Sejak sekolah dulu, saya sering dengar beberapa pesantren modern yang namanya menggema. Bahasa arabnya jago, penguasaan kitab-kitab kontemporer juga mumpuni. Tiap kali ada seleksi masuk Al-Azhar Mesir, Sudan, atau Madinah, pondok-pondok tersebut jadi langganan.
Bahkan, terkadang seleksinya digelar di pondok tersebut.
Nah, apa sistem pendidikan formal yang ada di pesantren tersebut?
Ternyata, mereka menggunakan pendidikan Muadalah Muallimin atau Pendidikan Diniyah Formal. Model ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu, tapi baru diresmikan masuk UU Sisdiknas tahun 2019.
Dengan adanya UU Nomor 18 tentang Pondok Pesantren itulah, model-model pendidikan di pesantren jadi DIAKUI dan dianggap FORMAL. Ijazahnya tidak perlu lagi melakukan penyetaraan. Atau mengikuti paket A, B, C. Ijazah yang dikeluarkan pendidikan formal khas pesantren bisa digunakan melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.
Model-model pendidikan formal itu antara lain:
• Satuan Pendidikan Muadalah Muallimin
• Satuan Pendidikan Muadalah Salafiyah
• Pendidikan Diniyah Formal
Dengan model pendidikan seperti di atas, pesantren lebih leluasa mengatur kurikulum yang lebih fokus pada penguasaan literatur keislaman, bahasa, maupun pembentukan karakter santri. Tidak lagi terkendala ijazah "tidak laku" atau "tidak setara" dengan jenjang lainnya semisal MTs, SMP, MA, dan SMA.
Santri yang terdaftar di EMIS lewat pendidikan formal di atas, juga akan mendapatkan BOS lewat satuan pendidikannya. Asatidz/tenaga pendidik pun begitu, akan ada mekanisme PPG dan mendapatkan sertifikasi.
Beberapa pondok yang menggunakan model seperti ini adalah: Gontor, Al-Amien Prenduan, Darunnajah, Karangasem (Paciran).
Jadi, buat pesantren yang ingin lebih fokus tafaqquh fiddin bagi santri-santrinya pilihan terbaik model pendidikan formalnya, ya yang seperti ini.
Babat, 2 Oktober 2025
@mskholid
Asesor Penjaminan Mutu Eksternal Dikdasmen
Majelis Masyayikh Kemenag RI
📷 menerima bingkisan dari anggota Majelis Masyayikh; KH Abdul A'la Basyir (Madura)
No comments:
Write komentar