten khutbah singkat
pada siang hari ingkang penuh keberkahan ini. Mugi-mugi memberikan manfaat lan barakah
kangge kitho sedoyo dalam menjalani perjalanan
kehidupan wonten ing alam dunyo meniko. Amin ya Rabbal alamin.
بارك الله لي ولكم في القرآن
العظيم ، ونفعنا فيه من الآيات والذكر الحكيم . أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم
لي ولكم ولوالدينا ولجميع المسلمين. فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
No comments:
Write komentar