Saturday, January 6, 2024

S2 Ngajar TPQ

 


• Yo Olahraga, Yo Kerjo •

Suatu ketika, saya silaturrahim ke Bekasi. Ke perusahaan tempat saya dulu bekerja--sebelum balik kampung. Di kantor, saya bertemu Pak Dirut.

Iseng, beliau bertanya,

"Kamu di kampung ngapain, Lid?" 

"Ngajar TPQ, Pak," jawab saya tersenyum kecil.

"Masak S2 kok pulang ngajar TPQ?" beliau membercandai saya. "Gak balik ke Bekasi aja Lid?" Kata beliau lagi sambil tertawa.

Saya hanya menjawab dengan senyum kecut.

"Niki sampun perintah orangtua, Pak," Jawab saya, "Repot nanti kalau saya tidak manut."

Kejadian itu sekitar 9 atau 10 tahun silam. Belum ada PPCQ, belum ada SMP CQ. Hanya TPQ Daarul Musthofa--namanya kala itu.

Hingga hari ini, saya ta masih tetap begini. Kalau gak ada jadwal ngajar, ya belanja. Sering belanja sayuran dan bumbu di pasar Agrobis Babat. Belanja aneka snack dan minuman di toko Babat. Seringpula belanja dan usung-usung air minum puluhan kardus begini.

Dinikmati saja, lakonnya. Wayahe ngaji, ya mulang ngaji. Wayahe kerjo, ya lakoni kerjaannya.

Siapa pun capres-cawapres yang jadi, sama saja bagi saya sejak dulu. Begini-begini saja. Mergawe-mergawe dewe.

Zaman SBY, 2X saya gak pilih SBY. Saya tetap baik-baik saja. SBY juga tetap baik-baik saja toh. Indonesia, malah semakin baik. Jadi, gak harus ikut preferensi politik saya. Ini hanya bagian dari upaya pribadi untuk menjaga otak saya tetap waras. 🤣

Kampung Cahaya Quran, 

PP CAHAYA QURAN Babat Lamongan CahayaQu Babat 

6 Januari 2024 

#1Day1Note 

#CatatanKholid 


IG : @ms.kholid 

X : @mskholid



Amplop Kiai


Amplop Kiai

Di acara "Hormat Sang Guru", Rabu (3/1) Gus Kautsar bercerita; suatu ketika beliau ditelpon KH Marzuqi Mustamar.

Rupanya, malam itu Kiai Marzuqi punya jadwal ngisi ceramah di Trenggalek. Dua tempat pula. Karena ada uzur, Kiai Marzuqi berharap Gus Kautsar bisa menggantikan ngisi pengajian di 2 tempat itu.

"Gus Reza (Lirboyo) mawon, Yai..." cerita Gus Kautsar mengelak di awal telpon.

Namun, pada akhirnya tetap Gus Kautsar yang berangkat. Lokasi beliau yg di Ploso Kediri, memang cukup dekat ke Trenggalek--dibandingkan Kiai Marzuqi yang dari Malang.

Ceramah 1: berjalan normal. 

Pindah ceramah ke tempat ke-2. Beliau disambut meriah, dinaikkan kuda, dan dipayungi pula. Jamaah ramai menandungkan sroqolan.

"Ketika perjalanan pulang, saya mau buka amplop. Penasaran aja, berapa sih 'amplop' Kiai Marzuqi saat ceramah," ujar Gus Kautsar.

Amplop pertama, isinya 250 ribu.

Amplop kedua, isinya 500 ribu.

"Saya kaget. Satu PWNU itu tahu isi amplop tersebut. Ternyata, Kiai Marzuqi ini memang Kiai tenanan."

Coba bayangkan,

Kiai Marzuqi perjalanan dari Malang ke Trenggalek. Itu sekitar 138 km (3.5 jam). Ngisi ceramah, bawa mobil sendiri. Bawa sopir. Dikasih uang saku hanya Rp.250.000. 😅

Opo yo cukup?!

Tapi, itu dilakoni Yai Marzuqi.

"Kiai temenan beliau ini!"

===

Saya beberapa kali nyopir-i mertua ngisi ceramah. Pernah suatu ketika, saya nyopir ke Surabaya. 

Selesai acara, kami pulang. Di dalam mobil beliau membuka amplop pemberian tuan rumah. Saat dibuka, isinya 300 ribu.

===

PP Cahaya Quran, 6 Januari 2024

IG : @ms.kholid 

X : @mskholid 

#1Day1Note 

#KiaiJugaManusia 

#CatatanKholid

Friday, January 5, 2024

Kekayaan Negeri Ini yang Tidak Kita Ketahui


• Potensi Kekayaan Indonesia yang Beliau Ketahui • 

Saya menyimak lengkap dialog salah satu capres dengan PP Muhammadiyah. Ada statement beliau sang capres Pemilu 2024, di bagian akhir statementnya.

Setelah bicara tentang SDA Indonesia macam nikel, gas, dll. 

Beliau bicara:

"Saya mengerti potensi kekayaan negara Indonesia ke depan. Kalau nggak potensial, ngapain saya nyapres?"

Dugggg...!!!

Saya terhenyak dengan pernyataan tersebut.

Apa maksudnya?

Apa ada maksud tersembunyi dari balik pernyataan beliau?

Apa itu. Entahlah...

Saya mencoba mencari-cari lagi video tersebut. Saya coba cari barangkali ada video short atau reels potongannya. Tapi, belum ketemu. Biasanya "blunder" ungkapan dari lubuk hati paling dalam seperti ini banyak jadi bahan roasting di kanal² politik. 

Kok saya gak nemu, ya... 🤔


GOR Giri Krida Gresik,

5 Januari 2024

#1Day1Note 

#AnakMudaMelekPolitik

Mengapa Saya Memilih Prabowo?


• Mengapa Saya Memilih Prabowo? •

Zaman saya di Jakarta. Pernah setiap hari, saya dipaksa membaca 5 koran; IndoPos, Tempo, Media Indonesia, Kompas, dan Republika. Semua tulisan tentang politik harus saya baca dan cermati, ketika itu. Saya mulai doyan politik.

Sejak 2009, ketika Prabowo pertama kali masuk kertas Pemilu Capres-Cawapres. Pasangan Bu Mega. Saya tidak memilih Prabowo.

Tahun 2014.

Prabowo maju capres. Pasangan cawapres-nya Ketum PAN; Harta Radjasa. Juga besan presiden kala itu; Pak Beye. 

Lagi-lagi, saya bukan pendukung dan pemilih Prabowo. 


Tahun 2019

Beliau maju capres lagi.

Lawan capres yang sama di 2014. Jokowi.

Kali ini PJ berpasangan dengan tokoh NU senior; Kiai Ma'ruf Amin.

Saya lagi-lagi, tidak memilih Prabowo.

2024 Prabowo maju lagi keempat kalinya.

Kali ini gandeng anak presiden yang sedang menjabat; Gibran putra Jokowi.  

(Jadi, beliau Prabowo, sudah 2x pengalaman maju capres dengan "dukungan" presiden yang sedang menjabat). 

Pertama (2014); besannya presiden. 

Kedua (2024): anaknya presiden.

Kita lihat, apakah beliau berhasil--atau gagal lagi seperti 2014?

Hari ini, lewat peran aktif beliau sebagai Menteri Pertahanan (sesuai background yang militer), saya masih belum menemukan kesan yang membangkitkan untuk menjatuhkan pilihan pada sosok Jenderal Prabowo. 

GOR GIRI KRIDA Gresik, 

5 Januari 2024

#1Day1Note 

#MelekPolitik 

*Catatan ini menjawab pertanyaan sebagian orang; "Kok Ustadz bicara politik?"

Jangankan politik, bicara investasi dan saham saja saya bisa kok. 😘

Anda tidak harus ikut saya. 

Begitu pun guru-guru di lembaga saya, tidak harus sehaluan dengan politik saya.

Godaan Kiai di Tahun Politik



• Godaan Kiai di Tahun Politik • 

Godaan bagi kiai muncul lagi di tahun politik. Bukan soal disogok uang. Karena pasti akan ditolak. Tapi soal preferensi politiknya.

Ketika kiai mendukung calon A, beliau tentu berharap para santri dan alumninya juga ikut pilihan beliau. Namun, ternyata tidak semudah itu.

Santri (terlebih sudah alumni) ternyata punya preferensi politik sendiri. Bahkan, sudah gabung di partai-partai yang berbeda. Kiainya PKB, eh santrinya gabung PPP. Kiainya PPP, santrinya gabung PKB. Atau malah Golkar dan PDIP. 

Saat itulah kelapangan hati beliau sebagai pendidik diuji. Apakah akan merestui dan mendoakan untuk kebaikan santrinya yang berbeda-beda haluan, ataukah malah menggerutu.

Naudzubillah,

Jika sampai mengungkit-ungkit jasa-jasa yang pernah diberikan pada santrinya semasa mondok.

"Puluhan tahun tak ramut. Tak biayai mondok dan sekolahnya. Sekarang sudah jadi orang kok nggak mau nurut sama saya," ini contoh kalimat yang nauzubillah--dan berpotensi menghapus pahala-pahala yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun karena ngeramut sang santri.

Terlebih, jika kiainya nyalon. Santrinya tidak ada pergerakan mendukung.

Bolehkah mengklaim kebaikan-kebaikan dan jasa yang pernah dilakukan atas seseorang atau lembaga? Boleh-boleh saja, kalau memang faktanya seperti itu. 

Tapi, itu bisa menyakiti perasaannya. Bisa masuk riya. 

فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).

PP Cahaya Quran, 5 Januari 2024

#1Day1Note 

#MelekPolitik

Wednesday, January 3, 2024

Capres Pilihan



• Siapa Preferensi Capres Jenengan •

Disela obrolan bersama Prof Waego beberapa waktu lalu di Malang, kami bertanya soal capres pilihan beliau.

"Mohon maaf, sebelumnya. Saya tidak bermaksud memengaruhi pilihan Jenengan."

"Coba perhatikan saja. Misalnya, ada seorang anak yang sejak kecil dirawat, dibesarkan, diberikan privilege dalam kekuasaan. Setelah besar, berkuasa, dan mampu, lantas melawan orangtuanya."

"Bagaimana menurut Jenengan?"

"Saya tidak menyebut nama lhooo... Tapi, coba analogikan saja dengan akhlak seorang anak terhadap orangtuanya." 

Seorang anak, jika orangtuanya durhaka? 

Apa boleh si anak membalas durhaka pada orangtua?

Menurut ajaran Islam kan gak boleh. Malah harus tetap berbakti--asalkan tidak disuruh maksiat atau melawan ketentuan Allah.

"Simpel saja saya mikirnya." 

Malang, 27 Desember 2023

#1Day1Note 

Malam Pertama di Rumah Mertua


• Malam Pertama di Rumah Mertua •

🥰

Awali kisah ini dengan senyum penuh cinta. 

Abah dan ibu mertua itu hampir tiap hari pulang tengah malam. Jam 23, 00.00, jam 01, kadang jam 02 malam. Biasa, keliling-keliling desa, koyok pejabat.

Yang istimewa, sekalipun pulang larut malam, hampir tidak pernah sekalipun beliau absen sholat tahajud. Selalu bangun jam 3 dini hari atau jam 3.30 menjelang Subuh. Biasanya lanjut wiridan hingga Subuh, lantas ke masjid.

Malam itu, malam pertama saya di rumah mertua. Kamar saya tepat berada di depan musholla ndalem. Sehingga, kalau ada yang sholat atau ngaji di musholla, pasti saya dengar sayup-sayup.

Lagi capek-capeknya, lagi lelap-lelapnya, dini hari itu pintu kamar saya digedor. (Tepatnya, dibangunkan deh. 😆). Saya menggeliat, lalu bangun.

Lampu dinyalakan. 

Owh, jam 03.00 dini hari guys. 😇

"Ibuk iki, wonten nopo?" istri protes ke yang menggedor pintu.

"Wes jam 3, wayahe sholat," ujar beliau kalem. 

Wuiiiikkkk...

Terpaksa, dah.

Jam 3 dini hari bangun.

Lalu mandi besar. 

🤩🤩🤩

Tahajud yang terpaksa.😘

#1Day1Note 

#AbahPunyaCerita

Nasihat Abah Soal Bekerja untuk Hidup selamanya


• Nasihat Abah tentang Hadits اعمل لدنياك •

Kerja untuk Dunia 

Amal untuk Akhirat 

Dalam sebuah perjalanan kulakan kain ke Surabaya. Saya menyopiri Abah mertua. Ketika itu saya masih tahap belajaran nyetir.

Dua baris tengah dan belakang mobil Ertiga penuh dengan tumpukan kain. Karena baru tahap belajar itulah, mertua inisiatif menemani saya belanja. Menunjukkan toko kulakan, dan mengenalkan dengan bos China--pemilik toko. Priviledge (koreksi jika salah ejaan) 🤭. 

Sambil nyopir, Abah menasihati.

"Ngeneki iki, mergawe Cung. Nek ngurusi nduyo terus. Ngurusi penggawean terus, mesti gak onok lerene. Sampean gak bakal sempat ngajar/ngulang." 

"Mangkane, nek wayahe ngulang/ngajar, penggaweane ditinggalno disek." Nasihat beliau saat melihat orderan saya (waktu itu) yang nderundung kian banyak.

"Nggeh, Ba," jawab saya singkat, sambil fokus nyopir.

Eling hadits-e Nabi,

اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا، 

واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا

"Bekerjalah untuk duniamu, seakan kamu akan hidup selamanya 

Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok."

Jangan salah paham dengan hadits ini, ya.

Karena hidup di dunia selamanya, tidak lantas kita bekerja siang dan malam, mengumpulkan dunia (harta) sebanyak-banyaknya. Seakan-akan kamu akan hidup selamanya. 

Lalu mencari uang dan tabungan yang buanyak, yang cukup untuk hidup selamanya. Bukan itu! 


Tapi,

Jika kamu bekerja untuk dunia itu, sewajarnya saja. Jangan lupa waktu. Sebab, momen dan kesempatan kita di dunia masih panjang. Masih ada hari esok. Toh, hidup kita selama-lamanya.

Sebaliknya, 

Kalau beramal (bekerja) untuk akhirat, gunakan waktu yang ada sebaik-baiknya. Semaksimal mungkin. Sebab, peluang dan waktu kita terbatas hari itu. 

Bayangkan, seakan-akan besok kita sudah meninggal. Besok sudah tidak punya kesempatan lagi. 

Seperti ngajar/ngulang,

Bayangkan itu adalah hari terakhir kamu bertemu murid-murid. Kesempatan terakhir kamu berbagi ilmu kepada para santri. Sebab, besoknya kamu tidak akan bisa ngajar mereka lagi.

Karena kamu sudah tiada.

#1Day1Note 

#AbahPunyaCerita

Adv.

IKLAN Hubungi: 0896-2077-5166 (WA) 0852-1871-5073 (Telegram)