Friday, March 5, 2021

Pondok Kranji Tarbiyatut Tholabah

 


• Pondok Kranji 

Di Pondok Kranji ini, saya mengalami proses pendidikan dan pembelajaran yang paling lama. 

Sejak kelas 2 MI, saya sudah pindah ke Kranji. Dari sekolah saya sebelumnya; di MI TAAT Drajat. 

MTs pun tetap lanjut di Tabah.

Lulus MTs sempat muncul keinginan nyari suasana baru. Apalagi beberapa teman dekat banyak yang mulai menjauh dari Kranji. Nyari sekolah yang dirasa memberikan janji lebih baik. 


Almarhum Bapak membuka lebar-lebar. Silakan. Tapi, harus sekolah yang kualitas beneran. Kalau yang setengah-setengah, beliau benar-benar melarangnya.


Disuruhlah saya daftar di SMA BPPT Serpong. Sekolah yang waktu itu dianggap sebagai hasil karya jenius negara ini; Pak BJ. Habibie. Ternyata saya gak lulus di Serpong. 


Tapi, saya dapat rekomendasi untuk mengisi slot program BPPT sekolah sejenis yang ada di Gorontalo. Bapak tidak mengizinkan. Terlalu jauh. 


Akhirnya, balik lagi ke MA Tabah. 

Pilihannya, masuk ke jurusan MAK--yang waktu itu lagi gencar²nya melakukan inovasi dan pengembangan². Khususnya program Bahasa Arab. 


Alhamdulillah...

Setelah sekian belas tahun lulus dari MA Tabah, saya hari ini tidak pernah menyesali pilihan² yang disarankan Almahum Bapak. 

Bahkan, hingga hari ini masih terus ikut belajar di Pondok Kranji. 


Babat, 7 Maret 2021

@ms.kholid 


====


https://www.twibbonize.com/psbpondoktabah2021

Friday, January 1, 2021

Sekolah yang Mondok


Bismillah...


2021

Tahun Baru, selipkan doa dan konsep.


Biasanya,

Konsep pondok salaf itu: 

"Mondok yang Sekolah."


Saya akan ambil diferensiasi:

"Sekolah yang Mondok."


Maksudnya gimana?


Matematika: Josss

IPA : Mantabb 

Bahasa Indonesia: Menguasai


Bahasa Arab & Inggris: Lancar

Baca Kitab Kuning : BISA 


#CahayaQuSchool

Konsultasi Nggawe Sekolahan Seng Uuuuapik

 


Bikin sekolahan zaman sekarang itu seperti bikin warung. Menu yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (sebagai customer). Tidak asal; POKOK-e gawe. Sudah bagus-bagus bangunannya, eeeeeh gak ada yang beli. 


Nah, urusan menyesuaikan dengan lidah pembeli, orang Lamongan jagonya. 

Lihat saja PECEL LELE LAMONGAN, bisa sesuai dengan lidah orang-orang senusantara. 😄😄😄 Mulai Sabang hingga Merauke. Ada pecel lele Lamongan.


Tapi, karena sekolahan itu bukan makanan, saya konsultasinya dengan orang Gresik. Sosok beliau ini, sudah puluhan tahun malang melintang di dunia manajemen pendidikan. Juga konsultasi lembaga-lembaga pendidikan. Kelas Nasional.


Beliaulah yang mengawali era baru pendidikan formal di MTs Tarbiyatut Tholabah . Kebetulan, awal-awal menjabat Kepala Madrasah, saya dan teman-teman seangkatan duduk di kelas 3 MTs. Jadi, saya bisa merasakan betul bagaimana perubahan yang beliau gagas dan terapkan saat itu. Luar biasa.


Hingga saat ini, ketika beliau menjadi konsultan pendidikan di berbagai lembaga se-Indonesia, kami masih diterima dengan baik sebagai murid. 


Bahkan dengan tangan terbuka lebar, beliau siap membantu kebutuhan dan impian murid-muridnya. Termasuk urusan caranya membangun sekolahan sing uuuuapik.


"Itu hobi saya, Lid...!" ujar beliau, "Kalau memang niat beneran, saya siap datang setiap minggu ke Babat."


Wowwww...

Pokoknya, kalau beliau yang dampingi, saya yakin pendidikan yang disajikan (insya Allah) berkualitas dan sesuai harapan.


Legowo, 31 Desember 2020

@ms.kholid 


#ppcahayaquran

#smpcahayaqu 

#cahayaquislamicboardingschool

Potensi yang Tersia-sia







"Mengabdi zaman sekarang itu, Lid. Tidak harus kamu pulang kampung. Terus ikut bantu ngajar di almamater kamu." 

Pesan beliau.


"Lha, terus dos pundhi, Ustadz?"


"Kamu kerja yang sukses, punya uang banyak, bantu almamater kamu lewat uang.

Kamu meniti karier di pemerintahan, jadi pejabat. Bantu almamater kamu lewat urusan di pemerintahan.

Kamu ... bla...bla...bla..."


Beberapa tahun belakangan, saya mengamati ada banyak potensi dari alumni yang butuh mengajar. Mau bantu lewat jalur-jalur lain, belum bisa. Bisanya hanya lewat jalur pendidikan.


Hanya saja, 

Slot yang hendak diisi penuh. 

Almamater tidak bisa menerima.

Padahal, saya perhatikan mereka-mereka itu potensial, fresh graduate, termasuk lulusan terbaik almamater, lulusan kampus besar nusantara. Namun, tidak kebagian slot untuk ikut mengabdi.


Di sini, terkadang saya galau.


Kegalauan inilah, yang menjadi salah satu curhatan pada beliau; Guru saya. 

Solusinya;

"Buatkan sekolah yang unggul buat mereka. Yang layak sesuai kapasitas mereka."


Jadi,

Tunggu saja.

Insya Allah akan kami buka rekrutmen terbuka untuk para calon pendidiknya.

Wednesday, December 23, 2020

Anak "Bodoh" vs Anak Pintar



• Anak "Bodoh", Bisa Jadi Kelak yang Paling Manfaat •

Punya anak itu kudu disyukuri.
Pintar alhamdulillah...
Bodoh (baca: Hanya Karena Gak rangking kelas), ya sama disyukurinya.
Saya aja, 11 tahun belum dikaruniai anak pun tetap dan terus berterimakasih pada Allah.

Anak tak rangking, sulit nyambung matematika dan sejenisnya, atau gak pernah juara di sekolah, tetap kudu disyukuri. Dihormati, selayaknya manusia.
Dirawat, selayaknya sebuah amanah.

Sebab,
Kerapkali anak yang kita sebut "bodoh" itu,  bisa jadi kelak yang paling bermanfaat dan peduli pada kita. Para orangtuanya.

Kata Yai Imam Syaerozi (alm), anak pintar itu rata-rata akan merantau jauh dari orangtuanya. Meniti karier dan prestasinya, sesuai dengan kapasitas ilmu dan kemampuannya. Sehingga, jarang ada anak pintar itu yang tinggal di rumah memberdayakan kedua orangtuanya.

Beda dengan anak "bodoh".
Karena sekolahnya begitu-begitu saja, rata-rata dia akan tetap tinggal sedesa dengan orangtuanya. Bahkan serumah--membersamai kedua orangtuanya. Hingga usia tua.

Anak "bodoh" itu yang akan lebih banyak memberi dan melayani orangtuanya--dengan segala keterbatasannya. Rata-rata dia akan menerima "nasib" untuk menjalani peran "kecilnya" karena sadar; dia tidak pintar--seperti saudara-saudaranya yang lain.

Anak "bodoh" itulah yang biasanya memasak, mencuci, dan membersihkan rumah orangtua. Terkadang bahkan menyuapi atau menggendong--jika orangtuanya sudah sepuh.

Di sisi lain, anak pintar, prosentase pulang menjenguk orangtuanya bisa dihitung jari. Itu pun hanya beberapa hari di rumah. Terbatasi kewajibannya sebagai orang pintar di kota besar.

Anak pintar, kala orangtuanya sudah sepuh dan mengeluh sakit, minta diperiksa ke dokter. Dia jawabnya:

"Jenengan itu sakit tua, Pak e. Disabar-sabarne wae. Ancen wes sepuh," khas anak pintar.

Beda jawaban anak "bodoh".

"Nggeh, Pak. Ayokkk... Mugi-mugi ketemu jodoh-e," khas anak tak pintar. Manut mawon.

Babat, 22 Desember 2020
@ms.kholid

*catatan saat beli Kerang Ijo Pantura untuk oleh-oleh buat istri.
*dilanjutkan pas sudah di rumah. Saat kerang ijonya sudah ludes. 😁
*Anak pintar dan "bodoh" sama-sama punya potensi kebaikan. Ya, disyukuri aja. Gak boleh ngeluh...
*tulisan ini terinspirasi dari ceramah guru (Youtube) saya; KH Imam Syaerazi (alm).

📷

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)