Sekitar tiga tahun lewat saya rasa, seorang penulis produktif bernama Ali Muakhir menggelontorkan resolusi menulis 50 buku anak dalam setahun. Saya menimpali bahwa itu memang sangat mungkin… tinggal menerapkan pola yang tepat, komitmen yang kuat, serta tentunya didasari teknik kecepatan yang memadai. Dan Mas Ale (Ali Muakhir) memang bukan sebuah omong kosong, tepat ketika menjejak kaki di Salamadani pada 2009, beliau mendapatkan anugerah Rekor MURI sebagai penulis buku anak paling produktif dengan lebih dari 300 karya yang tersebar di puluhan penerbit nasional, bahkan sampai negara jiran Malaysia. Karya pamungkasnya hingga beroleh Rekor MURI juga sangat kreatif: Funny Stories for Boys and Girls, Favourite Stories for Boys, dan Favourite Stories for Girls–pemilihan dan pemilahan cerita dengan tingkat kesulitan lumayan untuk mengepaskan dengan karakter gender anak-anak.
Ali Muakhir kini menjadi legenda muda penulis buku anak Indonesia yang diiringi juga nama-nama lain pada mula abad ke-21 ini, seperti Eka Wardhana, Benny Rhamdani, Arleen, atau Iwok Abqary… meninggalkan nama-nama besar penulis buku anak masa lalu, seperti Soekanto SA, CM Nas, Dwianto Setyawan, atau Bung Smas. Dan itu menandakan alih generasi dengan kreativitas yang mengikuti semangat zaman meskipun tidak semua penulis buku anak sekarang ini bisa mengikuti zaman–beberapanya malah masih hidup dalam imajinasi penulis masa lalu.
Tahun 2010 tinggal menghitung hari dan seorang yang mendedikasikan hidupnya dengan berani untuk menulis buku mungkin tengah menyusun resolusi: berapa buku yang akan saya buat untuk Indonesia pada 2010? Tak sekadar menggadang-gadangkan resolusi, para penulis berani ini pun perlu mencermati fenomena dan mengukur kemampuan apakah mereka akan menspesialisasikan diri menulis buku genre tertentu atau menjerenalisasi diri menulis buku apa pun yang menarik minat mereka. Mereka harus membaca ada apa pada 2010, siapa yang mereka sasar untuk membaca buku, dan bagaimana mereka mendapatkan bahan, lalu meramunya menjadi buku.
Saya memandang gerak dinamis penerbitan buku dari tahun ke tahun meskipun pasar tak selalu merespons positif, bahkan cenderung mengalami penurunan pada 2009 bagi kebanyakan penerbit. Buku-buku begitu banyak terbit hingga satu topik sempit dirubungi begitu banyak judul karena memang penulis pun lahir massal dan masif dengan lahirnya pula para penggerak yang begitu menggebu memasyarakatkan menulis (writing society). Hal ini belum terjadi pada dekade 1990-an dan baru membuncah pada era digjayanya teknologi digital serta teknologi informasi.
Lihatlah perubahan perilaku itu. Ketika situs pertemanan semacam friendster, facebook, dan twiter bersimaharajalela maka saatnya dimulai kematian mailing list karena orang lebih asyik bersibuk ria meng-update statusnya per menit, menyapa lewat wall, menanggapi status orang lain, menuliskan note, mengirim pesan (baik pribadi maupun berantai), membuat group, dan merancang komunitas untuk dimanfaatkan dalam banyak hal. Jadi, begitu mudah memublikasikan, mengungkapkan, dan mengumbar isi pikiran serta perasaan yang berbuah menjadi kinestetik (gerak) tulisan. Revolusi facebook bisa mendorong terciptanya penulis secara besar-besaran karena saya menganggap bisnis content (naskah) tidak akan mati meskipun beralih pada digitalisasi.
Anda dan saya memang dapat berani menetapkan resolusi menulis 2010 dengan segenggam keyakinan akan pasar naskah yang tetap tumbuh, baik naskah untuk penerbitan media massa maupun penerbitan buku. Pada 2010 kita dapat merancang resolusi berdasarkan prediksi berikut ini (sekadar prediksi subjektif saya).
1. Kesadaran pendidikan makin tumbuh dan tertanam kuat pada orangtua, termasuk pada para pelajar dan mahasiswa sehingga meskipun sebagian kecil dari mereka yang mau membaca buku, mereka tetap pasar potensial bagi penerbitan buku—mengingat besarnya jumlah siswa dan mahasiswa di Indonesia.
2. Tingkat stress dan kesulitan hidup makin tinggi ditambah iklim kompetisi dunia kerja yang butuh kemampuan bertahan dan ‘bandel’ menghadapinya. Dari sini banyak peluang tumbuh: tulisan motivasi kerja dan motivasi hidup; tulisan obat stress berupa hiburan dari mulai hal sepele hingga hal-hal full imagination; tulisan peluang bisnis dan entrepreneurship; tulisan menuju kebebasan finansial (kaya); tulisan bernuansa spiritual kental ataupun ringan yang menenangkan jiwa.
3. Dinamika dunia politik yang tetap menarik bagi banyak orang, terutama di Indonesia sebagai negeri yang terasa baru ‘merdeka’ setelah reformasi, namun masih terjajah secara pikiran dan ekonomi. Banyak hal menarik bisa dilejitkan.
4. Spiritualitas yang tumbuh di perkotaan akan menciptakan komunitas orang kota yang masif dekat dengan Tuhan—melahirkan para orator dan motivator spiritual yang berpotensi mengikat perhatian massa juga dengan buku.
5. Rahasia-rahasia masa lalu yang coba dihidupkan lagi atau terkuak dengan fakta baru menjadi sesuatu hal menarik, termasuk dalam kategori ini juga update content dari sesuatu yang using menjadi lebih mutakhir dengan data-data terbaru.
6. Munculnya tokoh-tokoh inspiratif secara terorganisasi maupun mendadak yang menarik perhatian orang banyak sehingga tokoh-tokoh ini pun pantas dibukukan kiprahnya, kiatnya, atau malah rahasia hidupnya.
7. Data dan fakta referensial yang selalu dibutuhkan dari masa ke masa dan ditambah terus dengan fenomena terbaru sehingga menciptakan daya pikat luar biasa bagi para pelaku riset, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, dan juga praktisi.
8. Anak-anak generasi millennium yang tumbuh dengan kekuatan pikiran (imajinasi) luar biasa serta penguasaan teknologi serta informasi yang mencengangkan. Generasi ini akrab dengan rasa ingin tahu luar biasa dan akses ke dunia teknologi informasi tanpa kita duga. Mereka membutuhkan bacaan yang cerdas, menghibur, menakjubkan, menyenangkan, dan tentunya membuat mereka berpikir jadi orang baik serta bermanfaat. Tak mudah memang ‘membaca’ kebutuhan dan keinginan mereka kecuali Anda terjun bebas dalam dunia mereka.
9. Berbagai penyakit aneh yang muncul, keinginan kembali pada alam dalam pengobatan alternatif, rahasia-rahasia penyembuhan masa lalu maupun mutakhir, penghindaran diri terhadap obat-obat kimia, revolusi slow food, dan banyak lagi yang berujung pada peningkatan kualitas kesehatan manusia. Orang-orang sakit dan orang-orang yang mendamba sehat akan memburu buku-buku semacam ini.
10. Idaman massal orang terhadap rumah menjadikan topik tentang arsitektur, desain interior, dan pernak pernik rumah akan menjadi bahan tulisan yang juga dicari oleh orang-orang modern. Bahkan, tren apartemen menjadi fenomena yang mendorong terbitnya naskah tentang segala hal berkait apartemen.
11. Dorongan kebutuhan akan penguasaan bahasa (asing) yang juga sudah marak sejak 1980-an akan semakin membesar dengan aneka bahasa dunia. Kenyataan ini pun akan mendorong kebutuhan besar terhadap buku-buku praktis kebahasaan (bahasa asing) yang lebih impresif jika dilengkapi CD interaktif pembelajaran.
12. Revolusi pendidikan (e-learning) patut juga dicermati untuk menyediakan content idea and concept yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran berteknologi tinggi ini.
13. Kesenangan terhadap hobi akan makin menguat seiring tumbuhnya komunitas-komunitas hobi karena kemudahan berinteraksi dan menyebarkan informasi. Karena itu, informasi tentang hobi pun, baik jadul maupun yang modern akan tetap marak dibutuhkan. Namun, buku-buku hobi yang dicari lebih bersifat fast book (buku cepat saji) dengan memunculkan segi kepraktisan untuk dipraktikkan. Kemarakan hobi ini juga berhubungan dengan tingkat stress yang tinggi.
14. Teknologi komputer dan informasi tetap tak terbendung lagi. Karena itu, buku-buku bertopik seperti ini, baik fast book maupun yang mendalam akan tetap dicari dengan life time memang pendek atau berisiko tinggi.
15. Hmm… saya takkan meneruskan karena terlalu banyak jika diturunkan sehingga menjadi bukti begitu banyak cabang dan ranting kehidupan yang belum tergarap oleh tulisan manusia, termasuk Anda… Akan banyak kejutan baru dalam dunia buku, baik yang sekali hidup sudah itu mati ataupun yang mampu bertengger lama di daftar buku best seller.
Apakah Anda berpikir sebaiknya Anda menulis buku apa? Jangan Anda bagi pertanyaan itu kepada penulis senior ataupun praktisi perbukuan seperti saya, tetapi lebih baik sodorkan saja kepada diri pribadi karena Anda yang mestinya tahu bahwa Anda bisa menulis buku seperti apa—yang terbaik yang mampu Anda buat. Anda jangan menanyakan tren buku ke mana… karena tren itu seperti ada dan tiada atau muncul secara tiba-tiba, kecuali Anda seorang epigon yang selalu menanti ide yang sudah digagas orang lain untuk sekadar mencari peruntungan.
Resolusi adalah intuisi Anda sebagai penulis (tak peduli pemula ataupun senior). Untuk memperkuat intuisi gunakan modalitas Anda sebagai manusia: visual (mata), auditory (telinga), kinesthetic (tangan dan kaki, termasuk sensor kulit Anda), olfactory (hidung), dan gustatory (lidah). Itulah yang akan membentuk pengalaman Anda sebagai manusia dan terkadang Anda pun menampung pengalaman orang lain untuk kemudian berproses kreatif menjadi sebuah tulisan. Apa pun yang Anda tulis akan mengikat sebuah makna, lalu makna itu ibarat virus akan memasuki alam pikiran dan perasaan pembaca sehingga tercipta yang namanya testimoni kekaguman. Maka Anda berhasil menggagas dan mencipta sebuah naskah yang berdaya—tanpa harus ikut arus tren dan meraba-raba sebuah keinginan atau kebutuhan masyarakat pembaca.
Lalu, Anda memerlukan ketaktisan berpikir dan bertindak (he-he-he makanya saya memang disebut pendekar taktis dari jagat perbukuan)–strategi menggagas dan mengemas naskah. Anda dapat menerapkan pola stimulus ide: 1) mencermati katalog buku dari luar dan dalam negeri tahun sekarang; 2) mencermati tiga rak toko buku Gramedia (buku baru, best seller, dan buku pilihan/rekomendasi), lalu baru mencermati rak buku bidang yang menjadi minat Anda (yang dilihat bukunya, bukan raknya) dan catat (judul, penulis, tebal, harga, warna apa hitam putih); 3) menemukan kesamaan ide Anda dengan buku yang sudah ditulis oleh orang lain, sekali lagi catat!: 4) mencermati perkembangan iklan baris di koran top (Kompas, Tempo, Republika, Sindo) untuk mengamati tren masyarakat; 5) berkenalan secara dekat dengan editor dari penerbit ternama atau editornya yang ternama, simak saja cuap-cuap dan kecap mereka; 6) mengikuti pelatihan ataupun komunitas kumpul-kumpul penulis untuk mencermati otak sesama Anda yang juga penulis dan saling berbagi bagaimana teknik mereka berproses kreatif; 7) jangan lupa baca buku saya “Taktis Menyunting Buku” untuk mengetahui isi perut editorial (he-he-he). Tujuh saja, selebihnya silakan dipikirkan atau ditambahkan.
Terakhir, jangan mempersulit diri dengan mitos-mitos penulisan dan penerbitan. Kalau pengetahuan terbatas (limited thinking), bebaskan saja dengan pikiran positif soal penerbit dan royalti atau imbalan atas jerih payah Anda berkarya. Menulis buku adalah sebuah perjuangan (pursuit of happiness) yang insya Allah berbuah kebahagiaan. Jika ingin tahu banyak tentang mitos-mitos penulisan dan penerbitan, Anda harus ikut pelatihan saya (ha-ha-ha).
Nah, Anda jangan keki kalaupun tak juga memahami dari mana harus menulis buku dan menulis buku apa walaupun itu hak Anda. Dilarang ‘keki’ karena Anda tak mau cari tahu begitu banyak ilmu dan Anda enggan melibatkan diri dalam sukses orang lain pada penulis-penulis inspiratif, seperti Hernowo, Andrias Harefa, Johannes Ariffin, Pipiet Senja, Dodi Mawardi, Edy Zacqeus, Ali Muakhir, Tasaro GK, Hermawan Aksan, Dewi Ichen (sekalian mereka semua saya tag:)), dan banyak lagi yang bahkan tersebar di facebook ini. Anda tidak usah ‘keki’ kalau di antara mereka terkadang mau melatih dengan training berbayar tinggi karena mereka sedang memanfaatkan faktor kali dari benih yang mereka tebar sejak dini–tetapi terkadang mereka juga peduli untuk ‘mengawal’ resolusi Anda tanpa bayar kalau memang Anda bersungguh hati dan benar-benar tidak mampu (bukan tidak mau) mengikuti training menulis.
Karena itu, jangan menulis buku kalau lagi keki atau membuat resolusi karena disulut keki dengan penulis lain yang sudah menyalip Anda. Tapi Anda boleh keki setengah mati kalau seumur hidup hingga kini tak tuntas menulis satu buku pun–Anda malah asyik masyuk mengikuti dari satu training ke training lain; khusyuk menyimak ceramah dan bacaan tentang teori menulis; terkagum-kagum dengan seorang penulis buku; dan tak bosan melontarkan pertanyaan klise: bagaimana sih menulis buku?
Menulis buku atau keki maka buatlah resolusi; kalau perlu, malam ini….
:catatan kreativitas Bambang Trim
“I don’t think I am creative. I think I recognise creativity.” (Michael Grade, 1943)
Dimuat sebelumnya di: http://www.facebook.com/notes.php?id=572786584
Ali Muakhir kini menjadi legenda muda penulis buku anak Indonesia yang diiringi juga nama-nama lain pada mula abad ke-21 ini, seperti Eka Wardhana, Benny Rhamdani, Arleen, atau Iwok Abqary… meninggalkan nama-nama besar penulis buku anak masa lalu, seperti Soekanto SA, CM Nas, Dwianto Setyawan, atau Bung Smas. Dan itu menandakan alih generasi dengan kreativitas yang mengikuti semangat zaman meskipun tidak semua penulis buku anak sekarang ini bisa mengikuti zaman–beberapanya malah masih hidup dalam imajinasi penulis masa lalu.
Tahun 2010 tinggal menghitung hari dan seorang yang mendedikasikan hidupnya dengan berani untuk menulis buku mungkin tengah menyusun resolusi: berapa buku yang akan saya buat untuk Indonesia pada 2010? Tak sekadar menggadang-gadangkan resolusi, para penulis berani ini pun perlu mencermati fenomena dan mengukur kemampuan apakah mereka akan menspesialisasikan diri menulis buku genre tertentu atau menjerenalisasi diri menulis buku apa pun yang menarik minat mereka. Mereka harus membaca ada apa pada 2010, siapa yang mereka sasar untuk membaca buku, dan bagaimana mereka mendapatkan bahan, lalu meramunya menjadi buku.
Saya memandang gerak dinamis penerbitan buku dari tahun ke tahun meskipun pasar tak selalu merespons positif, bahkan cenderung mengalami penurunan pada 2009 bagi kebanyakan penerbit. Buku-buku begitu banyak terbit hingga satu topik sempit dirubungi begitu banyak judul karena memang penulis pun lahir massal dan masif dengan lahirnya pula para penggerak yang begitu menggebu memasyarakatkan menulis (writing society). Hal ini belum terjadi pada dekade 1990-an dan baru membuncah pada era digjayanya teknologi digital serta teknologi informasi.
Lihatlah perubahan perilaku itu. Ketika situs pertemanan semacam friendster, facebook, dan twiter bersimaharajalela maka saatnya dimulai kematian mailing list karena orang lebih asyik bersibuk ria meng-update statusnya per menit, menyapa lewat wall, menanggapi status orang lain, menuliskan note, mengirim pesan (baik pribadi maupun berantai), membuat group, dan merancang komunitas untuk dimanfaatkan dalam banyak hal. Jadi, begitu mudah memublikasikan, mengungkapkan, dan mengumbar isi pikiran serta perasaan yang berbuah menjadi kinestetik (gerak) tulisan. Revolusi facebook bisa mendorong terciptanya penulis secara besar-besaran karena saya menganggap bisnis content (naskah) tidak akan mati meskipun beralih pada digitalisasi.
Anda dan saya memang dapat berani menetapkan resolusi menulis 2010 dengan segenggam keyakinan akan pasar naskah yang tetap tumbuh, baik naskah untuk penerbitan media massa maupun penerbitan buku. Pada 2010 kita dapat merancang resolusi berdasarkan prediksi berikut ini (sekadar prediksi subjektif saya).
1. Kesadaran pendidikan makin tumbuh dan tertanam kuat pada orangtua, termasuk pada para pelajar dan mahasiswa sehingga meskipun sebagian kecil dari mereka yang mau membaca buku, mereka tetap pasar potensial bagi penerbitan buku—mengingat besarnya jumlah siswa dan mahasiswa di Indonesia.
2. Tingkat stress dan kesulitan hidup makin tinggi ditambah iklim kompetisi dunia kerja yang butuh kemampuan bertahan dan ‘bandel’ menghadapinya. Dari sini banyak peluang tumbuh: tulisan motivasi kerja dan motivasi hidup; tulisan obat stress berupa hiburan dari mulai hal sepele hingga hal-hal full imagination; tulisan peluang bisnis dan entrepreneurship; tulisan menuju kebebasan finansial (kaya); tulisan bernuansa spiritual kental ataupun ringan yang menenangkan jiwa.
3. Dinamika dunia politik yang tetap menarik bagi banyak orang, terutama di Indonesia sebagai negeri yang terasa baru ‘merdeka’ setelah reformasi, namun masih terjajah secara pikiran dan ekonomi. Banyak hal menarik bisa dilejitkan.
4. Spiritualitas yang tumbuh di perkotaan akan menciptakan komunitas orang kota yang masif dekat dengan Tuhan—melahirkan para orator dan motivator spiritual yang berpotensi mengikat perhatian massa juga dengan buku.
5. Rahasia-rahasia masa lalu yang coba dihidupkan lagi atau terkuak dengan fakta baru menjadi sesuatu hal menarik, termasuk dalam kategori ini juga update content dari sesuatu yang using menjadi lebih mutakhir dengan data-data terbaru.
6. Munculnya tokoh-tokoh inspiratif secara terorganisasi maupun mendadak yang menarik perhatian orang banyak sehingga tokoh-tokoh ini pun pantas dibukukan kiprahnya, kiatnya, atau malah rahasia hidupnya.
7. Data dan fakta referensial yang selalu dibutuhkan dari masa ke masa dan ditambah terus dengan fenomena terbaru sehingga menciptakan daya pikat luar biasa bagi para pelaku riset, pelajar, mahasiswa, guru, dosen, dan juga praktisi.
8. Anak-anak generasi millennium yang tumbuh dengan kekuatan pikiran (imajinasi) luar biasa serta penguasaan teknologi serta informasi yang mencengangkan. Generasi ini akrab dengan rasa ingin tahu luar biasa dan akses ke dunia teknologi informasi tanpa kita duga. Mereka membutuhkan bacaan yang cerdas, menghibur, menakjubkan, menyenangkan, dan tentunya membuat mereka berpikir jadi orang baik serta bermanfaat. Tak mudah memang ‘membaca’ kebutuhan dan keinginan mereka kecuali Anda terjun bebas dalam dunia mereka.
9. Berbagai penyakit aneh yang muncul, keinginan kembali pada alam dalam pengobatan alternatif, rahasia-rahasia penyembuhan masa lalu maupun mutakhir, penghindaran diri terhadap obat-obat kimia, revolusi slow food, dan banyak lagi yang berujung pada peningkatan kualitas kesehatan manusia. Orang-orang sakit dan orang-orang yang mendamba sehat akan memburu buku-buku semacam ini.
10. Idaman massal orang terhadap rumah menjadikan topik tentang arsitektur, desain interior, dan pernak pernik rumah akan menjadi bahan tulisan yang juga dicari oleh orang-orang modern. Bahkan, tren apartemen menjadi fenomena yang mendorong terbitnya naskah tentang segala hal berkait apartemen.
11. Dorongan kebutuhan akan penguasaan bahasa (asing) yang juga sudah marak sejak 1980-an akan semakin membesar dengan aneka bahasa dunia. Kenyataan ini pun akan mendorong kebutuhan besar terhadap buku-buku praktis kebahasaan (bahasa asing) yang lebih impresif jika dilengkapi CD interaktif pembelajaran.
12. Revolusi pendidikan (e-learning) patut juga dicermati untuk menyediakan content idea and concept yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran berteknologi tinggi ini.
13. Kesenangan terhadap hobi akan makin menguat seiring tumbuhnya komunitas-komunitas hobi karena kemudahan berinteraksi dan menyebarkan informasi. Karena itu, informasi tentang hobi pun, baik jadul maupun yang modern akan tetap marak dibutuhkan. Namun, buku-buku hobi yang dicari lebih bersifat fast book (buku cepat saji) dengan memunculkan segi kepraktisan untuk dipraktikkan. Kemarakan hobi ini juga berhubungan dengan tingkat stress yang tinggi.
14. Teknologi komputer dan informasi tetap tak terbendung lagi. Karena itu, buku-buku bertopik seperti ini, baik fast book maupun yang mendalam akan tetap dicari dengan life time memang pendek atau berisiko tinggi.
15. Hmm… saya takkan meneruskan karena terlalu banyak jika diturunkan sehingga menjadi bukti begitu banyak cabang dan ranting kehidupan yang belum tergarap oleh tulisan manusia, termasuk Anda… Akan banyak kejutan baru dalam dunia buku, baik yang sekali hidup sudah itu mati ataupun yang mampu bertengger lama di daftar buku best seller.
Apakah Anda berpikir sebaiknya Anda menulis buku apa? Jangan Anda bagi pertanyaan itu kepada penulis senior ataupun praktisi perbukuan seperti saya, tetapi lebih baik sodorkan saja kepada diri pribadi karena Anda yang mestinya tahu bahwa Anda bisa menulis buku seperti apa—yang terbaik yang mampu Anda buat. Anda jangan menanyakan tren buku ke mana… karena tren itu seperti ada dan tiada atau muncul secara tiba-tiba, kecuali Anda seorang epigon yang selalu menanti ide yang sudah digagas orang lain untuk sekadar mencari peruntungan.
Resolusi adalah intuisi Anda sebagai penulis (tak peduli pemula ataupun senior). Untuk memperkuat intuisi gunakan modalitas Anda sebagai manusia: visual (mata), auditory (telinga), kinesthetic (tangan dan kaki, termasuk sensor kulit Anda), olfactory (hidung), dan gustatory (lidah). Itulah yang akan membentuk pengalaman Anda sebagai manusia dan terkadang Anda pun menampung pengalaman orang lain untuk kemudian berproses kreatif menjadi sebuah tulisan. Apa pun yang Anda tulis akan mengikat sebuah makna, lalu makna itu ibarat virus akan memasuki alam pikiran dan perasaan pembaca sehingga tercipta yang namanya testimoni kekaguman. Maka Anda berhasil menggagas dan mencipta sebuah naskah yang berdaya—tanpa harus ikut arus tren dan meraba-raba sebuah keinginan atau kebutuhan masyarakat pembaca.
Lalu, Anda memerlukan ketaktisan berpikir dan bertindak (he-he-he makanya saya memang disebut pendekar taktis dari jagat perbukuan)–strategi menggagas dan mengemas naskah. Anda dapat menerapkan pola stimulus ide: 1) mencermati katalog buku dari luar dan dalam negeri tahun sekarang; 2) mencermati tiga rak toko buku Gramedia (buku baru, best seller, dan buku pilihan/rekomendasi), lalu baru mencermati rak buku bidang yang menjadi minat Anda (yang dilihat bukunya, bukan raknya) dan catat (judul, penulis, tebal, harga, warna apa hitam putih); 3) menemukan kesamaan ide Anda dengan buku yang sudah ditulis oleh orang lain, sekali lagi catat!: 4) mencermati perkembangan iklan baris di koran top (Kompas, Tempo, Republika, Sindo) untuk mengamati tren masyarakat; 5) berkenalan secara dekat dengan editor dari penerbit ternama atau editornya yang ternama, simak saja cuap-cuap dan kecap mereka; 6) mengikuti pelatihan ataupun komunitas kumpul-kumpul penulis untuk mencermati otak sesama Anda yang juga penulis dan saling berbagi bagaimana teknik mereka berproses kreatif; 7) jangan lupa baca buku saya “Taktis Menyunting Buku” untuk mengetahui isi perut editorial (he-he-he). Tujuh saja, selebihnya silakan dipikirkan atau ditambahkan.
Terakhir, jangan mempersulit diri dengan mitos-mitos penulisan dan penerbitan. Kalau pengetahuan terbatas (limited thinking), bebaskan saja dengan pikiran positif soal penerbit dan royalti atau imbalan atas jerih payah Anda berkarya. Menulis buku adalah sebuah perjuangan (pursuit of happiness) yang insya Allah berbuah kebahagiaan. Jika ingin tahu banyak tentang mitos-mitos penulisan dan penerbitan, Anda harus ikut pelatihan saya (ha-ha-ha).
Nah, Anda jangan keki kalaupun tak juga memahami dari mana harus menulis buku dan menulis buku apa walaupun itu hak Anda. Dilarang ‘keki’ karena Anda tak mau cari tahu begitu banyak ilmu dan Anda enggan melibatkan diri dalam sukses orang lain pada penulis-penulis inspiratif, seperti Hernowo, Andrias Harefa, Johannes Ariffin, Pipiet Senja, Dodi Mawardi, Edy Zacqeus, Ali Muakhir, Tasaro GK, Hermawan Aksan, Dewi Ichen (sekalian mereka semua saya tag:)), dan banyak lagi yang bahkan tersebar di facebook ini. Anda tidak usah ‘keki’ kalau di antara mereka terkadang mau melatih dengan training berbayar tinggi karena mereka sedang memanfaatkan faktor kali dari benih yang mereka tebar sejak dini–tetapi terkadang mereka juga peduli untuk ‘mengawal’ resolusi Anda tanpa bayar kalau memang Anda bersungguh hati dan benar-benar tidak mampu (bukan tidak mau) mengikuti training menulis.
Karena itu, jangan menulis buku kalau lagi keki atau membuat resolusi karena disulut keki dengan penulis lain yang sudah menyalip Anda. Tapi Anda boleh keki setengah mati kalau seumur hidup hingga kini tak tuntas menulis satu buku pun–Anda malah asyik masyuk mengikuti dari satu training ke training lain; khusyuk menyimak ceramah dan bacaan tentang teori menulis; terkagum-kagum dengan seorang penulis buku; dan tak bosan melontarkan pertanyaan klise: bagaimana sih menulis buku?
Menulis buku atau keki maka buatlah resolusi; kalau perlu, malam ini….
:catatan kreativitas Bambang Trim
“I don’t think I am creative. I think I recognise creativity.” (Michael Grade, 1943)
Dimuat sebelumnya di: http://www.facebook.com/notes.php?id=572786584
No comments:
Write komentar